Pengakuan Dion

917 59 2
                                    

Sudah hampir 3 bulan sejak pertemuan awalku dengan Rendy. Aku cukup intens bertemu dengannya. Kita bertemu untuk masalah pekerjaan atau sekedar makan siang bersama. Aku merasa menjadi temannya kembali. Aku tidak membawa urusan perasaan ke dalam pertemanan ini.

Rendypun bersikap normal kepadaku. Tetap baik sebagai teman dan professional sebagai rekan kerja. Aku kira bekerja sama dengan mantan akan menghadirkan kisah-kisah emosional ternyata tidak. Aku maupun Rendy bisa bersikap seperti kami tidak punya kisah kelam di masa lalu.

Setelah selesai rapat sore tadi dengan Rendy dan team aku beranjak pulang. Sekarang aku berjalan menyusuri trotoar keluar kawasan industri. Dari arah kanan ada mobil yang mendekatiku. Mobil itu berhenti tepat disebelahku. Akupun berhenti dan melihat siapa yang mengendarai mobil itu ketika kaca gelap mobil itu perlahan terbuka.

" Indi, lo mau pulang? " Dion yang berada dibalik kemudi mobil itu.

" Iyalah, masa mau liburan. " Jawabku ketus.

Duh
Aku masih terbawa emosi yang lalu.

" Haha...masih marah ternyata. Ikut gw yuk, gw anter sekalian gw mau minta maaf " Ajak Dion.

Aku tidak langsung mengiyakan ajakan Dion. Tawaran yang tidak menggiurkan sebenarnya. Tapi aku kenal Dion, dia pasti akan memaksa.

Posisiku di pinggir jalan seperti ini dengan mobil berhenti membuatku tidak nyaman. Seperti orang akan berpikir macam-macam. Dengan berat hati aku masuk kedalam mobilnya.

" Gw ikut lo karena orang-orang ngeliatin kita terus daritadi " Jelasku yang tidak diminta Dion. Aku duduk dan segera memakai seatbelts

" Iya Indi, makasih udah mau ikut " Kata Dion yang mulai melajukan mobilnya.

" Gw minta maaf ya soal kejadian yang terakhir. Gw minta maaf karena ga langsung minta maaf ke lo. Gw minta maaf karena membuat lo marah. " Dion mengatakannya dengan sangat tenang. Dari ucapannya aku menangkap Dion merasa bersalah dan tulus minta maaf.

" Iya gw maafin. Gw juga minta maaf karena egoisnya gw, kita marahan lebih dari 3 hari padahal kan ga boleh dalam Islam. "

" Makasih ya Ndi lo selalu maafin gw " Ucap Dion yang sesekali melihat kearahku.

" Tapi kenapa lo jadi ketus kemarin? Gw berbuat salah atau membuat lo tersinggung? " Tanyaku penasaran.

" Hmmm..." Aku melihat Dion mengeratkan tangannya memegang stir mobil. " Gw ga suka lo kembali dekat sama Rendy "

" Alasannya? "

" Gw ga mau lo disakitin Rendy lagi Ndi. "

" Hahaha...tenang aja. Gw sama Rendy sekarang berteman biasa aja ko. Gw maupun dia ga ada niat untuk saling menyakiti. "

" Berarti saling menyayangi? " Tanya Dion sedikit kaget.

" Iya sebagai teman. Hanya memperbaiki silaturahmi yang rusak kemarin. " Jelasku singkat.

Aku menghela nafas. Aku memandang ke luar jendela mobil. Aku menyangsikan ucapanku sendiri. Apa benar aku hanya ingin berteman dengan Rendy?

" Ternyata lo masih suka sama Rendy. " Ujar Dion dengan suara datar.

" Ngga, gw udah ngga suka sama Rendy. " Entahlah ini kebohongan atau pembelaan perasaan.

" Jangan bohong Indi, lo selalu saja cerita tentang dia. Bagaimana keadaan Rendy sekarang, cerita kalian di masa lalu dll " Ungkap Dion. Dion membeberkan hampir semua hasil obrolan kami.

" Iya gw memang cerita karena merasa berteman aja " Kilahku

" Lo masih perhatian sama dia. Lo masih peduli dengan Rendy yang sudah berubah. Lo ga rela Rendy menjauh dari Allah. Lo sangat sedih ketika tau Rendy tidak sealim dulu. Lo sedih atas penurunan sikapnya. " Jelas Dion.

Aku melihat kearah Dion. Tidak percaya dengan apa yang barusan ia katakan. Kenapa semua yang Dion katakan terdengar seperti menghakimiku? Kebenaran yang ingin aku pungkiri.

" Hmmmm....gw kan cuma kecewa dia berubah jadi begitu. Dulu Rendy kan alim banget. Gw rasanya ingin dia berubah menjadi Rendy yang dulu. Tapi sekarang Rendy perlahan berubah alim lagi lowh " Ujarku polos sambil tersenyum menunjukkan gigi-gigiku.

" Itu tandanya lo masih suka sama dia Ndi. Hahaha...gw harusnya paham lo ga mudah berpaling. " Dion tertawa meringis.

" Maksud lo? "

Duh, kepolosanku bekerja disaat yang tidak tepat. Aku ga paham maksudnya Dion.

" Lo paham kalo selama ini gw suka sama lo? " Dion terdiam sejenak. " Rendy melihat Lila, lo selalu melihat Rendy dan gw selalu melihat lo. Ga ada yang melihat ke belakang. Tak bisakah lo yang melihat ke belakang? Ada gw. " Dion menyelesaikan kalimatnya.

Aku kaget. Aku baru sadar ketika Dion mengatakan itu semua mobilnya sudah berhenti di pinggir jalan. Dion melihat kearahku. Aku ga berani membalas melihat kearahnya.

" Dion...lo serius? " Tanyaku polos.

" Gw serius Indi. Gw tau lo ga pacaran. Lo selalu menjaga hati lo dengan terus menyukai Rendy. Tapi ga bisakah gw aja yang jadi alasan lo untuk menjaga hati? "

Dion, kenapa dia terus menghakimiku dengan fakta yang tidak aku sadari sebelumnya. Fakta-fakta tentang perasaanku sendiri. Kenapa harus Dion yang lebih paham?

Aku melihat Dion. Dia serius mengatakannya. Dia tidak sedang bergurau atau berakting denganku.

" Dion, gw ga tau sama perasaan gw sendiri saat ini. Gw nyaman berteman dengan lo " Ucapku lirih. Aku hanya bisa menunduk sekarang.

" Iya gw paham. Selama ini lo hanya menganggap gw teman. Ndi, gw serius. Gw ingin lo melihat ke belakang. Gw menunggu lo. Gw ingin melamar lo. " Kata Dion tegas.

" Apa??? Melamar? Nikah maksud lo? "

Kayaknya penyakit polosku bekerja jika membahas soal cinta, jodoh, perasaan deh. Selalu bertanya untuk jawaban yang sudah tahu.

Dion sakit sepertinya. Masa dia mau melamarku? Selama ini kan kita dekatnya hanya sebagai teman. Dion aja pernah pacaran sama cewe lain. Pasti aku hanya pelarian dia saja.

" Iya apa lagi? " Tanya Dion yang tidak lelah menjawab kepolosanku.

Aku mendadak membisu

" Lo masih menunggu Rendy? "

" Ngga. Gw ga pernah berpikir untuk kembali padanya. Hanya saja ini membuat gw terkejut Dion. "

" Iya, karena mata lo selalu tertuju pada orang didepan lo. Padahal dia adalah masa lalu lo. Lo ga menyangka ada seseorang di belakang lo yang selalu melihat lo. "

" Hari ini lo terus menghakimiku gw dengan ucapan lo. Gw ga tau itu yang gw alami saat ini atau ga. Gw berusaha untuk pura-pura tidak paham atau beneran tidak paham. Gw butuh waktu untuk mencerna semuanya. Gw lemah dalam urusan perasaan begini-begini "

***

Bagiku ini semua sangat mendadak. Perasaan Dion padaku. Terlebih aku yang baru menyadari kembali perasaanku. Aku ternyata belum bisa melupakan Rendy.

Hahaha...
Ini sudah lama banget Indi...
Aku masih peduli tentangnya.
Walau dia sama sekali tidak peduli padaku.

Jika aku menerima Dion apa aku bisa mencintainya? Apa tidak sakit baginya jika aku masih ingat akan Rendy. Apa aku juga sudah siap untuk menikah ? Siap untuk membangun cinta. Apa nanti aku tidak akan kecewa lagi?

Aku bingung.

Aku merebahkan badanku dikasur. Sidang antara aku dengan Dion hari ini cukup membuatku sangat mengantuk.

Haiiii
Udah masuk part menuju tamat ya.
Hiks...sedih karena harus menamatkan kisah ini.

Aku lama menulis ini karena butuh tenaga ekstra untuk menyusun kata demi kata dari kisah sedih ini.
#fiuh #tariknapas

Terima Kasih untuk yang setia membaca part manapun. Aku sangat menghargai.
Dari awal aku bikin kisah ini, berapapun yang baca aku akan menamatkannya.

Aku harus menyelesaikan apa yang telah aku mulai.hehe

Sekali lagi

Happy reading ya ^^

Patah Hatinya Anak Masjid (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang