Memasuki malam rapat break untuk membersihkan badan dan makan malam. Setelah itu berlanjut lagi hingga sekitar pukul 11. Besok pagi akan mengadakan pertemuan dengan kontraktor setempat, setelahnya baru meninjau lokasi.
Hari itu Yonghwa marah betul pada Shinhye, pemicunya gara-gara mendengar pembicaraan Shinhye ditelepon tadi. Saat sendiri di kamar ia jadi tidak bisa berpikir jernih. Ia jadi membayangkan keseharian Shinhye dengan cowok itu di rumah mereka. Pasti lebih mesra dari yang pernah dilihatnya di depan kantor atau cafe. Matanya jadi sulit dipejamkan. Tentunya mereka makan bersama, masak bersama, nonton TV juga bersama. Dan mungkin.... mungkin tidur juga bersama!
Yonghwa seketika bangkit dari tidurannya. Dadanya terbakar. Ia harus ke kamar sebelah, mungkin sekarang Shinhye tengah teleponan dengan Taecyoen karena sejak tadi ia hanya sibuk rapat.Yonghwa kemudian keluar dari kamarnya, tangannya mengetuk pintu kamar Shinhye. Pokoknya ia masuk dulu ke kamar Shinhye, alasan ia cari belakangan.
"Sebentar!" terdengar teriakan dari dalam, suara Shinhye.
Tak lama pintu itu terbuka, Shinhye sepertinya sudah tidur, rambutnya berantakan. Astaga! Dia seksi sekali saat berantakan seperti itu.
"Sajang-nim!"
"Boleh aku masuk? Ada yang harus kubicarakan untuk rapat besok."
"Di dalam?"
"Ya. Atau kau mau ke kamarku?"
"Tidak bisakah besok pagi saja sebelum rapatnya dimulai, Sajang-nim?" Shinhye betul-betul risih.
"Aku nggak punya waktu, mungkin aku akan bangun kesiangan besok."
"Tapi ini sudah tengah malam kalau kita bicaranya di kamar.. aku..."
"Kenapa? Takut diomongin jelek orang? Kamu juga tinggal dengan laki-laki yang bukan sanak saudaramu kan?"
"Ah! Masuklah!" Shinhye melebarkan daun pintu, Yonghwa melangkah masuk sambil mengulum senyum.
"Apa yang akan Anda bicarakan, Sajang-nim?"
"Kau sudah tidur?"
"Ya. Seperti yang Anda lihat!"
"Kebiasaan tidurmu ternyata seperti ini. Memakai celana pendek dan kaos oblong. Nggak seksi sama sekali."
"Hh!" Shinhye berdesis kesal sambil diambilnya selimut guna menggulung tubuhnya.
"Cepat katakan! Aku sudah ngantuk!"
"Aku jadi ngebayangin, kamu tidur dengan pakaian seperti itu lalu cowok itu di sampingmu.."
"Ommo... Yak, Jung Yonghwa! Kau keterlaluan.... kau anggap apa aku ini?" Shinhye berteriak.
"Kalau kau tidak mau orang-orang berpikir jelek tentang kalian, cepat keluar dari rumah itu!"
"Kau menghinaku, Yonghwa-ssi!"
"Aku tanya sekarang, apa ada jaminan kalian tidak melakukan apa-apa? Dua orang dewasa, laki-laki dan perempuan tinggal di rumah hanya berdua saja..."
"Apa kau sedang cemburu, oeh?"
"Ya. Aku cemburu bahkan hampir gila, setiap hari harus melihat kalian pulang-pergi bersama. Ke rumah yang sama pula dan tanpa ada orang lain disana."
"Haha... Kau lucu!"
"Jangan tertawa!" Seketika Yonghwa mendorong Shinhye ke tempat tidur membuat tubuh Shinhye terjerembab ke atas kasur dan Yonghwa mengangkanginya. Kedua tangannya di kiri kanan telinga Shinhye, sedang wajahnya hanya sekitar 30 cm saja dari wajah Shinhye.
"Tinggalkan dia atau kau nikahi dia. Supaya aku tidak kesal setiap kali melihat kemesraan kalian."
Untuk beberapa jenak Shinhye kehilangan kesadaran, tapi saat kesadarannya terkumpul lututnya ia gerakan menembak selangkangan Yonghwa membuat lelaki itu tersungkur hampir jatuh di tubuhnya tapi secepat kilat ia berguling hingga Yonghwa hanya mencium kasur. Ia lekas berdiri kemudian ditariknya kedua tangan Yonghwa kebelakang membuatnya seperti buron yang kena tangkap polisi.
"Ah.. ah.. ah Shinhye sakit!" Yonghwa meringis.
"Katakan sekali lagi, aku harus pergi dari rumah Taecyoen Oppa atau apa?"
"Nggak, nggak, nggak. Aku cuma becanda, oeh?"
"Kau benar-benar ingin aku menikah dengan Taecyoen Oppa, Yonghwa-ssi?"
"Ani. Andwe!"
"Oke."
"Dan aku tetap tidak mau kau tinggal di rumahnya."
"Kalau aku tetap tinggal, apa yang akan terjadi?"
"Apa susahnya kau tinggalkan dia, Shinhye-ah? Kau juga tidak akan menikah dengannya kan?"
"Jam 00 lebih 49 menit, Sajang-nim! Kau pergi atau kupatahkan tanganmu?"
"Aku pergi!"
"Cepat keluar!" Shinhye membukakan pintu menyuruh Yonghwa pergi dari kamarnya. Ada-ada saja.
🌷Peninjauan proyek bermasalah sekaligus penanganannya, sudah selesai dilaksanakan. Lebih cepat sehari dari yang dijadwalkan. Sore itu juga mereka kembali terbang ke Seoul.
Itu adalah tugas luar pertama bagi Shinhye sejak bergabung di CN Group. Cukup menyenangkan! Entah karena bersama Yonghwa perginya. Sepertinya bukan dengan lelaki pemimpin itupun akan sama menyenangkan. Dapat pelajaran baru, itu yang tak kalah penting. Shinhye semakin kagum dengan cara kerja Yonghwa yang dinilainya efektif dan tepat sasaran. Senyumnya tak henti merekah saat rebah di atas pembaringan di rumah Taecyoen. Tunggu... rumah Taecyoen! Yonghwa tidak suka ia tinggal dengan lelaki yang sudah ia anggap kakak itu. Malah Yonghwa sudah menduganya yang macam-macam. Astaga! Bahkan dia mengancam supaya keluar atau menikahinya sekalian, katanya. Apa ada orang cemburu seperti itu? Malah menyuruh semakin lengket dengan orang yang dicemburuinya? Aneh-aneh saja.
Jika dipikir-pikir, alasan Yonghwa memaksa ingin bicara untuk persiapan rapat besok itu, akal-akalan saja. Karena Shinhye terus tunggu sampai rapat selesai malah sampai meninjau lokasi proyek, tidak ada satu hal pun yang didiskusikan dengannya.
🌷Kuning keemasan menyepuh langit senja itu menjadi kilau kemilau. Angin bertiup pelan, namun dingin seperti menembus kulit. Mungkin karena akan memasuki musim dingin. Malah besok lusa mungkin salju pertama mulai turun.
Shinhye merapatkan coatnya, tetap terasa dingin meski penghangat ruangan juga ditambah suhunya. Ia butuh sesuatu yang hangat, dicarinya pantry. Sungmi sudah pulang sejak tadi, tepat pada jam pulang kantor. Ia masih tertahan dengan pekerjaan yang ingin segera diselesaikannya.
Sejak rapat rutin tiga bulanan itu, ia jadi tidak suka menunda pekerjaan, sebab bila ada waktu luang ia jadi bisa belajar banyak hal.
Bel jam berdentang 9 kali, ia tercekat. Diliriknya jam di pergelangan tangannya, seperti tidak yakin dengan jam yang menggantung besar di dinding. Sama. Pantas udara semakin dingin dan kantor semakin sepi. Karena tidak ada Taecyoen yang biasa menjemputnya, maka tidak ada yang mengingatkannya untuk pulang. Cowok itu sedang berada di luar kota, tugas luar yang akan memakan waktu agak lama.
Shinhye menunduk lagi, hanya sedikit lagi. Selesaikan saja.Ketika akhirnya ia keluar dari ruangannya, suasana kantor telah benar-benar senyap. Lampu-lampu di setiap ruangan telah mati menandakan tidak ada orang lagi yang tertinggal. Langkah highheel-nya seperti mengetuk-ngetuk lantai terdengar jelas. Di bawanya ke arah lift. Mobil kantor dan supir sudah menunggunya di basement, kesana tujuannya diarahkan. Menekan tombol bertuliskan B1. Karena itu memang tempat parkir para petinggi.
Pintu lift terbuka, ia kaget setengah mati. Harusnya ruangan pengangkat itu kosong, tapi kenapa ada Yonghwa di dalam dengan bibir yang membiru karena kedinginan.
"Kau nggak masuk?" tanyanya melihatnya hanya bengong.
"Deh." ia segera melangkah masuk. Pintu lift tertutup dan lift mulai bergerak turun. Ia mencuri tatap pada lelaki itu, dari atapkah dia hingga bibirnya membiru seperti itu.
"Aku dari atap, mencari udara segar karena bosan dengan laptop dan semua laporan di mejaku. Tapi malah kedinginan. Kau lembur?" Yonghwa paham lirikan mata Shinhye.
"Ne." ia mengangguk.
"Tidak ada yang menjemputmu sekarang, makanya kau akan turun ke basement?"
"Ya."
"Kemana dia?"
"Tugas luar."
Yonghwa mengangguk, hening setelah itu. Terdengar lagi Yonghwa bersuara.
"Kau mau temani aku minum?"
"Ye?" Shinhye takut salah dengar.
"Kau jangan pulang ke rumah dia, ke apartemenku saja. Temani aku minum!" tawarnya.
Shinhye tidak menjawab.
"Aku tinggal di apartemen sekarang, karena kupikir kau akan pulang ke rumah besar dan tidak mau tinggal denganku, makanya aku minta ijin Nenek untuk tinggal di apartemen."
"Sendirian?"
"Iya, karena aku belum menikah."
"Maksudku, Jungshin, Minhyuk dan Jonghyun nggak ada yang ikut?"
"Mereka juga punya masing-masing, ngapain ikut aku."
"Mh."TBC....
KAMU SEDANG MEMBACA
A Rose Among The 4 Prince
RomanceRumah itu besar dan indah, tapi sama sekali tidak ada kehangatan di dalamnya. Dihuni oleh seorang wanita tua berpenampilan aristokrat, khas penguasa sebuah perusahaan elit. Bersamanya tinggal 4 orang pemuda rupawan, bak pangeran-pangeran di dalam is...