0. A Child Cursed by Man, and Her Mother

164 7 27
                                    



Di balik pepohonan yang lebat di hutan Nerva, seorang gadis kecil yang kepalanya tertutup oleh tudung berwarna putih, berjalan menuju rumahnya.

Gadis itu membawa keranjang berisi buah-buahan dengan kedua tangannya, dan sebuah pedang kayu kecil pada punggungnya. Ia memiliki mata hijau zamrud yang ia dapatkan dari ibunya, rambut hitam gemerlap dari ayahnya, dan kulit yang putih bagaikan salju.

Cantik, imut, itulah yang seharusnya muncul dalam pikiran orang-orang ketika melihat gadis kecil itu.

Jika bukan karena sepasang tanduk, dan sebuah ekor.

Sebuah ekor berwarna hitam gelap, dengan ujung runcing bagaikan anak panah. Sepasang tanduk hitam mencuat dari kepalanya, melekuk ke belakang bagaikan tanduk seekor domba jantan. Karenanya, orang-orang memanggil gadis itu dengan sebutan "Gadis terkutuk", "Gadis setan".

Tapi, bila gadis itu adalah reinkarnasi setan seperti yang dikatakan oleh orang-orang, maka orang-orang tersebut lebih buruk daripada setan.

Entah sudah berapa kali gadis itu diejek, direndahkan, bahkan dilempari dengan batu oleh anak-anak seumurnya. Sang ibu pun tidak luput dari ejekan orang-orang dewasa.

Dirkrimasi, dan prasangka. Itu semua karena orang-orang mengambil kesimpulan tanpa ada niat untuk memahami.

Tersembunyi ditengah-tengah hutan, di samping danau, berdiri sebuah rumah kecil berlantai dua yang terbuat dari kayu, rumah yang dituju oleh gadis kecil itu.

Tapi keindahan rumah itu bertolak belakang dengan situasi di dalamnya.

Di dalam rumah, duduk seorang wanita berambut merah panjang dengan mata yang berwarna hijau, menunggu sesuatu.

Wanita itu adalah ibunya.

Gadis kecil itu membuka pintu dan masuk kedalam rumah, namun bukan ucapan selamat yang ia terima.

"Lumi! Kenapa kau lama sekali!? Apakah kamu tidak tahu kalua aku sudah kelaparan!?" bentak ibunya, lalu merampas keranjang makanan dari tangan Lumi.

"Maafkan Lumi ibu, Lumi­­­­–"

"Apa ini!? Kau sudah pergi lama sekali dan yang kau bawa hanya ini!?"

"Maaf ibu."

Sang ibu melihat kembali kea rah Lumi, putrinya. Ia merasa ada sesuatu pada pedang kayu yang ada di punggung Lumi.

"Apa ini?" kata sang ibu, mengambil pedang itu dari Lumi.

Sang ibu menunjuk pada sebuah baretan pada sisi tajam pedang itu.

"Itu ...."

"Kau bermain dengan pedang lagi ya?"

" ... "

"Jawab!"

"Iya ibu, Lumi tadi berlatih—"

PAK!

Sang ibu menampar pipi gadis kecilnya.

"Aeonlumi, di saat ibumu ini kelaparan, kau malah bermain-main dengan pedang?"

Lumi hanya bisa mengangguk pelan, sambil tertunduk.

Awalnya, pedang itu adalah pemberian dari ibunya, untuk melindungi dirinya sendiri saat ia berada dalam masalah, ironisnya pedang itu menambah masalah bagi Lumi.

"Dasar anak tidak berguna! Kalau saja aku dulu membuangmu saat kau lahir, aku pasti sudah punya anak yang lebih baik!"

"Lumi minta maaf ibu, tapi—"

Aeonlumi Abasta : Perjalanan Seorang Gadis Bertanduk di Dunia FantasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang