Suicide Love

3.1K 92 0
                                    

Aku tak pernah memperhatikannya sampai ia membuat kegaduhan di rumahku. Rumah kecil berlantai 3 yang ku huni bersama ibuku saja, lantai 1 untuk cafe, lantai 2 adalah rumah kami dan lantai 3 adalah atap terbuka dengan taman kecil.

Siang itu, siang yang sangat panas. Membuatku hanya ingin minum segelas lemon dibawah pohon.

Seorang pria memesan expresso dan beberapa cemilan. Dari penampilannya ia hanya pria biasa namun anehnya semenjak saat itu ia tak pernah absen untuk datang ke cafe.

Bahkan mendaftar menjadi anggota member yang notabene didominasi perempuan.

Ibu sangat akrab dengannya, namun aku tak pernah ingin menyinggung apapun tentang pria itu.

Keakraban mereka semakin parah dan kali ini aku sangat jengkel, karena ibu mengajaknya kelantai 2. Apa mungkin? Ah.. Tidak mungkin. Aku tidak mungkin punya ayah baru yang seumuran.

Beberapa saat mereka berdua naik bersama, hanya ibu yang kembali turun. Dimana pria itu? Aku penasaran dan memutuskan untuk memeriksa.

Dilantai dua tidak ada tanda-tanda dari pria itu, kamar mandi, ruang tamu, kamarku, kamar ibu, dimana pun.

Sinar matahari yang menyilaukan menyapa mataku, sehingga aku harus sedikit menyipit dan menghalangi sinarnya dengan tanganku.

Pria itu berdiri sendirian diujung atap dengan tangan terbuka seperti mencicipi kenikmatan mentari.

Apa yang ia lakukan disini sendirian? Perlahan ia melangkah kedepan dan semakin kepinggir saja. Apa ia akan bunuh diri?

Tidak ini tidak bisa terjadi! Tidak di rumahku dan cafe ku!

"Hey stop!!!" Terlambat, seruanku keluar besamaan dengan tubuhnya yang jatuh dengan lembut dan mendarat dengan kasar dibelakang cafe.

Seakan tak percaya aku terkejap beberapa detik memandangi tubuh pria itu tergeletak jauh ditanah.

Aku segera turun dan melihat ibuku sedang dikasir untuk menghitung uang. Melihat ekspresiku, ia menyadari sesuatu sedang terjadi dan mengikutiku berlari kebelakang cafe.

Ibu terkejut dan terduduk ditanah sedangkan aku langsung memeluk tubuh lemas pria itu untuk merasakan detaknya, aku sangat panik sampai detak jantungku lebih keras. Aku masih bisa merasakan denyut nadi di lehernya.

"Ibu cepat telfon ambulance!" Kataku dan ibu segera menekan dengan panik handphone nya.

Aku tak memindahkannya karena takut bisa saja ada tulang yang retak. Sesaat kemudian ambulance datang dengan cepat. Aku menutup cafe dan mengambil syal juga beberapa jumlah uang.

Ibu terus saja menegangi tangan pria itu, sebenarnya ada hubungan apa diantara mereka?

Aneh ia tak membawa dompet atau identitas apapun saat tenaga medis memeriksanya. Tapi ibu dengan lancar menulis administrasinya.

"Rossie, ibu harus menelfon seseorang. Kau tunggu dokter untuk memberitahu keadaannya ya." Kata ibu aku hanya mengangguk dan ia pergi.

Ibu pergi lama sekali sampai dokter selesai mengoperasi pria itu dan memindahkannya ke ICU.

Aku mengirimi ibu pesan dimana pria itu dipindahkan, sepertinya ibu tidak membacanya. Aku hanya duduk  dan bersandar ditemani suara alat-alat yang terus saja berdebip juga suara pompa.

Aku sangat penasaran dengan pria ini, sungguh rasanya ingin mengguncang tubuhnya dan meminta penjelasan. Tapi sekarang ia masih tak sadarkan diri dengan perban yang membalut dadanya.

Bahunya terlihat tangguh dari jauh, aku mendekatinya mataku tak bisa berhenti memperhatikan bulu matanya yang terpapar uap pelembab ruangan.

Dari dekat pria ini terlihat sangat polos, tanganku menyentuh rambut depannya yang sedikit berantakan dan merapikannya. Dari balik alat pernapasan itu aku bisa melihat luka ditepi bibirnya, sepertinya ia suka berkelahi.

Kumpulan One ShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang