Sudah begitu, ia sendirian pula tanpa orang tua yang mendampingi. Harusnya ia minta Yonghwa bertemu Nenek sendiri saja, tidak dihadapan cucu-cucunya yang lain. Mungkin tidak akan setakut ini kalau hanya berhadapan dengan Nenek, karena Nenek sama perempuan. Sekarang ia sungguh tak punya muka.
"Ayo dong!"
"Yonghwa-ssi, batalkan saja. Aku takut. Aku berani kalau hanya dengan Nenek!" ringisnya menahan langkah kekasihnya. Tapi Yonghwa malah senyum.
"Malu oleh 3 anak kucing itu? Saat menikah nanti, akan ada ibuku, orang tua mereka dan masih banyak lagi sanak saudara yang lain... Ayolah! Aku sudah sangat semangat ini..."
Shinhye terlihat mengatur napas, baru setelah itu melangkah lagi.
"Halmeoni! Washeo..." teriak Yonghwa saat langkahnya mencapai ruang depan.
"Yonghwa-ya. Washeo?" teriak Nenek pula.
"Hyung...! Hai... Noona!"
"Minhyuk-ah, anyong!" Shinhye mengangguk pada pria berwajah cute itu.
"Anyong, Noona! Kirain hanya Hyung yang datang."
"Aku ajak dia, ada sesuatu yang penting yang ingin di sampaikan Shinhye." Yonghwa malah sengaja menggodanya membuat Shinhye melotot dan meringis pada Yonghwa.
"Yak..." ia protes.
"Apa itu, Noona?"
"Shinhye-ya! Kau datang?" Nenek keburu berteriak.
"Deh, Halmeoni!" buru-buru ia menghampiri Nenek. "Anyong, Jungshin-ah. Jonghyun!" sambil lalu Shinhye menyapa 2 cucu Nenek yang lain yang sudah siap di meja makan.
"Anyong, Noona! Baru sekarang lagi ke sini..." sambut Jungshin.
"Kalian sengaja ke sini?" tanya Jonghyun pula.
"Iya. Shinhye minta anter aku ke sini, ada hal penting ingin disampaikan sama Nenek."
"Yak..." lagi-lagi Shinhye marah tertahan pada Yonghwa.
"Ya sudah, sekarang makan saja dulu. Ngobrolnya nanti." putus Nenek. Tidak ada yang membantah.Selesai makan semua berkumpul di ruang tengah, mereka bertiga termasuk Nenek sangat penasaran hal penting apa yang ingin disampaikan Shinhye.
"Ayo ceritakan, hal penting apa yang ingin disampaikan itu?" pandang Nenek pada Shinhye. Gadis itu tidak segera menjawab, apa lagi 3 anak kucing itupun sama-sama menatap menunggu jawabannya.
"Pendeknya, Shinhye ingin melamar aku, Halmeoni." Yonghwa yang menjawab.
"Mworagu?" koor mereka semua bersamaan.
"Hyung jangan becanda!" pelotot Jungshin.
"Tentu saja betul, ngapain becanda?"
"Tapi masa Noona yang melamar? Yang benar saja..."
"Tadinya aku yang mau melamar, tapi mungkin kalau aku yang ngelamar Shinhye, kepada Nenek juga. Jadi ya sudah aku saja yang dilamar."
"Aneh banget..." omel Jungshin.
Nenek tertawa cekikikan mendengarnya.
"Benar yang dibilang Yonghwa, Shin-ah?" tanya Nenek santai.
"Deh, Halmeoni!" Shinhye mengangguk malu-malu.
"Mwo? Kalian sama gila, Noona! Masa....?" Jungshin tidak lanjut.
"Tapi melamar untuk apa? Bertunangan atau menikah?" tatap Nenek pada keduanya.
"Menikah, Halmeoni." Yonghwa lagi yang menjawab.
"Kau.... ingin menikah, Hyung?" kali ini Minhyuk yang seperti kebakaran jenggot.
"Oeh! Whe?"
"Tapi kan...." Minhyuk juga kehabisan kata-kata.
"Kalian serius ingin menikah, Shinhye-ah?" Nenek lagi yang bertanya.
"Deh, Halmeoni!" angguk Shinhye kedua kalinya.
"Ah, Hyung! Aku nggak percaya..." Minhyuk memegang kepalanya.
"Kalau memang serius, kapan kalian ingin melangsungkan pernikahannya?" Nenek pun jadi sangat serius menanggapinya.
"Secepatnya, Halmeoni. Kalau bisa minggu depan."
"Yong-ah, ini pernikahan, kau jangan main-main dengan pernikahan!"
"Lalu menurut Halmeoni kapan baiknya?"
"Kau sudah bilang Omma?"
"Omma akan selalu setuju dengan Halmeoni. Itu yang Omma bilang."
"Baiklah kalau begitu, tapi jangan bulan depan. Terlalu cepat. Persiapan pernikahan itu tidak sebentar."
"Kami tidak menghendaki pesta yang besar kok, Halmeoni." susul Shinhye.
"Tapi tidak mungkin pesta alakadarnya juga untuk kalian ini, Shin-ah. Kalian dua orang penting di CN, dan relasi CN tidak hanya di Korea."
"Buat saja pestanya yang meriah, Noona!" usul Jungshin.
"Jadi kapan menurut Halmeoni waktu yang baik?" Yonghwa menatap Nenek serius.
"Setidaknya beri Halmeoni waktu dua bulan untuk mempersiapkannya!"
"Deal, Halmeoni. Dua bulan." angguk Yonghwa. Giliran Jonghyun yang geleng-geleng kepala.
"Kau ini memang nggak sabaran, Hyung!" ucapnya.Dan begitulah, setelah itu mereka sibuk mempersiapkan pernikahan yang walau Shinhye tidak ingin bermewah-mewah, tapi tidak bisa. Sebab Yonghwa adalah Direktur Utama CN dan dirinya Wakil Direktur yang sekaligus pemilik CN. Bagaimana mungkin pemilik perusahaan besar tidak membuat pesta besar pada pernikahannya sendiri.
🌷Waktu terasa cepat berlalu, hari pernikahan semakin dekat. Shinhye tak urung sibuk, walau semua hal sudah ditangani oleh orang-orang yang kompeten untuk urusan itu. Karena dirinya mempelainya. Dan akibat kelelahan ia pun ambruk hingga Nenek harus memanggil dokter keluarga untuk memeriksa kondisinya.
Sejak menyatakan mereka ingin menikah, Nenek meminta keduanya untuk kembali ke rumah itu. Tanpa bantahan keduanya memenuhi permintaan itu.Dokter melakukan pemeriksaan dengan seksama, awalnya Shinhye mengeluh pusing saat masih di kantor. Yonghwa menyuruhnya untuk pulang saja. Tiba di rumah ia pingsan. Itu yang membuat Nenek sangat mengkhawatirkannya lalu memanggil dokter keluarga.
Selain diperiksa tensi darah dan mengecek suhu sebagai dasar pemeriksaan, dokter pun melakukan palpasi pada perut Shinhye. Dan ia mengaduh saat dokter menekan satu sisi perutnya. Lalu dokter mengajukan beberapa pertanyaan sebagai anamnesa untuk menentukan diagnosa penyakitnya.
"Apa Anda telat haed, Pujang-nim?"
"Iya, dokter. Sudah hampir 2 minggu."
"Stress barangkali, dokter. Maklum bulan depan akan naik pelaminan." Nenek yang menemani, menimpali.
"Oh, benarkah? Selamat untuk pernikahan Anda, Pujang-nim!" senyum dokter.
"Bisakah saya mengambil sample darah Anda?"
Shinhye mengangguk, perawat yang menemani dokter lalu mengambil sample darah itu di bagian lengan atas kiri. Shinhye sampai meringis. Pemeriksaan lantas selesai. Dokter menuliskan resep obat dan menjanjikan hasil laboratorium dari sample darah yang diambilnya sore ini juga. Dia tidak memberikan diagnosa dulu sebelum hasil test laboratoriumnya keluar.Yonghwa buru-buru pulang mendengar Shinhye sampai diperiksa dokter. Ia terang khawatir padahal pernikahannya bulan depan. Shinhye sedang tidur saat ia datang, tapi Nenek sudah memberitahukan tentang pemeriksaannya. Saat semua sudah berada di rumah, dan berkumpul di ruang keluarga, dokter memberitahukan diagnosa penyakit Shinhye menurut hasil pemeriksaan darahnya. Darahlah yang kemudian dokter ambil untuk sample karena dalam kondisi Shinhye yang lemah tidak mungkin disuruh pipis. Dan diagnosa yang dokter sampaikan adalah bahwa saat ini Shinhye tengah berbadan dua.
"Bagaimana, uisa-nim?" Yonghwa yang menerima telepon dari dokter takut salah memahami.
"Pujang-nim saat ini sedang hamil, Sajang-nim. Usia kehamilannya 6 minggu."
Handpone ditangannya terjatuh, begitu tak menyangka ia dengan kabar bahagia itu.
"Whe geude, Hyung?" Minhyuk yang paling dekat dengannya mengambil HP yang terjatuh lalu mengkonfirmasi berita itu lagi kepada dokter.
"Ommo... Daebak! Hyung!" seru Minhyuk bertolak belakang dengan Yonghwa reaksinya.
"Bonthe, bonthe... Hyuk-ah?" Jungshin sangat penasaran, Jonghyun juga. Sebab berita gembira apa yang disampaikan dokter tentang penyakit seseorang.
"O my God! Jadi itu alasanmu ingin tinggal di apartemen itu, Hyung? Supaya leluasa..." tuduh Minhyuk sengaja menggantung rasa penasaran Jungshin dan Jonghyun. Yonghwa yang sudah habis kagetnya, tersenyum lebar.
"Aku tidak se-yadong kamu, Minhyuk-ah." elaknya.
"Itu buktinya...."
"Kalian ngomongin apa sih? Dokter bilang apa tadi?" Jonghyun lama-lama jengkel juga.
"Jonghyun Hyung, kau masih ingat alasan Yonghwa Hyung ingin pindah ke apartemen?" Minhyuk malah bertele-tele.
"Ya."
"Apa?"
"Takut Shinhye nggak mau pulang kesini kalau Hyung tetap ada disini."
"Kau percaya dengan alasan itu, Hyung?"
"Kang Minhyuk, hentikan!" perintah Yonghwa gemas dengan kelakuan si childies ini.
"Apa memang yang terjadi, Minhyuk-ah?" Jungshin terbawa jengkel.
"Rupanya...."
"Minhyuk!" Yonghwa melempar bantal kursi ke tubuh anak ceriwis itu.TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
A Rose Among The 4 Prince
RomanceRumah itu besar dan indah, tapi sama sekali tidak ada kehangatan di dalamnya. Dihuni oleh seorang wanita tua berpenampilan aristokrat, khas penguasa sebuah perusahaan elit. Bersamanya tinggal 4 orang pemuda rupawan, bak pangeran-pangeran di dalam is...