7th

789 98 7
                                    

"Jungkook. Jeon Jungkook... Itukah kamu? Kamu masih hidup atau hanya perasaanku?"

"Hallo?" Sapaku pada Jungkook.

"Hallo. Hmm, aku tahu ini mendadak. Tapi, tolong, bisakah kau mengembalikan kartu identitasku?"

"Sekarang?"

"Ya. Ini mendesak. Kau bukan polisi yang bisa menahan barang berhargaku, kan? Jadi tolong."

"Baiklah. Kalau begitu, temui aku di taman yang kemarin."

Aku menutup panggilannya. Sepertinya memang mendesak. Jungkook benar, aku bukan polisi yang bisa melakukan ini itu seenak jidatku.

Aku melangkahkan kakiku untuk menuju kamar mandi. Setelah selesai, aku memakai celana ripped jeans, blous putih polos dan kututupi dengan jaket jeans. Tak lupa juga dengan snapback berwarna putih lalu memakainya. Setelah siap, kuambil kartu identitas milik Jungkook.

Aku keluar dan mengunci pintu. Tumben sekali diluar sepi. Bahkan aku tidak mendengar tetanggaku yang biasanya ribut itu.

Aku berjalan menerjang angin menuju taman. Tiba-tiba aku menabrak seorang perempuan. Untung saja perempuan itu baik dan cantik. Dia langsung memaafkanku. Aku pun membungkukkan badanku sopan lalu pergi. Benar-benar menyita waktu. Aku khawatir Jungkook menungguku lama.

Disana, duduklah seorang laki-laki yang sedang menunggku. Dia tampak kedinginan. Sontak pikiran itu datang lagi, terus menerus menghantuiku dan menyerap semangatku. Aku menghampiri Jungkook.

"Hai!" Aku menyapanya pelan. Laki-laki itu menoleh lalu berdiri. Suaraku tak seceria tadi. Aku mengeluarkan sesuatu dari dalam tasku lalu memberikannya pada Jungkook.

"Maaf membuatmu menunggu. Ini kartu identitasmu, aku kembalikan."

"Terimakasih. Aku berjanji akan mencicil lagi."

Aku mengangguk mengerti. Jungkook berbalik, menjauh dariku. Dia bepikir tidak ada yang dibicarakan lagi setelah ini.

"Jungkook! Tunggu!"

"Ya?"

"Apa dulu kamu pernah mengenal... Yeri?"

Laki-laki didepanku ini mengerutkan dahinya. Dia mulai berpikir.

"Siapa tadi?"

"Yeri. Kim Yerim lebih tepatnya."

Jungkook tidak merespon. Dia berusaha mengingat-ingat.

"Aku tidak tahu."

"Oh ya?" Aku terus bertanya. Semakin ia bingung, aku semakin penasaran.

"Yeri? Sudah kubilang aku tidak tahu. Tapi, kenapa namanya tidak asing ya?"

Jungkook terus mengucapkan namaku berulang kali. Dia bahkan tak curiga bahwa itu namaku.

"Itu... Itu adalah namaku."

"Benarkah? Aku tak menyangka namamu sebagus itu."

Aku tersenyum padanya untuk pertama kali. Entah kenapa rasa kesal dan amarahku hilang begitu saja. Padahal baru saja kemarin aku bertemu dengan laki-laki ini, lalu menabrakku dan membuat gajiku dipotong.

"Terimakasih." Ucapku padanya.

"Kenapa kau tiba-tiba berubah, Yer? Bukannya kemarin kau masih marah-marah padaku? Kenapa sekarang jadi lesu begini?"

"Aku hanya rindu pada seseorang."

"Kenapa kamu tidak menghubungi atau bertemu dengannya? Mudah saja, kan?"

"Memang mudah. Yang sulit itu adalah ketika kita harus mencari kebenaran."

"Kau ini bicara apa?"

"Jungkook, pernahkah kau merasa kehilangan seseorang tetapi kau tidak tahu dia masih hidup atau tidak dan dimana dia berada?"

"Pernah. Dulu aku pernah merasa sangat kehilangan. Namun aku tidak tahu apa atau siapa itu. Tapi itu dulu saat aku masih SMA. Aku masih ingat, aku pernah menangis karenanya. Seiring berjalannya waktu, rasa itu hilang dengan sendirinya."

"Ka- kapan itu terjadi?"

"Sudah lama sekali. Waktu umurku tujuh belas tahun. Aku ingat itu."

Aku terdiam. Tujuh belas tahun berarti empat tahun lalu. Dan aku mengalami hal serupa saat itu.

"Kau bilang kau masih ingat. Apa yang terjadi sebelum itu?"

"Aku- aku tidak ingat. Maaf aku harus pergi."

"Jungkook." Aku menarik tangannya. "Jujur saja padaku.. Apa yang terjadi sebelumnya?"

Jungkook terdiam. Ribuan pertanyaan tak terjawabkan hadir dalam pikiranku. Dan aku selalu ingin tahu jawabannya.

"Aku tidak ingat! Jangan memaksaku untuk mengingat! Karena aku tak mengingat persis apa yang terjadi saat itu. Berhenti bertanya, Yeri. Aku tidak tahu jawabannya."

"Kau pernah kecelakaan?"

"Kubilang berhentilah bertanya!"

Jungkook menarik tangannya kembali. Dia meninggalkanku yang masih mematung ditempat. Aku menyerah dan memutuskan untuk membiarkannya pergi. Kini firasatku semakin kuat.

Dialah Jungkook yang selama ini aku rindukan.
Dialah Jungkook yang dulu selalu mengingatkanku makan.
Dialah Jungkook yang dulu selalu menghiburku saat nilai ujianku jelek.
Dialah Jungkook yang dulu membuat hari-hariku berwarna bak pelangi.

Meski aku dulu tidak tahu seperti apa Jungkook sebenarnya, aku bisa merasakan kedekatan dengannya.

Luka dihatiku kini terbuka lagi. Meski sudah dibalut perban terbaik, luka tetaplah luka. Kian membekas dilubuk hatiku.

Aku terus melamun memikirkan hal ini.

TBC

Lie ; j.j.kTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang