Kim Jong Kook menekan 6 digit angka, password menuju apartemen orang tuanya. Ia memutuskan pulang ke Anyang pasca di landa lelah secara fisik dan mental. Meski sebenarnya, pulang ke Anyang memakan waktu lebih lama dibanding ke apartemennya di Yongsan.
Kim Jong Kook meletakkan sepatu di rak. Baru saja Ia berdiri, sesosok wanita berkepala lima menghambur ke pelukannya.
"Omo! Kenapa kau jauh-jauh datang kemari? Kau masih harus bekerja besok. Pasti kau akan sangat kelelahan jika harus bolak-bolak." Dalam dekapan Jong Kook, ibunya mengomel.
"Umma.." Jong Kook mendekatkan ke telinga ibunya, "Bogosipda."
Seketika Ibu Jong Kook berhenti mengomel dan melepas pelukannya. "Arasso. Cepatlah mandi, umma akan siapkan makanan kesukaanmu." Ibu Jong Kook tersenyum tulus.
"Umma, apa Hyung sering mengunjungimu?"
"Keromyeon. Dia selalu mampir kesini tiap kali ada waktu. Keponakanmu biasanya bermain kemari tiap pulang sekolah." Ibu Jong Kook menyentuh lengan kekar Jong Kook. "Dia sudah besar sekarang. Dia begitu cantik. Aku rasa Ia lebih mirip denganmu daripada Hyungmu." Ibu Jong Kook bercerita dengan antusias.
Betapa Kim Jong Kook sangat merindukan kehangatan ibunya. Selama ini Ia jarang bisa menghabiskan waktu bersama keluarga, terutama setelah Ia memutuskan untuk tinggal terpisah.
Kemudian, Kim Jong Kook berjalan menuju kamarnya. Kamar yang menjadi teman sejak Ia mengenal dunia hingga berusia 28 tahun-atau lebih tepatnya, hingga Ia kehilangan setengah jiwanya.-
Kim Jong Kook baru saja mendaratkan tubuh di ranjang, namun kegaduhan tiba-tiba muncul dari arah dapur. Bergegas Ia menuju sumber suara.
"Yeobo! Kau tidak apa-apa?" Ayah Jong Kook berusaha membangunkan istrinya yang terduduk di lantai. Jong Kook segera mengambil alih. Dengan sigap Ia bopong Ibunya menuju kamar. Ia membaringkan Ibunya dengan sangat hati-hati.
"Umma, apa yang terjadi?" Kekhawatiran terpancar jelas dari raut wajah Jong Kook.
"Umma hanya sedikit pusing." Dengan lemah wanita tua itu menjawab.
"Aku akan memanggil dokter." Jong Kook bangkit hendak menghubungi dokter keluarga. Namun, ibunya mencegah.
"Tidak perlu, Kookie-ya. Ini hanya pusing biasa. Orang-orang tua seperti kami memang sering mengalami hal semacam ini." Ibu Jong Kook tersenyum, berusaha meyakinkan anaknya. Dia mulai menggenggam tangan anak kesayangannya. Kim Jong Kook hanya terduduk di samping ranjang ibunya.
"Ne. Umma. Beristirahatlah" Kini giliran Kim Jong Kook yang mengeratkan genggaman tangan diantara mereka.
***
Kwang Soo baru saja tertidur, setelah 10 menit terakhir terus saja mengoceh. Ia mencoba menjelaskan betapa khawatir ibunya. Dia adalah anak laki-laki satu-satunya, namun kini harus pergi ke pulau terpencil untuk waktu yang tidak dapat dipastikan.
Kim Jong Kook hanya menatap kosong ke arah luar. Meski insiden pengabaian dari Tuan Kang sudah lewat 3 hari, penyesalan dan rasa bersalah masih menghantuinya.
"Sudahlah kau tidak perlu khawatir begitu. Kau sudah melakukan yang terbaik." Yoo Jae Suk menyadari kegelisahan Kim Jong Kook.
"Kau masih saja memikirkannya? Bukankah sudah ku bilang, dia memang sangat menyebalkan. Harusnya kau tak perlu mengajaknya sedari awal." Ji Suk Jin turut berbicara dari balik kemudi.
"Ah, Hyung. Jangan memperburuk keadaan." Jae Suk menegur Suk Jin.
"Mianhae, Hyung. Awalnya ku pikir kerja sama ini akan sangat menguntungkan perusahaan. Perusahaannya lah yang merajai industri makanan di China. Tapi akhirnya lepas sia-sia." Jong Kook menghela nafas. Matanya masih tidak beralih sedikitpun dari jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate Of Love
FanfictionSong Ji Hyo, gadis berhati beku namun memiliki tanggung jawab moral yang luar biasa. Ia tak percaya cinta namun percaya akan kewajiban. Ia tak tergila-gila dengan harta maupun kasih sayang, satu-satunya yang dikejarnya hanyalah pengalaman. Ia berhar...