[nol]
[Blur]
.
Dia hanya perlu berjalan sekitar duabelas meter untuk memasuki jalan sekolah barunya itu.
"Lo di kelas sebelas ipa satu," kata Dian, yang tak lain adalah abang Putri.
Cewek berponi itu melirik jam tangannya yang berwarna hitam. Waktu menunjukan pukul 06.16.
Ia melangkah lebar dan meninggalkan area gerbang yang bersampingan dengan mesjid, kini ia memasuki area parkiran. Setelah melawati itu semua barulah ia melihat lapangan yang luas. Serta ruang kelas yang berjejer dan bertingkat mengelilingi lapangan.
Putri memperhatikan setiap detailnya tataan sekolah barunya ini. Ia melewati kerumunan siswa-siswi yang tengah bernostalgia, bercerita dengan riang tentang libur panjang yang telah dinikmatinya, bersebal-sebal ria karena libur telah berakhir dengan cepat dan ada juga yang bersedih karena rolling kelas yang memisahkan antara beberapa orang, kelompok, teman dan bahkan sahabat.
Cewek itu masih terus mencari kelasnya. Menembus kerumunan tersebut secara perlahan. Ternyata kelasnya terletak di lantai dua. Bersampingan dengan mading yang berada di tengah antara kelas XI IPA dan XI IPS.
Putri memasuki kelasnya setelah melihat dan memastikan jika namanya berada dalam daftar nama-nama murid di kelas XI IPA 1 tersebut. Cewek berambut hitam legam sebahu yang diikat kuda itu menyisir kelasnya yang bercat merah-putih.
Kelas tersebut terlihat sedikit kotor. Ia melihat terdapat spiker di pojokan belakang kelas. Dari ambang pintu juga terlihat jelas hasil karya-karya lukisan yang masih rapih tergantung di atas mading kelas, yang berisi puisi-puisi, cerpen, stiker tempel berbentuk love berwarna-warni yang sudah diisi dengan harapan dan cita-cita yang juga dilengkapi nama pemiliknya. Pasti itu semua adalah peninggalan senior atau kakak kelas angkatan sebelumnya.
Kelasnya ini dilengkapi satu kipas angin yang tergantung di tengah-tengah kelas, dan satu lampu panjang tentunya. Terdapat pula peralatan kebersihan yang tidak baru, tetapi masih layak untuk digunakan. Semua itu tersusun dengan rapi dan lengkap di belakang kelasnya yang bercat merah-putihnya.
Putri mulai memperhatikan bangku-meja yang beberapa di antaranya sudah terisi.
Harapanku... Putri membatin, dengan sedikit penyesalan. Masalahnya kini, meja juga bangku tangah yang Putri incar pun sudah ikut terisi. Masih tersisa bangku kosong di meja tengah, sebenarnya. Tapi... Putri ragu untuk melangkah dan duduk di situ, karena satu bangku tersebut telah ditempati oleh seseorang yang tak dikenalnya.
Cewek berkulit kuning langsat itu melihat seseorang melambaikan tangannya. Seseorang itu tersenyum. Putri menoleh ke luar kelas untuk memastikan bahwa benar dugaannya, bahwa seseorang itu menyapa dirinya.
Dirasa benar dugaannya, Putri memberanikan diri menunjuk dirinya sendiri. "Gue?" tanya Putri tanpa suara dengan sedikit mengerutkan kening dan menaikan sebelah alisnya.
Cewek itu mengangguk dengan cepat seraya memasang wajah datar. "Iyah elo," sahut cewek itu pelan, "Sini! Duduk bareng gue aja," lanjutnya memerintah sambil menepuk bangku kosong di sampingnya.
Putri melakukan apa yang gadis itu perintahkan padanya. Berjalan-melangkah dan menghampiri cewek itu lalu duduk di sampingnya, setelah ia melepaskan tas yang ia sorenkan sedari rumah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Detik dan Detak
FanfictionSipnosis RS.Putri: P RS.Putri: Ping ping ayam Hhh.. lagi-lagi cewek itu mebuang nafas berat. Centang satu pada pesan yang dikirimnya pada Angga. RS.Putri: Kok centang satu sih. Online kek RS.Putri: Angga gue laper iii RS.Putri: Angga gantenggg.. RS...