Bagian 6

1.8K 307 6
                                    


"Hey, pendek, bangun! Dasar pemalas."

Jongin mengguncang bahu Eunji yang masih terlelap di bawah selimut, di kamar tidur gadis itu. Eunji hanya mengerang, mengibaskan tangan lalu menyembunyikan wajahnya di bawah bantal. Jongin kesal sekali, dia menyibak selimut, lalu tanpa perasaan menarik gadis itu untuk duduk. Eunji terkesiap, dia sempat berteriak tapi bungkam setelah menemukan wajah Jongin tepat di depan hidungnya.

"Maaf----terlambat bangun." kata Eunji, matanya setengah tertutup, "kamar ini sangat nyaman, jadi----aauuwww...."

Eunji berhenti bicara lalu mengaduh, Jongin baru saja menoyor kepalanya.

"Para pelayan mengeluh tidak bisa membangunkanmu, kau itu tidur atau mati?!"

"Tidur, aku rasa." Eunji cemberut, Jongin lagi-lagi menoyor kepalanya.

"Cepat bersiap. Selama dua minggu ke depan, kau akan mengikuti acara tidak penting untuk pernikahan."

Eunji tidak menanggapi, dia hanya mengerjab, menguap, menggaruk kepalanya, kantuk masih menyandera setengah nyawanya di suatu tempat.

"KWON EUNJI!"

Eunji terlompat, lalu bergegas turun dari ranjang, berdiri tegap. "Iyah, Tuan, aku mengerti." kata Eunji, lalu dia menguap lagi.

Jongin mengerang, dia kesal bukan kepalang. Tadinya Jongin ingin memberi tahu Eunji (kenapa dia harus memberi tahu Eunji? Memang apa pentingnya?) kalau dia akan pergi ke Jenewa selama satu minggu, tapi sekarang sudah tidak minat. Jongin keluar dari kamar dengan sumpah serapah, para pelayan yang sejak tadi berdiri di muka pintu membungkuk, lalu bergegas menghampiri Eunji, membantu gadis itu untuk bersiap.

~000~

Sekyung menatap bayangan tubuhnya yang nyaris sempurna dari balik pantulan kaca setinggi badan, dua pelayan membantunya menata rambut dan memastikan terusan Erdem Moralioglu biru dongker dengan kerah sabrina tidak kurang suatu apapun. Usianya memang tak lagi muda, hampir menyentuh angka lima puluh, namun Sekyung tetap memperhatikan penampilannya. Sedari kecil Ahn Sekyung selalu tampil sempurna, dari ujung kepala sampai kaki. Putri tunggal dari pasangan pengusaha dan perancang busana terkenal itu, bahkan tidak pernah memakai pakaian yang sama lebih dari tiga kali.

"Nyonya Sekyung, gadis itu sudah datang."

Dari balik bahu Sekyung tersenyum, anggun, terpelajar, sekaligus mengintimidasi. Dia berjalan tenang menuju ruangan di mana Eunji sudah duduk dalam gugup yang menghisap hampir seluruh keberaniannya. Eunji memutar cincin safirnya beberapa kali, berharap dapat sedikit mengendalikan kegelisahannya. Namun semuanya terasa sia-sia, sosok menjulang Sekyung bersama dua pelayan dan seorang wanita bule muncul di ambang pintu, membuat Eunji semakin memaku.

Eunji buru-buru berdiri, memberi salam sambil membungkukkan badan. Sekyung duduk tegap di depannya, di bawah lukisan super besar dalam bingkai keemasan. Ruangan itu bergaya klasik dengan warna putih dan emas yang mendominasi, sangat indah, tapi terasa seperti ruang pesakitan untuk Eunji. Pelayan menyajikan dua cangkir teh di atas meja kaca yang menjadi pembatas satu-satunya antara Eunji dan Sekyung, tanpa suara, lalu buru-buru keluar dari ruangan setelah itu. Menyisakan wanita bule, kisaran umur empat puluh, tinggi besar. Rambut cokelat sebahu, ketegasan tersirat dari wajah dan setelan hitam yang dipakainya, duduk di sofa samping Sekyung, memperhatikan Eunji seksama. Tanpa bisa dicegah, bulu kuduk Eunji meremang.

"Ada beberapa hal yang ingin aku tegaskan padamu, Kwon Eunji."

Eunji setengah menunduk, menghindar dari tatapan Sekyung yang serasa mengulitinya hidup-hidup. Bulu kuduk Eunji kian meremang, pucat, bagi Eunji Sekyung tampak seperti Ratu jahat di cerita Snow White.

The Second OPERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang