KEHILANGAN

1.3K 80 1
                                    

Hari ini perkuliahan sudah mulai seperti biasa. Apa yang akan aku lakukan jika bertemu Rendy? Aku masih ingin bertemu dengannya. Aku tidak tau harus berbuat apa. Menyapanya duluan? Bertanya tentang 'kami' atau basa-basi membahas kuliah??

Untuk semester ini beberapa mata kuliah mengharuskan aku sekelas dengannya. Makin susah move on deh. Makin susah untuk tidak melihatnya.

Aku masuk ke dalam kelas yang sudah terisi beberapa mahasiswa lain. Aku memilih duduk di belakang bukan bangku terakhir. Aku masih belum bisa berkonsentrasi penuh untuk belajar hari ini. Setan-setan cinta masih mengangguku terus. Aku sudah beristighfar namun serangan mereka kuat sekali.

Akhirnya Rendy dengan teman-teman tampak memasuki ruang kelas.
Dia tersenyum.
Dia sepertinya bahagia tidak tampak ada masalah. Apa dia beneran bahagia putus denganku? Aku harus bersikap biasa jangan sampai dia tau aku belum bisa menerima keputusannya.

" Hai Ndi. " Sapa Dimas sahabat Rendy. Dimas dan Rendy duduk di depanku.

" Hai Dim, hai Ren " Sapaku malas.

Kenapa sih mereka harus duduk didepankku? Kursi didepan banyak yang kosong loh...aku menggerutu dalam hati.

" Hai Indi. Apa kabar? " Tanya Rendy seraya membalik badan untuk mengobrol denganku.

Plis...plis...plis...jangan menghadap kearahku.

Ya Allah aku udah lama tidak melihat wajahnya. Astagfirullah. Jaga pandangan Indi.

" Gw alhamdulilah baik, lo kemana aja? " Tanyaku tanpa canggung tanpa mau melihatnya.

Ketika di kampus, di depan teman-teman kita selalu menggunakan sapaan gw-lo. Agar tidak ada yang curiga.

" 2 minggu yang lalu gw ada acara di pantai. Disana susah sinyal. " Jawab Rendy dengan menunjukkan senyum manisnya. Jelas alasan kenapa dia susah dihubungi akhir-akhir ini.

Hampir aku ingin bertanya lagi namun dosen sudah masuk ke kelas. Rendy mengubaj posisi duduknya mengadap ke depan kelas. Aku sekarang menatap punggungnya.

Dia masih bisa tersenyum di depanku. Apa-apaan ini? Dia seperti baik-baik saja. Kenapa aku yang seperti kesakitan begini. Sukses selama kuliah aku tidak mendengarkan dosen berbicara. Aku fokus terhadap pikiranku saja.

Setelah kuliah selesai Dimas dan Rendy langsung meninggalkanku. Mereka sepertinya ada urusan. Karena mereka terlihat terburu-buru keluar kelas. Aku masih belum bisa mengobrol dengannya.

Aku berjalan lemas keluar kelas. Aku sama sekali tidak bersemangat untuk kuliah. Walaupun dulu aku dan Rendy juga seperti ini di kampus tapi ketika sampai di rumah aku bisa menguhubunginya, pacaran-via-telepon. Aku tidak yakin ketika di rumah nanti apa aku masih bisa meneleponnya.

***

Sebulan setelah tragedy telepon berdarah membuatku semakin jauh darinya. Rendy selalu bersmaa teman-temannya. Rendy juga sibuk menjadi panitia pertandingan futsal. Aku sama sekali tidak bisa dekat dengannya. Rendy masih tidak membalas smsku karena dia tidak punya pulsa - kebiasaannya. Ketika aku telepon, dia sedang bersama teman-temannya, jangan harap akan diangkat.

Arrrrggghhhhh kenapa sekarang jadi aku yang ngejar-ngejar dia???
Aku sepertinya harus segera tobat, minta ampun sama Allah.

20 Desember 2005

Hari ini aku sakit. Aku mengalami diare dan maag yang menyiksa. Melihat makanan langsung merasa mual tapi aku kelaparan. Liat nasi aja ngga nafsu. Akhirnya aku coba makan beberapa suap. Alhasil badanku tambah lemas dan pusing.

Aku tetap memaksakan diri untuk kuliah karena aku udah sering absen mata kuliah ini. Selama kuliah aku hanya bisa diam, senyum aja seadanya. Aku merasa sangat lemes menahan sakit maagnya.

2 mata kuliah berturut-turut aku sekelas sama Rendy. Hmmm...biasa aja untungnya. Tidak ada pmbicaraan yg terjadi kecuali dia minjem streples.

Udah nahan sakit ditambah ketemu orang yg tidak ingin dilihat, alhasil aku keluar kelas awal banget, cepet-cepat seperti dikejar sesuatu.

Aku berjalan menuju masjid. Sebelum pulang aku ingin menunaikan solat zuhur dahulu. Disana teman-teman pengajianku sedang berkumpul. Aku lihat salah satu temanku, Dian tampak tertidur di atas sajadah. Mukanya terlihat pucat sekali.

" Ndi, kamu bisa anterin Desi ke klinik ga? Desi demam. " Ujar Sinta temanku

" Kamu sakit apa Des? Udah minum obat? " tanyaku khawatir.

" Udah Ndi tapi ga mempan, aku lemes banget. " Jawab Desi lemah.

Desi demam dan mukanya pucat. Tapi, aku tak bisa mengantarnya ke klinik. Aku juga sakit. Aku ingin cepat-cepat pulang. Untuk istirahat dan juga menangis.

" Maaf Des, aku ga bisa. Aku juga lagi sakit. Ini makanya pulang cepet karena mau istirahat di rumah. Maaf ya. " aku berkata sungguh-sungguh. Aku menatap mata Desi berharap dia memahamiku dan tidak membenciku.

" Iya gpp ko Ndi, nanti aku minta tolong sama Anda aja, dia juga bisa bawa motor. Yawda kamu solat gih " Ujar Desi.

Egois. Aku sangat egois. Efek patah hati membuatku berubah menjadi egois. Aku yakin sakit yang aku cerita sekarang karena pikiranku sedang tidak sehat.

Pembelaanku, aku benar-benar harus segera pulang. Aku masih sedih dan aku butuh istirahat. Aku masih belum siap untuk mengobrol dengan teman-temanku. Aku berubah menjadi pemurung.

***

Aku mengendarai motorku dengan kecepatan normal. Badanku lemas sehingga aku tidak bisa memacu motorku lebih cepat.

Tiba-tiba motorku berbelok kekiri seperti hilang kendali. Motorku oleng. Dengan sigap aku belokin kekanan sebelum aku dan motorku masuk kedalam selokan. Aku merasa bumi bergoyang. Jangan - jangan bsrusan ada gempa. Aku me lanjutkan perjalanan dengan lebih hati-hati.

Sesampainya dirumah aku langsung istirahat. Teringat kejadian di motor tadi aku salah mengira. Aku tadi hampir pingsan. Mataku mendadak rabun dan tanganku hilang kekuatan memegang stang motor.

Ya Allah semenyedihkannya diriku akibat patah hati.
Hingga aku hampir kecelakaan.

Rendy...enyahlah kau dari pikiranku dan hidupku!!!!!!!!

Tinggalkan jejak VOTE dan COMMENT kalian ya ^^

Patah Hatinya Anak Masjid (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang