Part 11

1.2K 156 5
                                    

Ajaib! Tensi darahnya kembali normal begitupun dengan kondisi tubuhnya yang seketika membaik setelah mendengar dari Jungshin, Yongjwa-lah yang telah membawa serta menungguinya dengan cemas di Rumah Sakit. Tidak perlu menunggu sampai sore hari seperti yang dikatakan dokter, siang itupun dia sudah diperbolehkan pulang.
Jungshin yang membawanya ke rumah dengan mobil sport kesayangannya.
"Noona sudah diperbolehkan pulang, Hyung. Sekarang kami sedang di jalan menuju rumah." lapor anak gondrong itu melalui telepon.
"Syukurlah. Sampai di rumah suruh Han Ajhumma mempersiapkan makanan, Jungshin-ah. Suruh Shinhye makan, setelah itu biarkan dia istirahat. Kau jangan mengganggunya, kembali ke kantor!" perintah Yonghwa rinci.
"Kau dengar, Noona? Betapa membosankannya pria ini. Yang ada dibenaknya hanya kerja, kerja dan kerja."
"Yak.. Lee Jungshin! Tutup mulutmu dan matikan ponselmu! Atau aku kirim kau ke luar negeri..." ancam Yonghwa yang paham, Jungshin me-loudspeaker ponselnya. Park Shinhye hanya tersenyum manis.
"Kau percaya dia sungguh-sungguh mengancamku, Noona? Hanya omong besar... karena dia tidak pernah bisa kutinggalkan."
"Lee Jungshin, aku masih bisa mendengarmu!"
"O Hyung, sorry! Kirain sudah kumatikan!" Segera Jungshin mematikan ponselnya. Ia tidak berbohong saat mengatakan HPnya belum dimatikan.
🌷

Pagi itu Shinhye sudah siap untuk bekerja kembali, saat sarapan ia berkumpul lagi dengan ke-4 pangeran pimpinan CN Group. Tampilannya fress seperti biasa, tidak tampak seperti orang sakit. Namun Yonghwa tetap mengkhawatirkannya.
"Kau betul sudah sehat?" tanyanya melihat kemunculannya di ruang makan.
"Ya, aku sudah sangat sehat. Aku sudah siap untuk bekerja lagi, Sajang-nim." senyumnya teramat manis.
"Syukurlah. Tapi bila nanti di kantor kau merasa tidak enak badan, jangan memaksakan diri. Pulanglah!"
"Deh, aguesmidha!" angguknya takjim.
"Makan yang banyak, Noona! Biar kalau nanti Seungjun datang lagi ke kantor, kau bisa menghajarnya." sela Jungshin seraya menambahkan lauk ke piring Shinhye.
"Kenapa kemarin kau tidak menghajarnya saja, Noona? Kenapa kau malah pingsan?" pertanyaan Minhyuk lugu sekali, seketika Yonghwa menghardiknya
"Minhyuk-ssi! Urus saja urusanmu! Kau belum menyelesaikan laporan hasil audit kemarin."
"Kenapa harus aku yang membuat laporannya? Yang diperiksa kan kau, hyung!" ujarnya tanpa dosa.
"Sekali lagi kau buka suara, kujahit mulutmu!" Jonghyun yang menyimak sejak tadi terdengar sangat kesal dengan jawaban Minhyuk.
"Whe gedae?" tatapnya membuat Jonghyun betul-betul melemparkan Apel ke wajahnya, tapi cepat ia menangkapnya.
"Kau bodoh atau dungu? Atau kedua-duanya?" geram Jonghyun. "Tugas audit itu tanggung jawab Divisimu, kau kabur saat itu karena menghindari tanggung jawab itu. Sekarang kau teriaklah pada Krysral-mu supaya membantumu!"
"Jangan bawa-bawa dia untuk urusan kantor!" tepisnya tidak suka.
"Kalau begitu bekerjalah yang benar sebagai seorang pria! Atau aku bocorkan pada Soojung kelakuanmu yang tidak bertanggung jawab itu."
Minhyuk mendelik. Yonghwa tersenyum kecil. Jonghyun sok sebagai kakak tertua. Ruang makan menjadi lebih riuh dari biasanya. Dan bukankah ia pun menjadi lebih sering tersenyum sekarang?
🌷

Park Shinhye baru keluar dari ruangannya, ia pulang terlambat karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya. Kantor terasa sepi saat ia berjalan menuju lift dan ia kaget mendapati Yonghwa di depan lift.
Menyenderkan bahunya pada dinding di depan pintu lift sambil melipat tangannya di dada. Wajahnya tampak gelisah seperti sedang menunggu seseorang. Karena ketika pintu lift terbuka ia pun hanya menatap pintu itu menutup lagi.

Entah sudah berapa lama ia menjadi penjaga lift seperti itu, membuat karyawan yang akan mempergunakan fasilitas tersebut kagok dengan keberadaannya disana. Tapi ia tidak bergeming, tetap begitu. Sejak karyawan berhamburan keluar dari ruangan kerja masing-masing, lalu berbondong-bondong menuju lift, hingga saat itu kantor tampak sepi karena sebagian besar karyawan sudah pulang. Yonghwa masih juga di sana.

"Sajang-nim!" sapa Shinhye, melihatnya seakan sudah lelah menunggu. Pandangannya tidak jelas mengarah kemana. Tapi mendengar suara itu seketika tubuhnya tegak, lalu ditolehnya siempunya suara.
"Oh, Shinhye-ssi! Baru keluar? Kenapa lambat sekali?" tanyanya, raut wajahnya tidak dapat menyembunyikan perasaan leganya.
"Ne, banyak yang harus diselesaikan, makanya baru keluar. Anda sedang apa disini? Ada yang ditunggu?" tangan Shinhye sudah memijit tombol dengan tanda panah turun.
"Aniyo. Aku hanya sedang berpikir sedikit, haruskah pergi ke cafe atau tidak." jawabnya sedikit bohong.
"Oh... "
"Maukah kau temani aku ke cafe, Shinhye?" tanyanya pula tiba-tiba.
"Aku?" Shinhye takut salah dengar.
"Ya. Kau."
"Benar kau tidak sedang menunggu seseorang?" Shinhye merasa tidak yakin.
"Aku memang sedang menunggu orang, kau yang aku tunggu."
Deg! Jantung Park Shinhye seperti jatuh menyentuh dasar perut, lalu dari dasar perut itu beterbangan kupu-kupu membuat wajahnya langsung memerah.
"Jika setuju, kau ikut mobilku. Mobilmu biar supir yang membawanya. Bagaimana?" pandang Yonghwa.
Park Shinhye terdiam sesaat, tapi akhirnya ia mengangguk setuju.

Pintu lift terbuka. Yonghwa melangkah masuk seraya menyambar tangan Shinhye. Setelah memijit tombol angka lantai yang akan ditujunya, lalu pintu lift tertutup, Yonghwa belum melepaskan pergelangan tangan Shinhye dari cekalannya. Malah sekarang ia menautkan jemarinya ke jemari tangan Shinhye. Gadis itu hanya menatap ke arah tangan mereka yang bertautan lalu menatap pula wajah Jung Yonghwa, kemudian senyumnya merekah lembut. Pria itu pun menarik ujung bibirnya tanpa suara. Mereka tetap berpegangan tangan hingga di basement.

Yonghwa meminta supirnya pindah ke mobil Shinhye, lalu ia meminta kunci untuk mengendarai kendaraan itu sendiri.
"Jangan ikuti aku, kalian pulanglah!" perintahnya sebelum melaju. Supir setianya itu mengangguk patuh.

Jalanan kota Seoul di malam hari terasa teduh sekaligus semarak oleh warna warni dan aneka bentuk lampu, yang anehnya baru ia rasakan keindahannya. Mungkin terbawa oleh hatinya yang tengah bahagia.
"Apa kita akan melewatkan makan malam di rumah?" tanya Shinhye memecah keheningan.
"Kalau perlu. Apa kau ingin makan malam di rumah?"
"Tidak juga... malah aku rasanya tidak lapar." senyum Shinhye.
Mobil terus melaju membelah jalanan, tak lama mereka tiba di sebuah Pub.

Yonghwa menuntunnya lagi saat memasuki tempat hiburan itu. Musik terdengar lamat-lamat, yang semakin ke dalam semakin terdengar jelas. Mereka menuju bar, tapi yang dipesannya bukan minuman beralkohol melainkan secangkir kopi dan segelas juice dengan kudapannya.
Bartender di sana seperti tahu jika Yonghwa memang tidak terlalu suka alkohol. Setiap kesana ia lebih sering ngopi. Shinhye menebar pandangan, tidak terlalu banyak asap rokok. Dan relatif bersih. Suara penyanyi yang sedang live menyanyikan lagu penyanyi jazz dunia meraung bernada. Shinhye menikmatinya.
"Kau suka?" tanya Yonghwa.
"Ya, tidak terlalu banyak asap rokok."
"Ini tempat yang sering aku datangi, bila sedang lelah perlu hiburan. Atau bila sedang mumet karena pekerjaan. Atau juga bila sedang bahagia.."
"Apa yang kau lakukan disini bila sedang bahagia?" tanya Shinhye sambil mengaduk minumannya dengan sedotan.
"Mengobrol dengan sesama pengunjung atau bartender."
"Kalau lagi lelah?"
"Menikmati alunan musik."
"Kalau lagi mumet?"
"Minum."
Shinhye mengisap minumannya lagi. " Dengan siapa biasanya kau kesini?" lanjutnya.
"Sendiri, karena aku nggak punya teman."
"Teman perempuan, apa kau tidak punya?"
"Punya tentu saja, tapi hanya sebatas teman saja."
Shinhye tersenyum lagi. Pandangannya tertuju lagi ke tengah arena. Masih kosong karena mungkin masih siang. Baru pukul 9. Ponsel di dalam tasnya berbunyi, ia merogohnya lalu melihat layarnya.
"Siapa?" tanya Yonghwa.
Shinhye mengacungkannya supaya Yonghwa melihatnya sendiri. "Isshhh.... anak ini! Nggak usah dijawab." perintahnya sambil menekan tombol mati.
"Dia pasti mengkhawatirkan aku."
"Biarkan saja. Kecuali kalau kau juga merasa bersalah tidak memberitahunya pulang telat." ketus Yonghwa.
Shinhye tersenyum. "Kau tidak sedang cemburu pada Jungshin kan?" godanya.
"Jelas tidak, aku hanya nggak suka dia selalu mengganggu."

TBC...

A Rose Among The 4 PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang