QUEEN GARNET

126 12 26
                                    

Flashback

Queen Garnet sering kali menapaki bumi dengan sosok wanita biasa yang sangat suka menghibur anak-anak kurang beruntung yang hidup di panti asuhan. Ia biasanya datang sebulan sekali dengan membawa berbagai mainan dan makanan. Queen garnet juga sering membacakan cerita untuk mereka.

Gadis dengan tudung putih tersebut selalu dengan sabar bermain dengan anak panti. Mereka memanggil Queen Garnet dengan sebutan ibu peri. Karena sosok Queen Garnet yang memang sangat mirip dengan para peri di negeri dongeng.

Suatu hari Queen Garnet terkilir saat ia bermain petak umpet dengan para anak panti. Garnet bisa saja menampakkan sayapnya tapi di bumi itu adalah hal yang tidak mungkin. Garnet berusaha berdiri sebisanya, tapi nihil. Pergelangan kakinya memar dan sakit luar biasa. Bubuk peri pun lupa ia bawa. Garnet pasrah duduk di bawah pohon rindang dan menyandarkan diri disana. Menunggu keadaan benar-benar aman dan kembali ke Jinantale.

"Nona... Kau kenapa?" Tanya seorang pemuda tampan. Garnet hanya menatapnya bisu. Suara berat pemuda itu sepertinya telah menghipnotis kesadaran Garnet. "Nona..." Suara lelaki itu kembali menelisik telinga Garnet. "Sepertinya pergelangan kaki kananku terkilir" Jawab Garnet tertunduk. "Boleh aku periksa?" Garnet mengangguk pelan. Tangan hangat lelaki itu mulai menyentuh pergelangan kaki Garnet. "Aww" pekik Garnet lirih. "Tunggu sebentar" Lelaki itu meninggalkan Garnet sebentar.

Beberapa saat kemudian lelaki itu kembali dengan beberapa daun di tangannya. Ia menumbuk kasar berbagai macam daun tersebut dan membalurkannya ke pergelangan kaki Garnet. "Ini akan meredakan memar di kakimu" Ucap lelaki itu pelan. "Terima kasih" Garnet berbisik pelan. "Kalau boleh tahu siapa namamu nona? Aku sering melihatmu berada di sekitar sini" Suara berat lelaki itu kembali menggelitik indera pendengaran Garnet. "Eh? Em.. Aku Gar.. Ahh Clarine. Dan kau?" Garnet bertemu mata dengan lelaki tersebut. "Ah Nona Clarine, namaku Simon" Lelaki itu tersenyum. Senyum yang membuat hati Garnet berdetak cepat.

Angin berhembus kencang sehingga membuat tudung putih di kepala Garnet terbang dan tersangkut di ranting pohon. Rambut silver keemasan Garnet terurai indah dan tertiup angin. Garnet berusaha setengah mati untuk menyembunyikan rambutnya. Manusia di bumi akan menganggapnya aneh karena warna rambut dan matanya yang memang sangat berbeda. Tapi Simon dengan santainya berdiri dan mengambilkan tudung putih milik Garnet. Tubuhnya yang tinggi dengan mudah meraih ketinggian ranting. "Rambutmu sangat indah" Ucapnya sambil memasangkan tudung itu ke pemiliknya. Garnet hilang kata saat mendengar pujian tulus Simon. Baru kali ini manusia bumi memujinya. "Matamu juga" Tambah simon sambil menyelipkan senyum di akhir katanya. Garnet hanya bisa tersenyum malu dan tertunduk tersipu. "Sebentar lagi hari gelap. Aku akan mengantarmu pulang" Garnet terkesiap mendengarnya. "Tidak terima kasih. Kau duluan saja, nanti akan ada yang menjemputku" Garnet berdalih agar identitasnya tidak terkuak. "Sebelumnya aku tidak pernah percaya dengan keberadaan peri tapi kini aku percaya" Ucap simon sambil berdiri dan merenggangkan kedua lengannya ke atas. "Mak.. Maksudmu?" Garnet coba menerka apa maksud Simon barusan. Simon tidak menjawab tapi hanya melirik Garnet dan tersenyum lalu tertunduk. "Kau tahu aku itu.." Simon mengangguk pasti dan senyumnya masih menghiasi wajahnya yang tampan. Garnet menghela nafas berat. "Pulanglah, biasanya kau juga pulang jam segini kan?" Lagi-lagi kata-kata Simon menohok Garnet. "Kau? Sejak kapan kau memperhatikanku?" Tanya Garnet sambil mendongak kearah Simon. Simon hanya terkekeh pelan. Ia tak memberi jawaban sama sekali. "Pergilah!" Suruh Garnet kesal. "Apa ini caramu berterima kasih Nona?" Kini Simon menopang tubuhnya dengan satu lutut terlipat ke arah tanah dan menatap Garnet lekat. "Kenapa wajah cantikmu memerah seperti itu?" Simon meledek dan tersenyum hingga giginya terlihat. Hal tersebut jelas membuat Garnet salah tingkah. Garnet ingin menjauhkan wajahnya tapi apa daya dahan pohon dibelakangnya menahannya. Wajah Simon terasa begitu dekat dan hembusan nafasnya menyapu pipi lembut Garnet. "Aku akan selalu menunggumu kembali Clarine" Simon berbisik di telinga Garnet. Nafas Garnet tercekat saat Simon mengedipkan sebelah matanya dan berlalu pergi.

DIMENSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang