3

51 8 9
                                    

Sudah beberapa minggu sejak pesan itu kubaca. Tidak ada rasa penasaran akan apa itu Q dan event yang berlangsung di sana

Kuurungkan niat untuk membalas 'welcome message'itu, karena tulisan itu telah terformat-- lebih tepatnya aku merasa bahwa pesan ini memang sudah secara otomatis terkirim kepada kami--para user baru. Mungkin.

"Utaa!!" aku melirik ke arah sumber suara. Seorang perempuan berambut panjang sedang berjalan ke arahku. Aku lihat beberapa kaum adam sempat menghentikan aktifitas mereka dan melirik ke arah wanita yang melangkahkan kaki ke arahku.

Dasar tepe. Aku berkata saat gadis itu mendekat dan disambut dengan cengiran polosnya. Coba ku hitung, sudah selama sebulan aku dekat dengan Air-- teman sebangkuku.

Di awali dari berbagi makan siang bersama. Dan lihat sekarang, dia sudah seperti bayanganku. Menempel dan selalu ada. Kehadirannya seperti sebuah bukti eksistensi teori sifat sosial manusia. Lebih tepatnya sifat sosial kaum hawa.

"Ya" aku mendongakkan kepala. Karena perbedaan tinggi kami.
"Kamu sudah mengerjakan PR eksak belum?" aku langsung melihat jam yang melingkar di tanganku tanpa menjawabnya. Tinggal beberapa menit sebelum masuk kelas pertama.
"Sudah mau masuk". Aku berjalan ke kelas diekori oleh Air. Dia menunggu pergerakkanku disaat kita sudah berada di tempat duduk.

Aku mengeluarkan sebuah buku eksak, dan langsung disambar dengan manis oleh Air. Seharusnya dia meminta bantuan yang lain karena tidak memungkinkan mengerjakan pelajaran eksak itu sekarang. Lima soal dengan lima anak soal, belum lagi aturan yang dipakai ketika menjawab seluruh pertanyaan akan menyulitkannya mengerjakan tugas ini tepat waktu.

Air mundur ke baris belakang dan kulihat selanjutnya dia sibuk untuk mengerjakan tugasnya. Sistem di sekolah ini adalah pengambilan tugas berdasarkan urutan tempat duduk. Semakin ke belakang kamu duduk, maka semakin besar jarak untuk di ambil tugasnya.

Aku berkedap-kedip ke belakang sambil berbisik--berharap Air mendengarku dan mengembalikkan buku-- tepat disaat guru sudah masuk ke kelas. Bahasa tubuhku menunjukkan kegelisahan, setelah guru mengatakan tentang tugas kita. Keringat dingin langsung mengucur tanpa pamit. Dan kepalaku bergerak-gerak tak tenang.

"Uta!!" bu guru memanggil dan mengunci pergerakkanku. Keadaan kelas hening seketika-- seperti kuburan. Keringat dingin mengucur deras di pelipis. Aku sendiri tidak bisa menjawab panggilan guru itu. Tenggorokkanku terasa tercekat, satu yang ada dalam otakku adalah ' bagaimana cara aku mengumpulkan tugas itu'.

Merasa diabaikan, bu guru kembali bertanya kepadaku.
"Kamu sedang apa?" suara guru yang terkenal dengan ketegasannya itu terdengar membahana. Suasana kelas terasa siaga 1. Seluruh siswa langsung melirik ke tempat kejadian perkara dengan aku sebagai tertuduh. Aku sendiri masih tertunduk dengan degupan jantung yang terus meningkat dan berharap keajaiban datang.

Saat bu guru hendak mendekat ke arahku, suara ketokan menyelamatkanku dari insiden ini.

Tok... tok... tok..

Sesosok pria dengan seragam yang sama muncul di ujung pintu. Bapak dengan perawakan tegap itu memasuki kelas dan diiringi oleh keheningan keras. Kedua guru itu terlihat sibuk melontarkan kata-kata-- seakan-akan mengabaikan keadaan sekelilingnya. Sementara Air, dia masih sibuk dengan tugasnya.
Salah satu dari mereka pergi dan ibu guru itu kembali ke tengah kelas. Mungkin inilah saatnya aku...  mendapatkan hukuman.

"Anak-anak, ibu ada tamu"--eh aku mematung dan menghembuskan nafas lega, "sekembalinya ibu ke kelas, Ibu harap seluruh tugas sudah dikumpulkan di atas meja". Kelas bersorak sorai ketika ibu guru sudah keluar kelas. Sementara Air, dia masih saja sibuk dengan PR nya.

****
Ada berita baik dan buruk disini, berita baiknya adalah aku selamat dari hukuman guru itu, sementara berita buruknya adalah seharian ini aku bad mood. Peristiwa tadi pagi membuat aku merasa lelah seharian dan tidak bisa berkonsentrasi setelahnya. Air meminta maaf dan kubalas dengan tatapan peringatan--sepertinya dia masih tidak mampu mengartikan tatapanku, karena setelahnya dia masih mengajakku becanda dan bernyanyi.

***

Aku pulang ke sekolah setelah menunggu beberapa menit dari bunyi bel dan setelah Air pamit. Entah mengapa aku malas untuk berlama-lama di sekolah dan ingin segera menyapa rumah. Aku pulang ke rumah.Check.

Matahari masih menemaniku ketika aku berada di sebuah rumah dengan atap biru langka meneduhkan di atas kepala. Ibu masih memasak dan aku bergegas ke atas, menyalakan handphone yang sengaja aku tinggalkan. Getaran dan bunyi ponsel saling berpadu, mendominasi pergerakan ponsel itu--pertanda ada banyak notif di sana. Aku menatap sekilas dan membalik handphone berlayar lima inchi tersebut di atas kasur.

Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian aku sibuk membaca buku yang ada dalam list rekomendasi bukuku. Fenomena hujan. Itu yang sedang kubaca ketika pesan itu datang. Mau tak mau aku membaca pesan yang kuyakini masih dari pengirim yang sama. Xxx.

Masing-masing pesan tidak kubaca secara seksama. Aku hanya membaca garis besar dari masing-masing pesan. Sebuah aturan permainan dan bagaimana permainan itu dilaksanakan. Itulah kesimpulan dari sekian banyak pesan yang kudapat.

Memangnya siapa yang mau melakukannya. Akupun menghapus seluruh pesan yang memenuhi kotak masukku. Hingga akhirnya sebuah pesan mengalihkan perhatianku. Pesan terakhir.

Di dalam pesan itu tidak ada kata, instruksi maupun salam. Hanya ada sebuah gambar. Gambar aku di sekolah  terdahulu. Gambar yang mengingatkanku akan peristiwa itu.

Mataku terbelalak. Ponsel yang ada dalam genggamanku seketika terjatuh. Tanganku bergetar, jantungku berdebar. Berkali kali aku mengatur nafas. Masih berusaha menenangkan diri. Dalam hati, aku berbicara bahwa ini hanyalah sebuah gambar seakan akan aku melafadkan doaku. Aku berjalan melangkah menggapai ponsel yang berjarak dari tubuhku. Menghapus gambar itu, segera melaporkan Id tersebut. Dan pergi ke bawah ketika ibu memanggil untuk makan bersama.

Aku ke bawah dan makan bersama seluruh anggota keluarga. Di bawah, kami makan dan berbincang seperti biasa. Aku bahkan sempat melupakan yang terjadi sebelumnya. Ya kuanggap semua masalah itu sudah mencapai titik. Selesai.
Aku ke kamar. Check.

Saat akan terlelap tidur, aku mendengar handphoneku berdering. Membangunkaku. Mengganggu waktu tidurku. Ingin rasanya aku mematikan si lima inchi itu,  tapi rasa penasaran menguasai pikiranku. Dan aku memutuskan untuk mengangkat telepon itu.

"Halo" kupastikan orang yang di seberang mendengar suara 'ngatukku'
"Kamu, tidak dapat memutuskan hubungan dengan Q secara sepihak Uta!"

Aku kaget, begitu mendengar perkataan dari seberang sana. Dengan telepon masih dalam gengaman, aku berusaha menarik nafas menahan segala ketakutanku.

"Ka... kamu... siapa?" Suaraku terdengar bergetar.

"Kuingatkan kamu tidak berada dalam posisi menawar sekarang"

Dan seketika telepon itupun terputus, meninggalkan keheranan dan ketakutan yang beranjak mendominasi perasaanku.

Black Q (Sebuah Prototipe)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang