Pagi ini Adrian bangun dengan sebuah harapan. Harapan bahwa ia tidak akan lagi melihat Rea menangis. Bukankah semalam Rea sudah menyetujuinya? Bahwa pernikahan ini bukanlah beban yang harus ia tanggung. Bahkan Adrian bersedia keluar dari kamar pengantin itu dan memilih kamar lain untuk ditempati.
Saat Adrian sudah berpakaian rapi, dengan mantap ia melangkahkan kakinya menuju kamar Rea. Semoga saja harapan Adrian dapat terkabul.
Kosong. Ranjang yang biasa Rea tempati tidak ada siapa-siapa. Ke mana Rea? Adrian melangkah masuk, ia berjalan menuju kamar mandi, barangkali Rea ada di dalam sana. Adrian mengetuk pintu kamar mandi terlebih dahulu.
"Apa kau ada di dalam sana Rea?" ujarnya di depan pintu kamar mandi.
Tak ada sahutan. Terlintas sekelebat bayangan kejadian kemarin, tentang ketidaksadaran Rea, apakah kali ini Rea akan melakukannya lagi? Adrian tidak ragu-ragu untuk segera membuka pintu dan ternyata...kosong. Di dalam sana juga tidak ada siapa-siapa.
Adrian mulai panik. Ia cepat-cepat keluar dari kamar Rea dan berjalan tak tentu arah ke segala ruangan. Ada apa ini? Kenapa Rea tidak ada dimana-mana? Bukankah semalam wanita itu mengerti apa yang dikatakannya. Seharusnya sekarang ia tidak perlu seperti ini lagi.
"Apa kau...sudah sarapan?" sebuah suara muncul, menyibak kekhawatiran Adrian.
Buru-buru Adrian menoleh. Dan lihatlah, wanita yang sedang dikhawatirkannya sekarang berdiri tak jauh darinya, menatapnya dengan lembut.
Tanpa sadar Adrian membuka mulut, ia tak percaya dengan apa yang di lihatnya saat ini. Rea berani menatapnya dan bahkan berbicara padanya. Apakah ia sedang bermimpi?
"Adrian..." suara lembut itu lagi-lagi menyusup telinganya. "Aku sudah membuatkan sarapan untukmu." Adrian tetap membeku, suara Rea ternyata terdengar sangat indah di telinganya. Entahlah, apakah ini imajinasinya saja ataukah itu memang benar-benar Rea.
Tidak, Adrian tidak boleh terus-terusan mematung seperti ini. Ia harus memastikan kalau wanita yang menatapnya sekaligus berbicara dengannya memang benar-benar Rea. Adrian berjalan mendekat.
Ternyata benar. Wanita ini nyata, karena saat jarak Adrian hanya berkisar satu meter, ia bisa melihat raut wajah Rea menjadi gugup sampai membuat wanita itu memundurkan langkah.
Kenapa Adrian jadi begitu aneh melihat Rea berubah? Bukankah ini yang diinginkannya. Melihat Rea tidak lagi menangis dan wajahnya tidak semenyedihkan biasanya. Kalau tingkah aneh Adrian itu dibiarkan berlama-lama, bisa jadi Rea kembali kepada kebiasaannya yang menyedihkan.
"Maaf, aku hanya...." Adrian mulai mengendalikan rasa terkejutnya. "Aku tadi mencarimu di kamar dan kau tidak ada. Jadi aku pikir...." Adrian sengaja tidak meneruskan kalimatnya.
"Aku sedang menyiapkan makanan untukmu di dapur," ujar Rea menjelaskan.
Adrian hampir saja kembali ternganga mendengar Rea bahkan menyiapkan sarapan untuknya.
"Baiklah, aku akan mencoba masakanmu." Hanya itu yang bisa dikatakan Adrian. Karena sepertinya berdiri berlama-lama bersama Rea hanya akan membuatnya terlihat semakin kikuk. Adrian mempersilahkan Rea untuk berjalan lebih dulu sementara ia mengikutinya dari belakang.
Apakah yang dirasakannya sekarang? Kenapa jantungnya tiba-tiba jadi berdetak kencang begini. Dan wajah itu...wajah tanpa air mata yang dimiliki Rea ternyata sungguh memesona. Juga suara lembut itu...ah, ada apa dengan Adrian hari ini.
***
Fajar bahkan belum muncul ketika Rea mulai membuka mata. Dengan niat baru, Rea sudah bertekad kalau dirinya tidak akan menghindari Adrian lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Love, Real Love
Romantizm"Kita menikah bukan atas dasar cinta. Aku tidak mencintaimu dan aku yakin kau juga tidak mencintaiku. Jadi berhentilah bersikap seolah-olah aku menyiksamu. Kau dengar, Rea? Aku bahkan tidak akan tidur di kamar ini, dan akan menjalani kehidupanku sep...