2nd

1.4K 139 7
                                    

Di dalam restoran, aku mendengar Jisoo memanggilku. "Yeri!" Aku hanya menoleh. Tidak berniat untuk membalas karena mood ku benar-benar hancur karena pemuda itu.

Sudah sepuluh menit aku meninggalkan restoran dan berurusan dengan pemuda sialan -yang sialnya lagi, tampan- itu, kini kabarnya makanan pengganti 'tamu penting' sudah jadi.

"Jangan sampai jatuh lagi. Hati-hati." Jisoo memperingatkan ku.

"Aku tahu. Itu tidak akan terjadi lagi. Lelaki itu sudah ku usir jauh-jauh dari sini."

Aku berjalan dengan hati-hati menuju salah satu ruang VIP yang dihuni oleh sebuah keluarga dengan 3 anggota keluarga. Aku rasa mereka adalah sepasang suami istri paruh baya dan satunya adalah laki-laki, anaknya mungkin. Wajah mereka terlihat kecewa.

"Ma... Maaf tuan, nyonya. Ini pesanan makanannya." Aku berkata sambil menunduk, tidak berani menatap wajah mereka.

"Silahkan menikmati hidangan kami. Saya permisi." Lanjutku yang tetap masih menunduk tidak berani menatap. Saat aku hendak berbalik, salah satu dari mereka yang kurasa anaknya itu berkata padaku.

"Kenapa lama sekali? Kami disini sudah kelaparan!" Ucap lelaki itu dengan dingin. Aku memandangnya. Astaga, dia tampan sekali ternyata. Aku baru menyadarinya saat aku menatap wajahnya.

"Ta.. Tadi sempat ada insiden yang membuat kami harus memasak ulang pesanan anda, Tuan." Kataku dengan sopan walaupun agak takut. Aku merasa bersalah, padahal ini bukan salahku. Tapi aku melihat lelaki ini, wajahnya berkarisma seperti ayahnya. Pantas saja mereka disebut sebagai 'tamu penting'. Gaya mereka terlihat berkelas level atas.

"Kami benar-benar minta maaf. Kejadian ini tidak akan terulang lagi."

"Tidak masalah. Tapi setidaknya, beri kami potongan harga 40%." Mataku membelalak. Lelaki ini meminta potongan harga? Yang benar saja?

"Jimin!" Aku melihat ayahnya menegur.

"Ayah, kita sudah menunggu lebih dari setengah jam. Adil?"

"Jimin, tidak ada istilah potongan harga dalam makanan." Ibunya pun ikut menegur.

"Sekali lagi saya minta maaf. Hal ini tidak akan terjadi lagi. Saya permisi." Aku membungkukkan badanku sopan dan berbalik meninggalkan mereka. Aku melihat kedua orang tua dan lelaki galak bernama Jimin itu tersenyum sekilas.

❤❤❤

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat. Aku sangat sibuk hari ini. Aku melihat jam di tangan, ternyata sudah pukul 11 malam. Saatnya untuk pulang, mandi dan beristirahat.

Setelah selesai, aku merebahkan diri di kasur empukku. Hari yang melelahkan. Aku harus bertemu dengan orang-orang yang aneh hari ini.

Pertama, bertemu dengan pelanggan ceroboh. Kedua, bertemu 'tamu penting' yang tampan tapi seperti orang autis, menyebalkan. Kedua lelaki berbeda karakter itu sama-sama membuatku kesal dalam satu hari.

Seketika aku baru ingat. Aku harus memberitahu total harga yang harus dibayar oleh mahasiswa ceroboh itu. Aku mengambil secarik kertas dan membaca kartu tersebut. Aku juga membaca alamat dan nomor teleponnya.

"Astaga!" Aku terkejut setelah membacanya.
"Na.. Namanya Jeon Jungkook dan tinggal di Busan?"

Ruang kamarku lengang seketika. Terasa sangat hampa. Suara televisi yang tadinya berisik pun tidak terdengar oleh telingaku.

"Bagaimana bisa?" Pikirku.

"Itu pasti bukan Jeon Jungkook yang dulu. Itu sangat mustahil!" Aku menggeleng.

"Mana mungkin itu Jungkook yang dulu? Pasti ada banyak Jeon Jungkook di Busan!" Aku mengacak rambutku frustasi.

"Tidak! Jungkook sudah meninggal beberapa tahun yang lalu." Aku terus bermonolog menghilangkan pikiran yang sudah aku kubur dalam-dalam sejak lama. Tapi, nama serta alamat lengkap yang tertera di kartu itu membuatku ragu kembali.

"Tidak mungkin Jungkook masih hidup! Itu tidak mungkin!"

TBC

Lie ; j.j.kTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang