Chapter 8

5.3K 240 29
                                    

Pagi hari yang cerah dengan sepasang anak adam dan hawa yang sedang bergelung nyaman dengan lengan kokoh seorang pria sebagai penyangga bagian kepala wanita yang sedang terlelap dengan damai.

Merasa cahaya semakin mengganggu penglihatannya, pria itu membuka matanya dengan perlahan. Ada yang aneh dengan sebelah tangannya yang mati rasa, pria itu menoleh kebagian bawah dagunya lalu terdiam. Sejak kapan wanita ini ada di lengannya?

Kau yang memindahkan kepala wanita itu semalam, bodoh.

Seakan tersadar, justin langsung menarik tangannya dengan kasar lalu terduduk. Hal yang dilakukan pria itu berhasil membuat wanita yang tengah terlelap itu terbangun hingga duduk saking kagetnya.

"Aduh." Selena memegang kepalanya lalu menunduk karena pusing yang menderanya karena dari posisi berbaring tersentak hingga terduduk.

"Kenapa? Apa yang sakit?" Justin bergerak mendekat, membawa wanita itu kedalam dekapannya. Meraup seluruh wajah selena, dengan telapak tangannya yang besar. "Kenapa? Kenapa kepalamu?"

"Pusing." Selena mencicit dengan masih memegang kepalanya yang ikut dipegang oleh sang suami.

Justin meringis kecil, kenapa ia menjadi merasa bersalah seperti ini?

"Tidur lagi." Justin membaringkan selena dengan masih mengusap kepala wanita itu dengan lembut. Wanita itu juga tampak menikmati, terbukti dengan matanya yang sudah tertutup menerima sentuhan dari justin.

10 menit dalam posisi seperti itu, seakan sadar dengan apa yang terjadi. Justin langsung menarik tangannya lalu duduk kembali dengan canggung.

"Makasih, justin." Justin hanya mengangguk lalu turun dari ranjang, menuju kamar mandi.

Selena tersenyum tanpa sadar, justin benar-benar dalam keadaan sangat luar biasa untuk 5 hari belakangan ini setelah mengetahui dirinya tengah hamil muda. Justin juga selalu menuruti keinginannya walaupun sekali-kali ia akan menampakkan wajah datar dan juga tidak relanya. Namun, selena hanya memasang muka badak dengan respon justin atas keinginannya. Karena yang ia tau, justin tidak akan tega dengan dirinya atau lebih tepatnya dengan buah hatinya.

"Aku akan kekantor hingga malam, marve akan menemanimu dikamar." Wanita itu tersadar lalu tersenyum melihat justin yang tidak mengenakan apa-apa dan sibuk memilih pakaian kantor.

Selena terkikik spontan, membuat justin menoleh. "Apa?"

"Tidak."

Selena menggeleng dan Justin kembali menarik handuknya untuk melilitkan dipinggang sambil kembali memilih pakian.

"Aku sudah istirahat 4 hari justin. Sudah lewat dari jadwal yang diberikan oleh dokter." Selena mengungkapkan isi hatinya karena sudah merasa bosan hanya duduk diatas ranjang seperti penderita penyakit serius.

Ia hanya hamil bukan penderita penyakit mematikan. Selena mendengus karena merasa jengkel lalu memilin bagian ujung pakaian tidurnya dengan kesal.

"Kau baru saja mendesah kesal padaku?"

Selena diam tidak menjawab. Ia merasa bersalah karena sudah kurang ajar kepada suaminya yang mungkin sedang menunjukkan sedikit sikap perhatian.

"Kenapa kau harus ngotot sekali untuk keluar kamar ha?"

"Aku bosan justin."

"Bosan karena tidak bisa melihat pembantu sialan itu? Iya?"

Selena menatap justin tidak percaya lalu menggeleng. "Tidak, Justin."

"Lalu alasan apa? Kau cacat selena, tidak ada yang bisa kau lalukan. Kalau kau melakukan sesuatu dan itu menyebabkan hal-hal yang tidak-tidak padamu. Aku juga yang akan disalahkan! Jangan membuat semua orang repot karenamu!"

THE FEELINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang