part 11

456 19 1
                                    

Mulutku mengucapkanya.
Tapi hati, hatiku tidak bisa berbohong.
Ia tak ingin menginginkanya.
Menginginkan sebuah perceraian ini

***

Teesa menghabiskan harinya hanya di kamar, ia menatap atap rumahnya dengan pikiran kosong.

Teesa Pov

Haruskah aku mengikuti ego ku, atau mengikuti hatiku
Apa yang harus aku lakukan?
Sejujurnya aku tak ingin perpisahan tapi ia yang membuatku ragu padanya.

Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika perceraian itu tiba.

Apa aku akan bisa bahagia, tanpanya? tanpa hadirnya, oh yatuhan berikan petunjukmu, apa yang harus ku lakuakan?

Teesa pov end

Di sebuah Cafe

"Sialan, kau belum juga menghabisinya, hah." ucap wanita itu penuh emosi.

"Maaf, saya sudah berusaha tapi pria itu berhasil menyelamatkanya."

"Baiklah, mungkin untuk saat ini wanita  itu masih bisa selamat, tapi lihat saja sebentar lagi dia akan habis dengan tanganku sendiri." ucapnya sinis.

***
Brian berjalan menuju kamarnya ia mendapati Teesa yang sedang duduk bersandar di ranjang.

"Belum tidur."
Tanyanya dengan lembut.

"Belum, aku belum ngantuk." ucap Teesa.

"Sudah makan?" tanyanya lagi

"Belum, kau sendiri?"

"Apa kau lapar? jika lapar aku akan membuatkan makanan  untukmu." ucap Brian lalu hendak pergi.

"Tidak usah, hmmm… maksudku biar aku yang buat, kau kan baru datang kerja pasti lelahkan jadi biarkan aku yang memasak." ucap Teesa lalu segera beranjak dari ranjangnya.

"Baiklah." ucapnya singkat lalu kembali berjalan.

"Mau kemana?" ucap Teesa mengernyitkan dahinya

"Ruang kerja." setelahnya ia langsung berlalu dari hadapan Teesa.

Teesa mengerutkan keningnya, ia masih berdiri di sana,  sifat Brian yang sering berubah menjadi dingin membuat setengah jiwanya menghilang, apa ini? seharusnya ia senang karena dengan ini akan semakin mudah untuk bercerai tapi, aneh hatinya seakan-akan tak ingin berpisah.

Brian sedang mengerjakan berkas-berkas di ruang kerjanya, sedetik kemudian pintu di ketuk dan mendapati Teesa berjalan menuju arahnya dengan membawakan dua piring nasi goreng.

"Makanlah, kau pasti lapar, maaf aku hanya bisa memasak ini sekarang, soalnya…" ucap Teesa terpotong.

"Tidak apa, Terimakasih."ucap Brian lalu mengambil nasi goreng itu.

Dan saat itu juga mereka berdua makan dalam diam, tampak biasa saja di wajah Brian saat makan tidak ada pembicaraan atau apapun sampai selesai makan, Brian langsung meneruskan pekerjaanya.

"Apa luka di tanganmu sudah membaik?" ucap Teesa akhirnya membuka percakapan.

"Sudah, tidak separah kemarin." ucapnya masih menatap laptopnya.

"Syukurlah, sekali lagi aku minta maaf atas kejadian kemarin."

"Tidak apa, tidurlah ini sudah malam."

"Kau sendiri, apa tidak mau tidur?"

"Aku akan tidur jika pekerjaanku selesai kau duluan saja." ucapnya tanpa menatap Teesa.

"Baiklah, aku duluan,"
Ucapnya lalu hendak pergi namun ia kembali berbalik.

"Jangan terlalu malam cepat selesaikan ekerjaanmu dan beristirahatlah." ucap Teesa lalu berjalan pergi ke kamar.
Brian terdiam menatap Teesa yang kini telah menjauh.

"Bagaimana aku bisa menjauhimu, sementara diam-diam kau selalu membuatku seakan-akan bahwa kau peduli padaku, tapi.
Setelah ku katakan.
Aku mencintaimu.
Ku sayang dirimu
Tetapi mengapa kau masih ragu padaku?
Haruskah aku menyetujui keinginanmu untuk berpisah." batinya lalu ia membuang nafasnya dengan kasar.

***
Keesokan harinya Teesa bangun terlalu siang matahari telah sukses membangunkanya dari mimpi indahnya, Teesa mengeliat lalu ia berjalan dan mencari sosok Brian namun dia sudah tidak ada di sekitar apartemenya, Teesa membuang nafas nya kasar, lagi-lagi Brian pergi tanpa pamit padanya, rasa di hatinya semakin aneh, ini yang ia rasakan saat Brian mendiaminya, dan mengacuhkanya, hatinya terasa gundah merasa kehilangan setengah jiwanya.

Brian memilih menghabiskan waktunya di tempat kerja, sejak pagi sampai malam ia masih tetap berada di kantor tanpa memperdulikan untuk pulang.

Namun seorang gadis tampak khawatir menunggu Brian, yang belum juga pulang, entah darimana rasa hawatir itu tiba, membuatnya tiba-tiba menghawatirkan Brian.
Teesa mencoba menghubungi Brian tapi lagi-lagi ia kurungkan niatnya, dengan alasan gengsi, ia lebih memilih berbaring di kamarnya, sampai beberapa jam kemudian terdengar suara langkah kaki menuju ke arah kamarnya.

  Mendengar itu Teesa langsung terbangun dan berjalan ke arahnya  dan menatap wajah tampan itu.

"Darimana saja? kenapa baru pulang hah?" issh tiba-tiba ucapan itu terlontar dari mulut Teesa dan ia langsung menunduk malu, membuat Brian mengangkat sebelah alisnya,  lalu memilih berjalan ke arah kamar mandi.

"Briiiiaaan…" teriak Teesa membuat Brian menghentikan langkahnya.

"Aku lelah, kau mengacuhkanku tanpa alasan, aku bingung apa salahku? aku gak suka lihat kamu seperti ini aku.."

"Bukanya sebentar lagi kita akan bercerai, itu kan yang kau mau, aku hanya sedang berlatih untuk terbiasa tanpa kau." ucapnya dingin.

"Tapi bukan ini yang aku inginkan, aku ingin kita bercerai tapi dengan cara baik bukan dengan cara diam-diamman seperti orang tak kenal seperti ini, aku ingin kau berubah seperti dulu aku gak suka aku.." ucap Teesa mulai kesal, dan tanpa di sadari air matanya menetes begitu saja.

Brian berjalan perlahan menuju ke arahnya, hingga membuat Teesa mundur selangkah demi selangkah namun langkahnya terhenti saat tubuhnya sudah di dekap Brian.

"K…kau mau apa?" ucap Teesa gelagapan.

"Apa kau mencintaiku?" ucapnya tiba-tiba, Teesa hanya diam.

"Masih ingin keras kepala untuk bercerai." Lanjutnya lagi seperti  berbisik.

"A…aku tidak mencintaimu, dan keputusanku sudah bulat untuk bercerai denganmu." ucap Teesa.

Brian melepaskan pelukanya, matanya menatap ke mata milik Teesa.

"Aku akan berubah seperti dulu tapi, aku minta kita tidak jadi bercerai, aku tiidak tau bagaimana kelanjutan hidupku, jika telah bercerai denganmu." ucap Brian sendu menatap Teesa.

"Jika saja kau tidak melunturkan kepercayaanku, dan tidak menciumnya aku pasti akan bertahan, bertahan dan belajar mencintaimu, tapi aku kecewa kau penghianat di belakangku, dan karena itu aku tidak percaya lagi padamu" batinya.

"Aku ingin kita memulai dari awal, memulai sebuah pernikahan dengan cinta, aku mencintaimu Teesa bisakah kau sedikit saja membuka hatimu untuk pria sepertiku."

"Maaf  aku tidak bisa, aku tidak bisa mencintaimu, saat bersamamu tak ada rasa apapun aku menyimpulkanya bahwa aku memang tidak mencintaimu, ku harap kau mengerti keputusanku." ucap Teesa, Brian menjauhkan tubuhnya dari Teesa.

"Tidak apa, aku mengerti."
Ucapnya lalu berjalan menuju arah kamar mandi, terlihat jelas raut kekecewaan di wajah Brian.
Teesa menghembuskan nafasnya berat, di dalam hatinya ia merasa sangat bersalah, tapi entahlah keinginan untuk bercerai masih tetap sama, iya juga tidak mengerti dengan perasaanya saat ini.
**
Wah wah eahh ini aku bawa part 11 nya moga ada yang suka, jika fart ini sedikit yang kasih vote dan coment sepertinya akan jauh dari kata next, saya akan pertimbangkan lagi,,, mungkin gk bakal next lagi pengenya minimal 20 vote ajah udah bersyukur...

My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang