Bab. 7

11.3K 1.1K 90
                                    

Vance

Yue benar-benar pergi, tanpa berpamitan sama sekali. Yang kutau ia sudah tak ada di rumah ku esok harinya, tak ada juga Rin yang datang minta makan seperti biasanya.

"Jimmy, kemana Yue?" Tanyaku, bukannya aku peduli padanya.

Aku hanya tak terima tidak ia hargai seperti itu. Meski pun awalnya dia bekerja pada Si Jalang, tapi aku juga membayarnya mahal untuk menjadi budakku. Harusnya dia tak pergi seenaknya sebelum kuusir!

"Kau kangen padanya bocah?" Balas Jimmy, memasang wajah mengejek dengan nada bicara sok acuh.

"TIDAK! ENAK SAJA! DIA CUMA MAINAN TAK BERNILAI BAGIKU!" Aku kesal, melemparkan semua alat tulisku padanya.

"Kalau begitu jangan cari, karena Yue pergi bukan karena keinginan Nona Vella. Tapi karena kau."

"Omong kosong!"

Aku makin kesal, membanting pintu ruang kerja ku, berniat pergi membantai seseorang untuk menghilangkan stres.

Tapi Jimmy memang akan selalu jadi asisten Mommy yang memuakkan, begitu hobi menjatuhkan gengsiku. "Aku berkata jujur Vance, dia sudah pergi saat Nona Vella datang untuk memecatnya tadi pagi. Yue berpamitan dengan ku tengah malam kemarin, dia bilang sudah muak berada di dekatmu." Dan sialnya kata-katanya itu berhasil mengusik ku.

Tentunya aku tak percaya, Jimmy kan sama busuknya dengan Mommy, pasti dia hanya ingin mempermainkan ku saja. Jadinya aku putuskan untuk ke rumah Si Jalang, menanyakan yang sebenarnya ke perempuan itu saja. Mumpung Rin sedang di sekolah dan tak akan menganggu pembicaraan tenang kami dengan jeritannya.

"Apa yang kau lihat, kalau buka pintu yang niat Jalang!" Sinisku, bersedekap di depan pintu masuk rumahnya.

"Cih! Bikin aku repot bukakan pintu saja. Kamu kan bisa datang lewat dapur." Dia ikut sinis, tampak kesal jam menonton video jalangnya itu aku ganggu.

"Aku malas lewat lorong sempit itu, dan matikan benda sialan ini!" Apalagi saat aku menendang laptopnya yang masih terus menyala mempertontonkan pemandangan tak pantas.

Dia balas dengan menendang kakiku, menatap cemberut dalam diam. Karena malas berdebat, aku biarkan saja dia memukuli hingga puas.

Setelah lewat satu jam, Si Jalang terduduk di lantai dengan napas ngos-ngosan. Akibat keadaan fisiknya yang jadi buruk setelah Rin lahir, alasan kenapa aku tak bisa jauh-jauh darinya.

Bukan karena aku mengidap sister complex seperti yang Mommy tuduhkan, tapi Si Jalang yang penyakitan membuatku tak bisa tenang membiarkan Rin tumbuh di bawah pengawasan Jouis, karena laki-laki itu lah yang membuat saudariku menjadi seperti ini.

Aku tak bisa seperti keluarga ku yang bisa menerima dan memaafkannya, tak bisa seperti Si Jalang yang dibutakan oleh cinta. Aku sangat membencinya dan tak akan pernah mempercayakan kakak dan anakku pada orang gila yang membuatnya kehilangan segala kebanggaan seorang Angelo, kehilangan kemampuan bertarung nya dan yang terburuk kehilangan rahimnya setelah Rin lahir.

"Sudah puas marah-marah nya? Ayo kembali ke kamar." Ucap ku dingin, mengendongnya mesti dia masih saja memukul punggungku selama kubopong.

"Kenapa kamu mengusir Yue? Padahal aku sudah senang akhirnya adik sesatku bisa mencintai seseorang." Keluhnya, memeluk leherku.

Hal yang menyebalkan karena aku tak bisa melihat seperti apa ekspresi wajahnya di balik punggungku, seolah-olah aku sedang dikasihani. Padahal jelas-jelas aku tak mencintai Yue dan juga tak mengusirnya.

"Kau yang memecatnya, bukan aku." Balasku, menurunkan nya ke atas tempat tidur dan mulai mencari obatnya.

Pipiku ia raup, memaksa agar bola mata yang sama persis seperti ku itu saling bertemu pandang. "Aku tak berniat memecat Yue, aku dan Feyrin hanya berniat memintanya pindah ke rumah kami untuk membuatmu sadar kalau kamu membutuhkannya Seme Denial."

OBSESSION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang