Jam Fisika akan berakhir lima belas menit lagi. Keadaan kelas sangat hening. Audry yang iseng mencoba memecah konsentrasi Putri yang sedang mencatat.
Cewek itu sangat tekun mencoret-coret buku tulisnya. Di depan sana pun Pak Ryan guru Fisika yang cukup kiler tengah sibuk memeriksa tugas kelas lain.
"Put, turnamen basket sore nanti lo nontonkan?" Putri masih sibuk mencatat soal beserta jawaban nomor terakhir. "Put jadi nontonkan?" tanya kembali Audry setengah berbisik, yang ditanya mengalihkan pandangannya sekilas.
"Liat ntar deh," katanya singkat.
Turnamen sore nanti pasti akan sangat menarik. Pertandingan itu menyangkut antara sekolah lamanya dan sekolah barunya ini.
Putri cukup akrab dengan anak olahraga sekolah lamanya. Ia mengenal baik masyarakat menengah atas Bakti Husada.
Dulu ia pernah ikut organisasi dan masuk di komisi B, di mana komisi tersebut mengurusi penataan menyangkut ekskul sekolah.
Pertandingan akan diadakan di sekolahnya ini. Sore nanti.
"Itung-itung nyemangatin dia kali." Celetukan Audry itu terlampau kencang membuat seisi kelas tengah menatap ke arah mereka.
"Nyemangatin siapa Dry?" Pak Ryan bertanya dengan nada menyindir. Putri menelan ludah, meski yang ditanya teman sebangkunya, tetap saja ia ikut hampir jantungan.Bahkan Audry pun tak tau bila Putri ikut nonton turnamen nanti, cewek itu akan menyemangati siapa. "Ehh.. anu Pak, nyemangatin.. sodara saya yang di rumah sakit biar cepet sehat," ucap Audry asal.
"Soal yang saya berikan sudah selesai dikerjakan memangnya?" Paruh baya masih dalam posisi enaknya sesekali ia membenarkan letak kacamatanya. Di tangannya ada sebuah pulpen merah yang siap digoreskan pada objeknya.
"Be-belum Pak," Audry yang kalap tiba-tiba gerogi saat harus menjawab pertanyaan laki-laki tua di depannya. Bukan grogi karena berhadapan dengan orang yang ia sukai. Tapi, karena takut ditendang dari kelasnya ini. Sebenarnya tak apa bila di keluarkan dari kelasnya saat ini, malah bila ia ingin tinggal melangkah saja. Tapi masalahnya, sangatlah sulit untuk mendapatkan nilai dari seorang paruh baya satu ini. Dan lagi, tidak ada sejarahnya seorang Audry mendapatkan hal paling memalukan semacam itu.
Audry masih diam di tempat tanpa berkutik. Cewek itu masih merasakan atmosfer panas. Bagaimana tidak? Tegurannya yang diterimanya memang halus namun tatapan maut di balik kacamata itu? Siapa pun tak bisa menghindarinya.
"Selesaikan dulu, jangan sampe menganggu yang lain. Atau kamu boleh keluar dari jam pelajaran saya!!" Perkataan terakhir yang keluar dari bapak berambut setengah putih itu menimbulkan kebungkaman dan keheningan seisi kelas. Rasanya seperti ruangan gelap gulita dimalam hari yang menyebabkan keangkeran. Namun disaat yang bersamaan dengan rasa angker itu kata 'mampus' terdengar samar di telinga Putri dan Audry. Suara itu berasal dari belakang tempat mereka duduk. Angga, bocah tengik biang rusuh di kelasnya. Anak kelas menyebutnya sebagai Audry versi cowok.
Putri menolehkan wajahnya ke asal suara nyaring yang didengarnya tadi. "Heh!" teguran dibarengi dengan pelototan Putri yang setengah mengancam itu dapat mendiamkan Angga yang tengah cekikikan.
••
Kini mereka tengah duduk beberapa meter dari sisi lapangan basket. Putri menyisir area dua lapangan volly dan basket, dengan sesekali memperhatikan anak-anak berlalu-lalang sambil menikmati ciki yang dibeli mereka di kantin sekolah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Detik dan Detak
FanfictionSipnosis RS.Putri: P RS.Putri: Ping ping ayam Hhh.. lagi-lagi cewek itu mebuang nafas berat. Centang satu pada pesan yang dikirimnya pada Angga. RS.Putri: Kok centang satu sih. Online kek RS.Putri: Angga gue laper iii RS.Putri: Angga gantenggg.. RS...