"Halo...Dika..." Adrian tiba-tiba menghubungi sekretarisnya. Membuat Rea bertanya-tanya heran. Bukankah sejak tadi ia dan Adrian sedang asyik sarapan, kenapa tiba-tiba Adrian menelepon Dika. Apakah ada pekerjaan yang tiba-tiba diingatnya, dan itu penting?
Dan saat itulah Rea mendengar kalimat Adrian berikutnya.
"Hari ini kau urus semuanya, aku tidak akan berangkat ke kantor. Ada urusan mendadak. Oke?" Adrian memutus panggilan.
Rea bertambah heran. Ada urusan mendadak? Urusan apa? Belum sempat Rea bertanya, Adrian sudah lebih dulu bersuara.
"Ayo, kau bilang mau membersihkan kamarku. Kita bersihkan bersama-sama." Adrian tersenyum.
Mata Rea seketika membulat. Apa-apaan Adrian ini? Kenapa dia harus membolos segala jika hanya mau membereskan kamarnya. Ini keterlaluan.
"Karena kau memaksa mau membersihkannya sendiri, jadi aku tidak punya pilihan." Adrian berkata enteng, membuat Rea semakin dibuatnya kesal.
"Adrian, kau...."
"Aku sudah selesai..." potong Adrian cepat selesai menyuapkan makanan terakhirnya. Lantas bergegas bangun, melepas dasi yang sejak tadi sudah melingkar tenang, membuka kancing lengan dan bersiap untuk mengganti kemeja putihnya.
"Kau ini keterlaluan," Rea mendengus. "Aku tidak jadi membersihkan kamarmu."
"Tidak apa-apa, justru itu keinginanku sejak tadi," suara Adrian terdengar lamat-lamat, karena ia sudah jauh meninggalkan meja makan. "Biar aku yang akan membersihkannya sendiri."
Dasar Adrian! Rea mulai mengerti satu sifat menyebalkan dari Adrian, keras kepala dan seenaknya sendiri.
Rea berusaha bersikap masa bodoh, kembali menyendokkan makanan ke mulutnya. Tapi kurang dari satu menit, ia meraih gelas berisi air putih dan meminumnya sekali teguk.
"Dasar menyebalkan," rutuk Rea yang kemudian bangkit dari kursi lantas berjalan menuju kamar Adrian.
Tentu saja ia tidak bisa membiarkan Adrian membersihkannya sendiri. Meskipun ia kesal dengan keputusan Adrian yang seenaknya sendiri, tapi ia akan jauh lebih kesal jika membiarkan Adrian melakukannya seorang diri.
Jadi di sinilah Rea sekarang, di depan pintu kamar Adrian. Ia akan bersiap masuk tanpa perlu mengetuk pintu lebih dulu. Biarkan saja, toh, ia sedang kesal.
Seketika saja wajah Rea memerah karena malu, ia cepat-cepat menutup mukanya sendiri. Begitu pintu terbuka, ternyata Adrian sedang berganti baju, hanya mengenakan celana bokser pendek dan bertelanjang dada.
"Aku tidak telanjang, Rea. Lagian kenapa kau tidak mengetuk pintu lebih dulu, siapa tahu tadi aku berniat telanjang." Adrian cengar-cengir mendapati reaksi Rea yang jadi salah tingkah.
Sekarang Rea menyesal kenapa tidak mengetuk pintu lebih dulu. "Sudah belum ganti bajunya?" Rea berseru, kedua tangannya masih menutupi wajah.
"Lihat saja sendiri." Adrian ikut berseru, senyumnya masih terdengar. Pelan-pelan Rea mengintip dari sela-sela jari. Adrian sudah berpakaian, memakai kaos hijau lengan pendek beserta celana pendek selutut.
Adrian kembali tersenyum, membuat Rea memajukan bibirnya, bertambah kesal.
Rea melihat ke sekeliling ruangan. Ya, Tuhan...kamar ini bahkan lebih berantakan dari kapal pecah. Entah bagaimana ia akan mulai membersihkannya.
Melihat Rea mematung, Adrian berinisiatif untuk mengambil peralatan yang dibutuhkan untuk membereskan kamarnya. Ada banyak jenis alat kebersihan yang Adrian siapkan, mulai dari sapu, lap, alat pel, tempat sampah, pengki, sarung tangan karet, dua pasang sepatu bot sampai penyedot debu. Ditempatkan jadi satu di wadah besar yang dilengkapi dengan roda untuk mempermudah membawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Love, Real Love
Romance"Kita menikah bukan atas dasar cinta. Aku tidak mencintaimu dan aku yakin kau juga tidak mencintaiku. Jadi berhentilah bersikap seolah-olah aku menyiksamu. Kau dengar, Rea? Aku bahkan tidak akan tidur di kamar ini, dan akan menjalani kehidupanku sep...