Sebuah omong kosong tentang harapan dibalik takdir yang mempertemukanku
***
"Spaghetti Bolognaise dua porsi dan daging asam manis satu porsi!" Teriakku pada seorang priayang sedang memasak didapur restauranku, restauran kecil yang baru saja ku dirikan dengan mengusung tema classic dan ditambah dekorasi lukisan dari galeriku. Inilah jalan yang kupilih bersama pria itu. Siapa dia? Akan ku ceritakan bagaimana kami bertemu bahkan jauh sebelumnya.
***
Sejak umurku 4 tahun, kedua orangtuaku sudah memperkenalkanku dengan dunia seni khususnya lukis, mereka adalah duet pelukis yang memiliki galeri besar dipinggir kota. Darah seniman sudah mengalir dan berdenyut dalam tubuhku seakan membuat suatu ikatan yang erat.
Aku kerap memenangkan lomba-lomba yang memuluskan perjalanan ku menempuh jenjang perguruan tinggi di universitas ayah ku dulu.
Setelah lulus aku jatuh cinta pada seni menggambar manga atau komik terbitan dan terjun kedalamnya. Setelah debut pertamaku, aku mampu membuat galeriku sendiri dipusat kota yang padat.
Orangtuaku memutuskan untuk pensiun, galeri mereka dijual lalu diamalkan kini mereka menikmati masa tua dikampung halamanku.
Namaku semakin melambung dan menjadi perbincangan orang-orang, mereka bahkan menjulukiku
sang pesulap.
Entah apa yang publik rasakan terhadap karyaku, tapi aku tetap menghargainya.
Aku punya rumah sendiri, galeriku sendiri, penggemar karyaku, orangtua yang bahagia dan bangga, sahabat yang selalu mendukungku, bahkan uang untuk sedikit bersenang-senang. Hidup ini sangat sempurna.
Sampai semuanya terenggut oleh pergelangan tangan kananku yang remuk akibat terjatuh dari tangga, saat menyesaikan lukisanku setinggi 3 meter digaleriku.
Awalnya aku tak menyadari ada yang janggal dengan tanganku. Aku bahkan masih bisa menyelaikan sisa deadline dan beraktivitas seperti biasa.
Setelah itu ditengah malam aku terbangun dengan sakit yang terangat sangat di tangan kananku. Aku sangat terkejut ketika mengetahui behwa tanganku sudah patah dan dokter seakan tak percaya setelah terjatuh dari tangga aku tak merasakan apa-apa.
Aku terpaksa cuti dan hanya berdiam diri dirumah, itu sangat-sangat membuatku muak bahkan aku tak bisa memegang pensil dengan benar membuatku sakit hati.
Stres ini membuatku kerap bermimpi buruk, rasanya tangan kananku mengeluarkan darah sangat banyak hingga aku tenggelam dalamnya. Aku terbangun dengan keringat dingin dan tangan yang gemetar.
Orangtuaku pasti akan sedih mendengar keadaanku. Namun aku tak sendirian, Celin sahabatku ia selalu menemaniku dikala ku terpuruk.
Aku terus mencoba untuk pulih, tapi sia-sia usaha ku berakhir dengan pisau yang merobek-robek kanvas yang ku gambar.
Entah sudah berapa lama aku tak tampil dipublik atau mengeluarkan karya baru. Walau gips ditanganku sudah dilepas, aku masih tak bisa menggambar dengan benar.
Untuk merayakan lepasnya parasit ditangan kananku, Celin mengajakku ke toko buku legendaris dipinggir kota.
Toko itu berasa ditempat yang terpencil dan terlihat sangat tua. Legendaris? Lebih terlihat toko buku tua.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan One Shot
Short StoryKumpulan cerpen murni imajinasi penulis Jika ada unsur kesamaan nama tempat atau alur itu merupakan kebetulan semata.