Bab. 9

10.8K 1K 97
                                    

Yue

Akhirnya aku dibebaskan juga, diletakkan di atas sofa sebuah rumah bernuasa putih yang dipenuhi oleh puluhan ekor kucing berbagai ras. Tapi sayangnya aku tak bisa kabur, puluhan manusia berjas hitam yang berjaga di luar bangunan indah ini terlalu menakutkan untuk ku hadapi.

Kakek tadi juga tak terlihat bosan mengawasi ku, ia malah asik menulis entah apa di atas sebuah notes kecil.

"Nama? Umur? Tinggi badan? Berat badan? Cepat jawab Tuan Kelinci!" Tanyanya beruntun, melirik tak sabaran padaku setelah ia selesai menulis.

"Bayar dulu! 50 Euro per satu jawaban, tambahan 20 Euro untuk jawaban jujur dan pajak 10%." Aku tagih tentu saja, walaupun kakek itu menakutkan... Tapi tetap saja tak ada yang bisa menghalangiku untuk mendapatkan uang tambahan.

Dia menyeringai menakutkan, mengusap pipiku amat pelan. "Tidak akan, apa menariknya mendapatkan jawaban dengan begitu mudah? Aku lebih suka mencari tau sendiri. Khehehehe... Kau yang memaksa ku bersikap kasar Kelinci Matre, jangan mengadu pada Vance ya..." Mengancam dengan nada bicara riang gembira.

Detik berikutnya, dia sudah mulai menelanjangi ku sambil mengeluarkan berbagai jenis meteran dari dalam sakunya. Bahkan sebelum aku sempat menjerit, atau mungkin malah aku tak sanggup walau hanya sekedar untuk meronta.

Demi uang!? Aku tak pernah bertemu manusia jenis sepertinya! Kalau seperti ini, bagaimana caranya aku memerasnya?

Kami bahkan belum saling berkenalan dan aku sudah habis dijamahnya dengan gratis. Aku shok, seseorang tolong bebaskan aku dari tangan dinginnya yang mencoba memeriksa pantatku itu.

"Untuk apa kau lakukan itu!?" Seruku, agak gemetaran.

"Aku ingin tau apa kau masih perawan atau tidak." Jawabnya enteng pula, asik menoleh beberapa coretan baru di notes itu.

Cuek saja melihat ku yang mulai gemetaran sambil memeluk sofanya, malahan kakek itu tampak amat makin riang menikmati wajah ketakutanku.

"Dan ternyata~ Anak Dean tak sejalang yang ku kira, katakan padaku kenapa dia masih belum melakukannya?" Kakek itu makin mendekati ku, menindih ku sambil mempertanyakan sesuatu yang melecehkan.

Aku mengeleng, tak mau menjawab apapun pertanyaan tak jelas apa gunanya itu.

"Tuan Kelinci~ Jawab atau kau lebih suka masuk ke dalam laboratoriumku?"

"..."

"Kelinci Matre, ayolah! Tunjukan padaku apa yang menarik darimu hingga bisa mendapatkan hati anak setan itu."

"..."

"Aku hitung sampai sepuluh lho~ Kalau masih diam..." Dia semakin mendekat, berbisik di telingaku. "...Aku akan mengikatmu di tiang tempat tidurku, telanjang sambil ku rekam dan hasil rekamannya aku berikan ke Vance." Mengucapkan sebuah ancaman yang aku yakin benar-benar akan ia lakukan sambil bernyanyi riang gembira.

"Aku tak tau apapun yang ingin kau ketahui! Kumohon bebaskan aku Kek... Hiks..." Aku putuskan untuk pura-pura menangis saja, memasang wajah polos ketakutan.

"Ckckckck... Akting murahan mu tak akan bisa menipu ku. Kau harus belajar lebih banyak lagi dari Feyrin, cucuku lebih pandai berakting tertindas daripada kau."

Cih! Tapi sialnya kakek itu tak tertipu, malah mengoyangkan jarinya sambil nyegir. Eh!? Tapi tunggu dulu, tadi dia bilang dia kakeknya Feyrin kan? Ponsel! Aku harus menghubungi anak nakal itu!

"Satu... Dua..." Hitungan pun di mulai.

Aku pun bergegas mencari ponsel Vance yang masih tersimpan di saku mantelku yang dilepaskan dengan paksa oleh kakek itu.

OBSESSION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang