CHAPTER 2

3.1K 265 8
                                    

Sepuluh tahun kemudian.

Langkah kaki Juugo terlihat limbung. Sesekali dia bahkan hampir terjatuh karena tersangkut kakinya sendiri saat berjalan. Kekehan pelan tidak berhenti keluar dari mulutnya dengan aroma napas berbau alkohol yang menyengat. Sudah dipastikan, pemuda itu mabuk. Masih untung dia bisa pulang ke apartementnya dengan selamat, meski harus muntah di dalam taxi yang ditumpanginya dan membuat si pengemudi taxi menggerutu kesal karena sudah mengotori jok taxi - nya. Belum lagi si sopir harus membantunya keluar dan memapahnya masuk ke lobi apartement yang dijaga oleh dua orang security yang dengan sigap menolong si supir taxi memapah salah satu penghuni apartement di gedung yang mereka jaga.

Juugo menepis tangan kedua security yang hendak membantunya mengantarnya ke lantai dimana dia tinggal saat sampai di dalam lift yang akan membawanya ke lantai sepuluh. Kedua security itu hanya menurut saja, membiarkan Juugo menaiki lift sendirian. Saat sampai di lantai yang dituju, sambil bernyanyi - nyanyi dengan suara sumbang, Juugo berjalan sepanjang koridor menuju unit apartement yang ditempatinya.

Apartement mewah itu gelap. Semua lampu yang ada mati, saat Juugo memasukinya. Pemuda yang setengah mabuk itu tidak memperdulikan keadaan apartementnya yang gelap gulita. Langkahnya sempoyongan dan beberapa kali menabrak perabot yang ada di dalamnya. Juugo hanya terkekeh saat tubuhnya limbung karena kakinya tersangkut karpet dan hampir saja membuatnya tersungkur kalau saja tangannya tidak segera meraih meja kecil di sampingnya untuk dijadikan pegangan.

Dengan perlahan, juga menggunakan tangannya untuk berpegangan pada tembok sepanjang dia berjalan, Juugo akhirnya menemukan kamarnya. Segera setelah memegang handle, pemuda itu membuka kamar pribadinya.

Di dalam kamar tidak terlalu gelap. Cahaya redup dari lampu tidur menjadikan kamar itu temaram. Memperlihatkan siluet dan bayang - bayang benda di dalamnya. Tirai jendela tampak berayun pelan saat angin dari luar memasuki kamar lewat jendela yang tidak tertutup.

"Hay.. Sayang. Kupikir kau tidak akan datang'' suara serak Juugo terdengar diakhiri dengan kekehan kecil.

Mata tajam Juugo menatap liar pada sosok yang kini tengah berdiri di dalam kamar, menghadap cermin besar yang ada disalah satu dinding kamar, membelakangi Juugo. Meski mabuk Juugo tidak mungkin salah mengenali sosok yang berdiri di balik keremangan lampu kamar.

Sosok bertubuh ramping itu menggeliatkan tubuhnya saat Juugo memeluknya dari belakang, menggelitik leher jenjangnya dengan lidah panas pria itu. Memberi kecupan - kecupan disetiap titik sensitif sosok yang dipujanya selama ini.

"Bisakah lebih cepat?'' Suara pelan dan penuh gairah dari sosok itu membuat Juugo semakin tidak sabar. Ditariknya tubuh yang baru dia sadari hanya mengenakan celana tanpa atasan itu ke arah ranjang besar di tengah kamarnya.

"Sudah lama aku menginginkan ini'' gumam Juugo saat lidahnya kembali menjelajahi tubuh di bawahnya yang menggeliat pelan.

Sekuat tenaga sosok di bawahnya mendorong tubuh Juugo, membalik posisi hingga pria berambut jingga itu kini yang berada di bawah.

"Biar aku memuaskanmu Sayang'' seringai di wajah Juugo semakin melebar mendengar ucapan sosok di atasnya. Apalagi saat sosok itu memanggilnya dengan sebutan sayang.

"Lakukan semaumu'' tangan besar Juugo mengusap wajah yang begitu digilainya selama ini. Tidak percaya kalau hari ini akhirnya datang. Hari dimana dia bisa merasakan malaikat yang sudah mencuri hatinya sejak pertama bertemu. Juugo memejamkan matanya saat dirasa kenikmatan itu segera dimulai.

Cklik..

Sebegitu terlarut dengan keadaan menyenangkan yang sedang dialaminya, membuat pemuda bertubuh besar itu tidak menyadari sebuah borgol telah melingkar di tangan kanannya dan di kaitkan dengan kepala ranjang.

DON'T SAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang