Part 28

1.7K 141 7
                                    

Saat menaiki mobil, Shinhye merebahkan tubuhnya di sandaran jok kembali agak meringis. Hal ini membuat Yonghwa jadi penasaran karena pertanyaannya selalu tidak dijawabnya.
"Apa sih yang terasa sakit, hh?" pandangnya lekat.
"Bekasmu semalam..." ketus Shinhye.
"Ommo.... apa kau mau bilang kau virgin?" senyum Yonghwa.
"Memang kau pikir aku bekas orang!" Shinhye mendelik.
"Astaga, Shin. Aku dapat jackpot lagi?" senyum Yonghwa girang. "E, tapi untuk yang kaya semalam, aku juga pertama kali lho. Ah, aku sudah tidak perawan lagi..." keluhnya. Mobil mulai dinyalakannya. "Jadi ngapain aja kalian tinggal serumah tapi...? Aku jadi geli..."
"Apa?" Shinhye dengan sewot menudingnya.
"Ani, ani! Becanda kok..." senyumnya seraya melajukan mobil.
"Antar aku beli baju dulu. Aku nggak bisa pake baju ini lagi!" pinta Shinhye manja. Astaga! Sudah mulai manja, tapi Yonghwa suka mendengarnya manja seperti itu.
"Deh, Pujang-nim. Aguesmidha!" angguknya dengan senyum bahagia.
🌷

Sejak malam itu komunikasi mereka menjadi lebih cair. Terlihat lagi tawa di bibir keduanya. Dan hari itu sekitar 2 minggu berlalu sejak malam bahagia mereka, HP Shinhye berbunyi saat mereka sedang berdua berdiskusi di ruang kerja Yonghwa.
"Sebentar, Sajang-nim!" pamitnya setelah menengok layar HP dan muncul satu nama.
"Ne, Oppa!" sambil berjalan keluar ia menyahuti panggilan teleponnya. Yonghwa tahu, itu Taecyoen. Seketika dibantingnya ballpoint di tangannya ke atas meja. Mood-nya langsung memburuk. Tidur bersama benar-benar bukan jaminan. Karena Shinhye masih juga tinggal di rumah pria itu.
Kedua tangannya disilangkan di dada saat terdengar langkah highheel memasuki ruangannya lagi. Matanya menatap air muka Shinhye tajam, menunggu penjelasan, untuk apa lelaki itu meneleponnya, mengganggu saja. Tapi Shinhye cuwek saja, duduk kembali di tempatnya tadi.
"Dia sudah menjemputmu siang-siang begini?" cetusnya sinis.
"Dhugu? Ah, Taecyoen Oppa? Ani. Dia mengatakan harus dinas luar lagi beberapa hari. Siang ini berangkatnya." jawab Shinhye santai.
"Jadi kau sendirian di rumahnya?" senyum Yonghwa. "Bagaimana kalau kau menginap saja di apartemenku? Supaya tidak takut tidur sendiri."
"Tidak, terama kasih, Sajang-nim!" tolaknya halus.
"Kenapa kau takut kalau kita sudah...."
"Diam!" seketika Shinhye menyekap mulutnya dengan telapak tangan. "Nanti ada yang dengar..."
Yonghwa tersenyum jahil, lalu ditepisnya tangan Shinhye dari mulutnya. "Dengar, aku ingin mengatakan ini sejak beberapa hari lalu, bahkan sejak hari pertama kau menginap di apartemenku."
"Mwo?"
"Aku menginginkannya lagi seperti malam itu. Aku ingin melakukannya lagi, Shinhye-ssi!"
Mata Shinhye membeliak marah. "Apa kau tidak menginginkannya juga?" susulnya.
"Tidak." tandas Shinhye.
"Sungguh?"
"Kita ini bukan pasangan menikah bahkan pasangan kekasih pun bukan, jelas dengan status itu?" pelotot Shinhye gemas.
"Kita bisa mulai dari sekarang sebagai pasangan kekasih? Bagaimana?"
"Ayolah kita lanjutkan pekerjaan kita, Sajang-nim!"
"Park Shinhye-ssi."
"Ah, kenapa kita jadi membahas masalah ini sih?"
"Kapan kau akan menginap lagi di apartemenku?"
"Besok, oke!"
"Chongmallyo?" mata Yonghwa berbinar.
"Ya." akhirnya angguk Shinhye tersenyum kecil.
Pada kenyataannya ia pun mendambakan lagi sentuhan yang pernah didapatkannya saat mabuk itu. Ia pun tidak bisa mengingkari jika semuanya sangat indah, memabukan dan membuat ketagihan.

Sejak bangun pagi Yonghwa semangat menyambut hari, bagaimana tidak Shinhye sudah janji akan menginap lagi di apartemennya. Tidak sabar menunggu malam datang. Saat jam pulang kantor tiba, bergegas ia menjemput Shinhye di ruangannya.
Gadis itu sudah sangat prefare. Membawa 2 buah tas.
"Apa itu?" tanya Yonghwa penasaran.
"Baju ganti, aku nggak mau kayak waktu itu. Ngedadak harus beli baju."
"Pintar!" puji Yonghwa mengelus rambut Shinhye.
Sebelum langit gelap mereka sudah meninggalkan kantor. Makan malam di Restaurant terdekat dengan apartemen supaya tidak banyak waktu terbuang.
Di dalam tas yang dibawa Shinhye itu ada baju tidur pula dan underwear. Yonghwa senyum melihat baju tidur yang dibawa Shinhye.
"Yakin bakal terpakai kau bawa baju tidur...." godanya.
"Tidak ada salahnya dipersiapkan." ia positif thinking.
Saat tiba di apartemen keduanya tidak buang waktu, langsung pada hajat yang masing-masing sudah memendamnya sejak berhari-hari. Seperti yang kena candu. Keduanya sama-sama liar, seperti saling menyerang dan saling menerkam. Setelah selesai, setelah masing-masing mengeluarkan cairan lengket dan bau khas, baru berhenti. Dengan napas yang tersenggal-senggal.
Shinhye lalu menjatuhkan tubuh dalam pelukan sang pejantan yang lantas memeluknya tanpa suara. Tapi masing-masing tidak terpejam. Lalu terdengar suara Shinhye memecah keheningan di dalam kamar, di atas ranjang yang telah dua kali menjadi saksi bisu pergumulan hasrat keduanya.
"Kau bisa mengantarku pada Nenek dan mengatakan bahwa kau akan menikah denganku, Yonghwa-ssi?" tanyanya di luar dugaan.
"Kapan aku harus melakukannya?" Yonghwa balas bertanya.
"Secepatnya. Sebelum apa yang telah kita lakukan ini berbuah."
"Besok?"
"Kau bisa besok menemui Nenek?"
"Karena sekarang terlalu malam, jadi kita pergi besok saja menemui Nenek. Oeh?"
"Terima kasih, Sayang!" Shinhye membalikan badan memeluk tubuh tegap itu dan menenggelamkan wajah di dada bidang lelaki pujaan hatinya. Terasa bibir Yonghwa mendarat lembut di dahinya sambil pula mengeratkan dekapannya. Membuat sepasang dada kenyal itu makin rapat ke badannya. Nikmat tiada tara.
🌷

Seperti janji Yonghwa malam itu mereka akan menemui Nenek untuk meminta restunya menikahi gadis pemegang saham terbesar CN Group. Begitu jam pulang kantor keduanya tidak buang waktu lagi. Siang tadi Yonghwa sudah menelepon Nenek jika malam ini ia akan makan malam bersama karena ada hal penting yang akan disampaikannya.
Hal ini tak urung membuat Shinhye nervus. Karena bagaimanapun secara harfiah ia yang akan melamar Yonghwa kepada Nenek.
"Bagaimana kalau ternyata Nenek tidak merestuinya, Yonghwa-ssi?" tanyanya gugup.
"Kenapa Nenek tidak merestui?"
"Bisa saja, karena Nenek tetap ingin menjodohkanmu dengan Seohyun misalnya."
Bibir Yonghwa mengurai senyum geli, diliriknya Shinhye yang memucat wajahnya karena cemas. Tiba-tiba dengan satu gerakan cepat ia mendaratkan kecupan di bibir itu. Shinhye sampai menudingnya kaget.
"Wheo?"
"Masih saja cemburu sama Seohyun. Kasihan Seohyun."
"Tapi bisa saja kan?"
"Kalau Nenek keukeuh menjodohkanku dengan gadis lain, aku akan bilang bahwa kita pernah melakukan hub..."
"Astaga! Dasar kau ini...." Shinhye panik. Yonghwa nyengir.
"Lagian Seohyun itu hanya Direktur GG, sedang kau pemegang saham tertinggi CN sekaligus pamilik CN yang asetnya milyaran dollar. Masa Nenek akan salah memilih."
Ganti Shinhye yang mengurai senyum. "Meski bukan itupun alasannya, Nenek tidak akan menolak kehendakku sepanjang tidak menyalahi aturan. Dan menikah bukan hal yang salah... malah aku jamin Nenek akan sangat suka mendengarnya." urai Yonghwa serius.
"Begitukah, Jung Yonghwa Sajang-nim?" canda Shinhye.
"Ne, Jung Shinhye Pujang-nim."
"Jung... Shinhye? Ani. Sampai kapan tetap Park Shinhye sebab itulah satu-satunya cara aku tetap menghormati ayahku."
"Bagaimana kalau, Jung Samo-nim?"
"Belum. Mudah-mudahan sebentar lagi..."
Rumah besar itu sudah siap menunggunya, Nenek dan ketiga cucunya bahkan sudah di meja makan. Shinhye makin tak menentu, bukan takut ditolak atau apa. Entahlah. Saat memasuki gerbang, hatinya langsung ciut. Keberanian saat ia meminta pada Yonghwa untuk membawanya menghadap Nenek, pergi entah kemana.
"Kenapa?" tanya Yonghwa melihatnya berhenti melangkah.
"Aku takut...."
"Takut apa? Ayo cepet! Mungkin Nenek sudah nunggu..." Yonghwa menarik tangannya. Tercepuk-cepuk ia mengikuti. Biar bagaimanapun yang lazim melamar itu keluarga pria pada keluarga wanita, bukan sebaliknya.

TBC...

A Rose Among The 4 PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang