Di hari berikutnya, aku masih seperti biasanya. Entah mengapa aku masih saja selalu memikirkan Jungkook. Seolah hatiku telah terkunci, dan kuncinya adalah Jungkook. Hanya dengan Jungkook lah hatiku bisa terbuka.
Saat ini aku baru pulang bekerja. Segera kulangkahkan kakiku menuju halte. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya bus yang kutunggu datang juga.
Aku lelah sekali, hari ini rasanya banyak sekali orang yang mengunjungi restoran tempatku bekerja. Aku duduk di pinggir jendela sambil memandangi jalanan Seoul.
Beberapa menit kemudian, bus yang ku tumpangi sudah sampai di halte. Untung saja haltenya tidak jauh dari apartemenku, jadi aku tidak begitu memperhitungkannya.
Dengan segera aku masuk menuju lift dan setelah sampai aku keluar menuju pintu aprtemenku. Aku berjalan dengan gontai. Aku lelah sekali.
Aku memasukkan digit code, dan pintu pun terbuka. Aku segera masuk dan menghempaskan tubuhku ke sofa ruang tamu. Aku tidak peduli pada sepatuku yang belum terlepas. Rasanya sungguh malas.
Kulihat jam di pergelangan tanganku, sudah pukul enam sore. Sebaiknya aku pergi mandi untuk menyegarkan badanku.
Setelah selesai mandi, aku berjalan menuju ranjang untuk mengistirahatkan hati, otak dan fisikku yang uring-uringan untuk beberapa hari ini. Bahkan berat badanku pun turun drastis.
Aku masuk ke dalam selimut lalu memposisikan tubuhku senyaman mungkin. Dengan perlahan, mataku mulai memberat.
Ting... Tong...
Hhfftt, baru saja aku menutup mataku, sudah ada tamu yang datang. Sebenarnya aku terlalu malas untuk membukanya.
Aku perlahan bangkit dari kasur, segera menuju ke pintu dan bersiap untuk memarahinya.
Ceklek...
Mataku membulat dan bibirku tak mengatup dengan benar. Aku menutupnya dengan tanganku. Aku terkejut siapa yang datang keapartemenku.
"Ju- jungkook?"
Dia awalnya menunduk dan dengan perlahan tapi pasti, dia mulai mendongakkan kepalanya untuk melihatku yang masih terkejut.
"Yeri."
"Jungkook, sedang apa kau disini? Dan untuk apa kau menemuiku?"
"Kau tak mempekenankan aku masuk dulu?"
"Oh, maaf aku lupa. Masuklah."
Setelah itu, aku bawa Jungkook ke ruang tamu. Kami sedikit canggung. Paham dengan keadaan ini, aku pun berdehem.
"Oh ya, mau minum apa? Biar aku ambilkan."
"Terserah saja."
"Baiklah, akan ku ambilkan jus jeruk. Tunggu sebentar."
Aku pun bergegas ke dapur. Ku ambil jus jeruk yang selalu tersedia di dalam kulkas. Sebenarnya, banyak sekali pertanyaan yang berputar di otakku. Baiklah, untuk kali ini aku akan diam terlebih dahulu.
Aku membawa nampan yang berisikan jus jeruk lalu memberikannya pada Jungkook. Dia tersenyum, tapi aku tak mengerti arti dari senyum itu.
"Kau, ada perlu apa sampai-sampai datang ke apartemenku? Dan tau dari mana kalau aku tinggal disini?"
"Aku ingin mengobrol sedikit dengamu. Dan untuk pertanyaan kedua, aku tidak perlu menjawab. Itu tidak terlalu penting."
Aku mendengus kesal. Jawabannya sama sekali tidak seperti yang aku harapkan.
Tiba-tiba saja Jungkook berpindah dan duduk disampingku. Aku terkejut. Aku memandangnya dengan heran, dia hanya tersenyum.
"Yeri?"
"A-da apa?"
Aku selalu saja gugup jika didekatnya. Ya Tuhan, dia bukan Jungkook yang dulu. Kenapa jantungku masih saja ingin lepas dari tempatnya?
"Yeri, aku merindukanmu."
Dan setelah kata itu selesai diucapkan, dia pun memelukku. Aku masih terkejut dengan perlakuannya. Dia mengelus kepalaku dan sesekali mencium pucuk kepalaku. Aku belum mengerti keadaan ini. Aku belum membalas ucapan dan pelukannya.
"Yeri, kau tau? Ingatanku sudah kembali."
Aku semakin membulatkan mataku. Ternyata ingatan Jungkook sudah kembali.
"Aku merindukanmu. Sungguh, Yeri aku sangat merindukanmu." Seraya mengelus rambutku dan menghirup aroma shampooku.
"Lepaskan aku Jeon Jungkook!" aku berkata dingin tanpa ada bentakan. Satu persatu air mataku lolos menuju ke pipi.
"Yeri maafkan aku. Aku menyesal, maafkan aku, Yeri. Aku mencintaimu. Aku tau aku terlalu bodoh baru menyadari hal ini. Tapi sekarang aku sadar jika kau yang aku cinta. Bahkan pertama kali yang aku cari setelah aku sadar dari kecelakaan kemarin adalah kau." Ia semakin mengeratkan pelukannya.
Aku memberontak di dalam pelukanya, memukul-mukul dadanya walaupun aku tahu itu tidak sakit sama sekali.
"Maafkan aku, Yeri. Aku mencintaimu. Sangat."
"I hate you!" Aku berkata sambil terisak dan membalas pelukannya.
"I know you can't." ia terus saja memelukku dengan erat. Mengelus rambutku dengan sayang, mencium pucuk kepalaku.
Setelah tangisanku sudah reda, aku melepas pelukannya.
"Sstt, jangan menangis lagi. Aku tidak suka melihatmu menangis. Apalagi karenaku." Ia berkata sembari mengusap pipiku membersihkan sisa air mata, membuatku dengan segera mengangguk dan tersenyum.
"Kau ingin menginap? Ini sudah malam. Akan kusiapkan kamar sebelah untukmu."
"Ya, terimakasih. Tapi, kau menerimaku lagi kan?"
Aku mengangguk sembari tersenyum sebagai jawabannya. Kulihat ia juga tersenyum. Dengan perlahan ia mencium keningku dan memelukku kembali. Setelah itu ia melepaskan pelukanku dan menyatukan keningku dengan keningnya.
"I love you." Ia berbisik didepan bibirku. Ia mengecup bibirku. Hanya sekilas, membuatku tersenyum untuk kesekian kalinya.
"I love you too."
Dan malam ini, aku merasa nyawaku bertambah berkali-kali lipat. Aku bersyukur. Sepertinya dewi fortuna mencintaku juga sekarang.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie ; j.j.k
FanfictionJungkook.. Jeon Jungkook. Itukah kamu? Kamu masih hidup atau hanya perasaanku?