Tutup Kisah

1.2K 77 5
                                    

Memendam perasaan seorang diri tanpa bisa menceritakannya ke orang lain membuatku pusing.

Aku berubah menjadi pendiam. Aku yang kata orang ini ceria alias ceriwis sekarang tidak banyak bicara.

Aku tidak tertarik mengomentari apapun, bercanda atau mengobrol. Aku butuh terus sendiri. Butuh intropeksi diri.

Yang jadi berat adalah bukan karena diputusin Rendy. Melainkan aku baru menyukainya ketika putus.

Aku menjadi salah satu orang yang menyadari perasaannya sendiri ketika orang itu telah pergi.

Baru menyukainya ketika dia mungkin sudah tidak menyukaiku.

Baru merasa rindu ketika dia benar-benar sangat jauh.

Baru mengetahui keberadaannya ketika dia tak berada disampingku.

Baru menyesal ketika semua sudah berakhir.

Ini titik balik diriku. Sudah berbulan-bulan aku masuk ke lembah dosa. Karena ibadahku menurun dan terus meratapi nasib. Terus merasa sebagai korban yang paling menyedihkan.

Ketika patah hati baru ingat Allah, padahal Allah sudah memperingatkan bahaya berzina-pacaran itu berdosa.

Aku merasakannya. Sakit. Pedih.
Tidak elegan saja kupikir rasa sakit hatiku. Hanya karena patah hati? Hanya karena laki-laki?

Sudah tidak halal, dosa, sakit lagi. Lengkap sudah.

***

Aku memang menyibukkan diri dengan aktif di berbagai kegiatan organisasi kampus. Kalau sibuk dan ramai aku bisa lupa sesaat.

Aku menambah jam mengajiku dengan mentorku. Aku rajin mengikuti serangkaian acara pengajian. Baik di masjid kampus ataupun luar kampus.

Aku harus kembali menjadi Indi yang mengingat Allah. Tak boleh kalah hanya karena patah hati karena godaan syaiton terkutuk.

Aku berkumpul dengan lingkaran positif, lingkungan dengan atmosfer kebaikan. Persahabatan karena Allah. Aku butuh dekat dengan mereka agar aku sembuh.

Mereka tetap tidak tahu apa yang sedang terjadi padaku kini. Aku hanya menyimpannya untukku sendiri. Aib harus ditutup rapat-rapat, orang lain tidak perlu tahu.

***

Hari ini acara organisasi sudah selesai. Aku kembali pulang agak malam, sehabis Isya. Aku berjalan sendiri dari lobi menuju gerbang kampus.

Dari belakang ada cahaya lampu yang menerangi jalanku. Aku rasa itu cahaya lampu mobil yang akan lewat. Aku berjalan lebih ke kiri. Mobil itu mendekat lalu berhenti disampingku. Aku menoleh, ternyata itu mobil Rendy.

" Ndi, mau pulang? Bareng aja yuk udah malam " Ajak Rendy dari dalam mobilnya.

Aku terpaku beberapa detik. Semobil dengan Rendy? Kenapa baru saja mau sembuh, virus datang kembali.

" Ngga usah Ren, udah biasa pulang sendiri kok " Tolakku. Aku menolak takut tidak kuat kalau bersamanya. Tidak kuat ingin bertanya.

" Udah malam Indi. Biar Rendy anter. Kamu naik taksi juga semobil sama lawan jenis kan? "

" Aku naik angkot bukan taksi " Elakku

" Udah naik aja. Hobi banget sih ngebantah Rendy " pintanya.

Waw, dia berkata seperti kita masih dekat saja. Dia bilang apa? Hobi? Kenapa dia ingat?

Aku memang hobi ngebantah apa yang Rendy bilang. Dulu seneng aja bikin dia keki. Kalo sekarang beneran mau ngebantah demi kebaikkan hatiku.

Patah Hatinya Anak Masjid (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang