Bab. 4

12.4K 1.1K 120
                                    

Yue

Vance pulang tengah malam sambil marah-marah seperti biasanya, malah berbau alkohol... Aneh, padahal jelas-jelas tadi siang dia sedang asik main serong.

Walaupun aku masih tak tau kenapa dapurnya hancur seperti itu, membuatku harus menghabiskan waktu dua jam hanya untuk berberes. Kalau begini situasinya, bagaimana aku bisa minta bayaran tambahan untuk pekerjaan membersihkan dapur menjijikkan itu?

"Apa yang kau lakukan di sini! Ini sudah tengah malam, pergi tidur sana!" Ketus Vance saat aku berjalan mendekatinya.

Aku menatapnya datar, mengambil mantelnya seraya membantunya berjalan. "Aku menunggu mu pulang." Balasku, mendadak Vance berhenti marah-marah. Dia diam dan membiarkan aku memapahnya, sungguh aneh...

Ia bahkan masih diam sampai ke dalam kamarnya, kamar tak manusiawi yang selalu membuatku tak nyaman saat berada di dalamnya.

Ruangan berbahan keseluruhan kayu jati, lengkap dengan rak buku yang mengitari seluruh dinding kamar seluas sepuluh meter persegi itu, sebuah meja kerja panjang berisikan botol-botol kaca, alat aneh dan puluhan botol berisikan cairan mencurigakan.

Di sudut lain juga ada meja berbentuk donat yang dipenuhi oleh puluhan perangkat komputer yang entah apa gunanya, tapi yang jelas menunjukkan betapa pekerja kerasnya Vance. 

Salah satu sifat yang ku sukai darinya, kalau saja di sudut lainnya lagi tak ada meja berbentuk segitiga yang dipenuhi oleh alat-alat untuk membuat senjata dan beberapa toples organ tubuh manusia yang di awetkan.

Intinya kamar Vance sama sekali tak seperti kamar, lebih seperti perpustakaan tua yang digunakan untuk riset orang gila. Selain sebuah kasur air bundar yang besarnya tak kira-kira itu, tak ada satu pun tanda-tanda dekorasi sebuah kamar tidur.

Benar-benar ruangan yang mencerminkan kepribadian pemiliknya yang tak manusiawi tapi baik hati karena tak pelit padaku.

"Kenapa kau belum pergi!" Bentak Vance lagi, aku pun sadar. Lagi-lagi pria ini berhasil membuatku memikirkan ketidaknormalnya sampai-sampai lupa waktu.

"Aku juga mau pergi, tapi melihat kamar mu membuat ku memikirkan mu sampai lupa waktu." Dia bahkan sudah selesai mandi, sepertinya aku melamun terlalu lama.

"A... Berhenti mengodaku sialan! Aku tak akan membayar mu kalau kau menuruti keinginan Si Jalang!" Hah? Apa maksudnya?

"Memangnya kapan aku mengodamu Tuan? Lagi pula kau itu kenapa selalu terluka sih?"

"Diam! Berhenti mendekat dan mengatakan hal bodoh tentang menungguku atau memikirkan ku hanya demi membuatku tertarik padamu!"

"Aku tak memiliki niat apapun padamu, aku hanya mengatakan apa yang kurasakan. Apa kau jadi tertarik padaku?" Ejek ku, menarik kakinya dan melihat sedalam apa luka itu. 

Wajah Vance memerah, kemudian ia menghindari tatapan ku. "Siapa bilang! Aku suka tubuh wanita dan dada besar. Kau yang rata dan kerempeng itu bukan seleraku! Lagi pula aku bukan gay!" Membalas ejekan ku dengan sinis.

Aku sih tak peduli, toh sejak awal dia memang bos yang aneh dan merepotkan. "Aku tau."

Setelah itu kami saling diam, tak membicarakan apapun selama aku mengantikan perbannya. Vance sendiri juga tak marah atau mengusir ku seperti biasanya, malah dia pasrah begitu saja membiarkanku mengurusnya.

Baguslah... Dengan begitu aku bisa minta uang bonus.

Setelah memastikan bos ku yang sombong itu sudah nyaman di kasur airnya, aku menadahkan tangan meminta bayaran. "Ongkos mengurus mu dan bayaran tambahan membersihkan dapur yang sangat kotor." Lengkap dengan rincian tagihan.

OBSESSION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang