Vance
"Tanganku berdarah dan badanku sakit semua..." Keluh Yue, terkapar di tempat tidur sambil melempariku bantal.
Aku mendengus, melemparkan kembali bantal yang ia lemparkan hingga menubruk muka kecut itu. Terkekeh mengejek saat ia berniat bangun untuk membalas ku tapi batal karena sakit pantatnya.
"Ugh! Sial! Kau memang bajingan Vance!" Umpat Yue, kembali berbaring menyedihkan.
"Hahaha... Salahmu sendiri yang jalang." Ejek ku, melemparinya dengan bola-bola kecil berwarna-warni hasil eksperimenku.
Bersenandung riang sambil mencampur beberapa senyawa ke dalam corong, mengoyangkannya pelan agar zat-zat di dalamnya tercampur sempurna. Sambil sedikit melirik ke arah Yue yang masih saja mengeluh ini-itu.
"Apa lihat-lihat! Minta uang berobat!" Bentaknya sensi, meringis lagi saat mencoba melemparkan kembali bola berwarna merah ke arah ku, yah... Walaupun akhirnya bola itu hanya jatuh ke lantai dan bergelinding entah kemana.
"Untuk apa uang berobat jika kau punya seorang dengan kecerdasan setaraf seorang profesor sepertiku? Lagi pula aku punya alat-alat pemeriksaannya lengkap. Bagaimana kalau kau kemari saja, berbaring di sini dan perlihatkan mana yang sakit." Tunjukku pada sebuah tempat tidur khusus untuk pasien di samping meja berisikan tabung-tabung kimia yang tengah kugunakan.
"Aku tidak sudi kau periksa! Dasar ilmuwan gadungan!" Yue makin sinis, membuang muka dan pura-pura tidur.
Mungkin kesal karena tak mendapatkan uang, padahal jelas-jelas dia yang kegatalan mengodaku. Lihat saja dua buah monitorku yang rusak akibat perbuatannya itu.
ku ambil sebuah jarum suntik dan sebotol kecil cairan bening dari lemari penyimpananku, membawa benda-benda itu menghampiri Yue. Duduk di sampingnya sambil membongkar isi laci lemari kecil di samping tempat tidur, mengeluarkan kota obat dari sana dan mulai merawat lukanya dengan serius.
Yue masih saja diam, tak bergeming sama sekali membiarkanku merawatnya. Dia bahkan tak marah-marah pantatnya ku suntik, cuma sedikit bergerak gelisah saat aku membersihkan luka bekas sobekan gigiku.
"Ugh... Sakit keparat! Pelan-pelan, gigi sialan mu itu benar-benar menyakitiku." Akhirnya ia berbalik, bersikap kasar padaku yang sudah berbaik hati merawatnya.
Ck. Tidak tau diri sekali...
"Gigi dan cakar laknat mu juga menyakitiku! Lihat punggungku dan lenganku yang masih berdarah ini. Lihat baik-baik perutku yang penuh dengan cap gigi tikus mu yang runcing itu!" Aku balas membentaknya, menunjukkan bukti kekerasan yang ia tinggalkan padaku.
Kebiasaan jalangnya yang suka mengigit dan mencakar saat kami bercin... Ah lupakan! Itu mimpi buruk dan aku tidak mau mengingatnya.
"Huft! Aku tidak lihat. Badanmu yang cacat itu sulit dibedakan luka atau tidak, malah banyak tato nya!" Ketus Yue, tidak mau mengakui kesalahannya.
Cih! Aku kesal, kubopong saja dia ke kamar mandi, melemparinya ke dalam bathtub yang sudah meluap-luap airnya sejak ku isi dari beberapa jam lalu.
"Sakit Tuan Denial keparat!" Umpat Yue saat pantat uke-nya itu bertubrukan dengan poselin.
"Rasakan itu! Bersihkan sendiri badanmu, nanti baru ku bantu oleskan salep untuk memarmu. Aku juga mau mandi, cairanmu yang menempel padaku membuat ku jijik." Aku acuhkan, memilih mandi shower- an sambil memperhatikannya mencampur minyak aromatherapy milik Rin dengan sabun cair.
"Kau pikir aku tidak jijik dengan cairanmu yang menempel di sana-sini!" Yue makin banyak mengomel, sambil main bebek karet milik Si Bencong yang Rin curi dan sembunyikan di kamar mandiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSION [END]
RomanceVance dan Yue hanyalah orang asing yang tak saling peduli saat mereka sengaja dipertemukan dengan paksa oleh iblis kecil bersosok malaikat kesayangan Vance. Namun ternyata dibalik kehidupan mereka yang sangat berbeda, mereka memiliki tiga kesamaan...