4. A Hope in a Chain of Incidences

50 2 1
                                    

Suasana penuh duka meliputi ratusan orang di dalam sebuah ruangan yang luas, di rumah duka kota Arvar. Selain dipenuhi oleh orang-orang, ruangan itu juga dipenuhi oleh lebih dari seratus peti mati.

Peti-peti itu diletakan begitu saja di lantai, ada juga yang ditumpuk hingga 5 tingkat karena keterbatasan tempat.

Karena alasan yang sama, orang-orang juga ikut duduk di lantai, beberapa bersandar pada peti mati di mana di dalamnya ada sosok orang yang mereka kenal. Sisanya, berdiri dengan wajah tertunduk, bersandar pada tembok.

"Mengapa kau datang terlambat! Bila saja kau datang satu hari lebih cepat, Rea tidak akan mati!" seru seorang pria muda yang sedang duduk di kursi roda, pada seorang pria berambut putih yang berdiri di tengah-tengah ruangan.

Pandangan semua orang sekarang tertuju pada pria berambut putih itu.

"Ran ...." seorang wanita berambut perak berdiri di samping kursi roda, mencoba menenangkan pria muda yang bernama Ran itu.

"Mereka semua! Tidak ada dari mereka yang harus mati!"

Kata Ran, menunjuk ke peti-peti yang ada di sekitarnya. Hampir semua orang di ruangan ini, telah kehilangan seseorang karena apa yang terjadi kemarin.

Karena kata-kata Ran, orang-orang mulai menatap pria berambut putih tadi dengan kemarahan, emosi mereka mulai mengalahkan logika.

"Ran!"

"Dan aku! Aku tidak perlu menggunakan kursi ini! Aku pasti masih bisa berjalan!"

Karena tusukan dari Luzia, Ran tidak dapat berjalan, dan belum ada tanda-tanda bahwa ia akan bisa berjalan lagi.

"Semua ini adalah salahmu Reyland!"

PAK!

Diacuhkan, wanita itu menampar pipi pria yang di panggil Ran. Suara tamparan yang keras membuat semua orang berhenti.

Sesaat, suasana menjadi hening.

"RAN! Cukup! Ini bukanlah kesalahan kak Rey, tidak ada yang menginginkan ini semua terjadi."

"AAAAAAAAH!!!"

BAM!

Tidak dapat menahan frustasi, Ran memukul meja yang ada di sampingnya dengan sangat keras sehingga meja kayu itu hancur, tentu saja, adakah pria yang tidak bersedih bila satu-satunya anggota keluarga yang ia miliki meninggal?

"Kenapa? Kenapa orang-orang yang kukasihi, kenapa mereka harus meninggal begitu cepat! KENAPA!?"

" ... " Reyland hanya dapat berdiri diam, ia tidak tahu apa yang harus ia katakan dalam situasi seperti ini, ia pun sebenarnya menyesal tidak datang lebih awal.

"Ran ...." Hanya Mia, ia memanggil Ran dengan lembut, dan memeluknya.

"Aku tahu ini berat, tapi kau harus kuat, kau harus merelakan mereka Ran. Dan juga, kau masih memiliki ku Ran, aku berjanji padamu, aku berjanji apapun yang terjadi, aku tidak akan meninggalkanmu."

"Ran, aku tahu saat ini adalah saat yang sangat berat bagi kita semua, namun kita, kita tidak bisa terus berlarut dalam kesedihan, kita tidak boleh membiarkan kematian dari teman-teman kita, dari orang-orang yang kita sayangi membuat hidup kita berhenti. Aku yakin mereka tidak mau melihat kita semua terus menerus bersedih, aku yakin mereka pun ingin kita untuk terus maju, terus menjalani hidup."

"HaAAAAAAAAAHH!!!"

Ran memeluk Mia dengan erat, dan menangis sekeras-kerasnya, tidak ada orang yang dapat mengejeknya, karena mereka pun, merasakan hal yang sama dengan Ran.

Aeonlumi Abasta : Perjalanan Seorang Gadis Bertanduk di Dunia FantasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang