9

527 35 10
                                    

"Bagaimana ini?" Wajah Ran sedikit kahwatir.

Tempat aman yang dipilihnya saat ini adalah marcasuar dekat laut. Sekedar untuk menghirup udara segar sehabis terkurung hampir semalaman penuh.

Tak ada lagi kata benci dalam diri Ran untuk Shinichi. Bahkan kini yang ada adalah penyesalan. Semua kelakuan yang diberikannya pada Shinichi benar - benar keterlaluan. Ran bahkan tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.

Berakhir dengan ia berfikir ulang jika dia menyayangi Conan hanya sebatas neeChan-otouoto. Tidak lebih dari itu. Tapi kelakuannya yang berlebihan membuat Shinichi kecewa.

Bahkan sejak beberapa hari lalu, karena ia sibuk dengan kepulangan Conan tak memperhatikan keberadaan Shinichi yang telah lama hilang. Dan ketika Shinichi pergi lagi dari hidupnya, dia sadar jika mencintai pemuda itu.

"Hiks...Hiks...Huwwaaaaa...."

Ran berteriak sekeras mungkin di lautan sunyi ini. Melepaskan semua beban dalam fikiran maupun hatinya yang seakan selalu diterjang badai dan labil tak terkira.

Hingga kemudian, tubuh lemahnya jatuh terduduk di sebelah Conan dan Sonoko. Ia memeluk lututnya asal sembari kembali terisak. Mengingat bagaimana hangatnya pelukan sang detective muda berbakat.

Conan memandang iba ke arah Ran. Matanya tidak seperti biasanya. Yang dulu tajam penuh penekanan, kini sayu diwarnai kesedihan. Ada apa dengan pria kecil itu?

Ia seakan bukan dirinya. Seperti ada orang lain yang terjebak dalam tubuh jenius seorang Edogawa Conan. Meski begitu, prilaku dan tata katanya tetap mirip. Sedikit perubahan hanya pada kelemah lembutannya.

Sedangkan Sonoko? Ia menatap iba ke arah sahabatnya 'saja'. Ran yang sekarang berbeda dengan yang dulu. Begitu lemah dan rapuh.

Sonoko selalu mengerti dan berusaha tau perasaan Ran yang sebenarnya. Hingga kemudian kata - kata tadi berucap yang mendatangkan isakan Ran.

'Semua ini perlu perjuangan Ran. Mungkin saja kini kau berkata mencintai Conan karena perasaan rindumu pada Shinichi yang terlalu besar. Lalu.... kau melimpahkan semuanya karena terlalu lama menunggu. Kau tau? Kisah cinta itu pelik dan sulit dipahami. Namun percayalah, kini Tuhan pasti sedang sibuk menuliskan kisah cinta indah untukmu.'

Mungkin semuanya akan bertanya - tanya darimana gadis arogan, jahil dan ceria ini mendapat kata - kata yang begitu bijaknya. Percayakah kalian jika dia sendiri yang membuatnya?

Jawabannya TIDAK. Lihat pada handPhone yang dipegang di tangan kirinya. Carilah menu bagian pesan. Lihat pesan teratas dengan kata - kata yang sama. Dari "Bocah Sok Detective".

"Aku.... SHINICHI.....AKU....MEN....CINTA....I...MU..." Teriakan lemah Ran seperti ditelan ombak laut. Lalu terombang - ambing melewati samudera bersama angin.

Ia hanya menginginkan satu hal. Perasaannya tersampaikan pada Shinichi. Oleh angin yang meliuk dan sesekali tak seimbang. Karena ia juga demikian. Gadis muda yang tak tetap pendirian.

*****

Sunggingan menakutkan dari ujung bibir mulai terbentuk. Secercah harapan yang awalnya redup kembali bersinar seiring mulai datangnya fajar pagi.

'Mata elang' telah hilang dari pandangannya. Kini yang harus dilakukan hanya satu hal. Menembak mangsa barunya yang digiring kemari oleh si 'mata elang'.

Cianti, Korn, Vermouth, Gin, dan Vodka.

Tidak ada lagi Bourbon sang polisi rahasia. Setelah identitasnya terkuak tak ada seorang anggota organisasipun yang dapat menemukan keberadaannya. Layaknya belut. Sulit sekali ditangkap.

'Mata elang' tidak, lebih tepatnya lagi..... Anokata. Pemimpin para organisasi jubah hitam. Yang mengendalikan mereka lebih baik dari siapapun juga. Begitu peka pada keadaan sekitar dan waspada untuk segala suasana.

Seperti dapat membaca fikiran orang. Siapapun yang ada di dekatnya akan terkuak. Pembohong, jujur, atau hanya sekedar pembual. Didapat dari mata. Siapapun yang melihat mata Anokata akan segera terkuak identitasnya.

"Yuhuu.... Ayo Korn kita bertanding. Jaraknya 750 yard. Jauh bukan? Apa kau bisa mengalahkanku?" Cianti menatap Korn dengan seringaian liciknya.

"Jangan bercanda. Jika bukan karena Anokata, aku tak mau bertanding dan mengalahkanmu." Jawab Korn tetap dengan wajah datarnya.

Mereka bersiap di atas sebuah menara. Bangunan indah berjarak 750 yard dari marcasuar. Sudah bisa ditebag siapa yang akan jadi mangsa baru mereka.

"Ck...Ck...Ck... Aku bosan dengan kalian. Selalu berdebat. Coba saja ada penembak yang lebih jitu. Maka dari dulu akan kurekrut masuk dalam organisasi." Balas Gin di tengah pertengkaran Korn dan Cianti.

"Hei bodoh! Bukankah kau sudah merekrutnya? Itu Akai Shuichi. Yang pada akhirnya menghianati kita! Hahaha.... Kau benar - benar bodoh dan mudah terhasut." Mulut Cianti yang begitu pedas membuat Gin meletakkan pistol di pelipisnya.

"Sudah - Sudah. Aneki. Cianti. Korn." Lerai Vodka pada akhirnya.

Kembali ke keadaan semula. Netral tanpa perselisihan. Mereka menatap ke arah marcasuar dengan teropong binocular yang sudah dimodifikasi. Sehingga dapat melihat sejauh - jauhnya.

Cianti bersiap dengan snipernya. Juga sama dengan korn yang menatap tajam penuh selidik. Lalu Gin dan Vodka yang mengawasi gerak - gerik mereka. Sedangkan Vermouth?

Dengan angkuhnya duduk di salah satu kursi menara. Menyesap tabakonya, dan kemudian bersiap dengan sebuah revolver yang bisa saja pelurunya menembus kepala.

"Dorrr...." Tembakan pertama meleset. Hanya hingga sampai di bawah bagian Marcasuar.

"Dorrr.... yatta..."

Bunyi itu datang bersamaan. Memandakan jika dia berhasil. Di atas marcasuar kelabu, darah mulai bercucuran.

Bahu kanan Ran tertembak. Nyaris dada kirinya yang tertembak. Jika saja Sonoko tidak menyurunya untuk tiba - tiba duduk.

"Ayo pergi. Kita sudah berhasil melukainya."

Keberhasilan Cianti sama sekali tak mendapat sambutan hangat dari seorang Vermouth. Memang Vermouth begitu arogan dan tak pernah menjatuhkan harga dirinya.

"Cih wanita jalang. Diam. Atau kubunuh kau." Tatap Cianti dengan jijik.

"Oups. Boleh saja. Mungkin nanti Anokata akan membalaskan dendamku padamu!"

****

Di tengah heningnya kesunyian pagu buta, di sebuah rumah dengan arsitektur bangunan kunonya, seorang anak gadis masuk perlahan.

Matanya mengerejap beberapa kali. Berusaha menyesuaikan matanya dalam gelap. Sedangkan tangannya menggapai - gapai tembok. Berusaha mencari saklar.

"Tek...."

Bunyi saklar yang lampunya kini menyinari ruangan dengan terang seterang tetrangnya. Dan membuat Ayumi sedikit terpekik karena apa yang dilihatnya.

Di tengah lantai ruang tamu, berdiri seorang pria dengan pakaian dan jas rapinya. Dikelilingi oleh taburan bunga mawar membentuk nama 'Ayumi'. Digenggamannya ada mawar putih sungguh indah.

"Aku memang masih berusia dini. Hanya 12 tahun. Dan kau? Kau adalah gadis kecil betusia 7 tahun. Sudah sejak lamanaku tertarik padamu. Aku tau Kaito-nii-san akan menepati janjinya. Membawamu kemari. Terima kasih....." kalimat itu berjeda.

"Aku.... Yamaguci Akira mencintai seorang Yoshida Ayumi. Meski umur kita terpaut jauh.... Tapi aku tulus.... Karena cinta tak pernah memandang umur."

Tenggorokan Ayumi benar - benar tercekat. Tak bisa menyebut sepatah katapun. Reflek tubuhnya bergerak mendekat. Dan kemudian memeluk hangat pemuda di depannya. Indah. Hari yang indah.

Mysterious EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang