tujuh

15 10 0
                                    

Kantin adalah tempat yang tak pernah sepi. Meski jam pelajaran masih berlangsung. Gerombolan cewek berkaus olahraga itu tengah asik menikmati mie ayam. Setelah lelah mengikuti olahraga perut pun menjadi lapar.

"Kak Dito." Rani memanggil cowok itu ketika matanya menangkap sosoknya.

Dan teriakannya itu menimbuklan komentar dari Gea. "Rani, biasa aja kek!"

Rani membalas dengan rutukan, lalu akhirnya ia mengucap maaf. "Sorry kali Ge, hehe..."

Melihat itu Putri tersenyum. Ia ingat yang diucapkan Sinta tempo hari. "Hayy.. ada apa Ran?" Tiba Dito di hadapannya. Menghampiri gerombolannya. Cowok itu juga memakai setelan kaos olahraga tapi berwarna abu-abu.

"Emang kalo mau manggil harus ada alesannya ya Kak?" Teman-teman di samping cewek itu hanya menatap datar tingkah temannya yang sedang berusaha pdkt dengan seniornya itu. "Kok ke kantin cuma sendirian aja sih? Gebetannya mana?"

"Lah emang kalo ke kantin sendirian ada larangannya ya?" Bukannya menjawab cowok itu justru malah balik bertanya.

"Ya enggak sihh," kata Rani memasang wajah polosnya sambil mengeleng pelan karena salah tingkah. "Btw Kak Dito, gabung dong.. pesen makanan lebih bagus. Tenang Putri yang bayarin loh." Rani tersenyum jahil ke arah Putri yang kini sudah melotot karena namanya disebut.

"Lah? Kok gue yang bayarin makanannya sih? Yang ultah hari ini tuh siapa?" Putri mengelak tak terima. "Bulan Maret itu cuma Rania yang ultah diantara kami, Kak. Gue kan ultah di bulan Ap--" Putri menjeda ucapannya karena teringat sesuatu. Sesuatu yang ingin ia rahasiakan. "Agustus." Bila ada pilihan selain berbohong pasti akan Putri lakukan.

Semua orang melirik Putri. Termasuk Dito.

"Loh? Put, bukannya ultah lo itu bul-" Dito mencoba menjelaskan sesuatu tapi ucapannya telah terpotong.

"Eh iya, Kak Dito," Putri menoleh ke belakang. "Duduk Kak!" Putri memberi perintah singkat kepada cowok bergingsul itu. Ia menepuk tempat duduk di sampingnya, bermaksud agar Dito duduk berhadapan dengan Rani. "Pesen makanan sepuasnya juga boleh, ada Rani yang bakal bayarin makanan kita semua kok. Tenang aja," matanya bergantian memandang mereka. Senyumnya tak ia hilangkan.

"Iyah Kak, ga usah malu-malu atau, kalo Kakak mau bawa temennya untuk gabung sama kita juga boleh. Yang ultah engga ke ganggu kok." Gea bersuara.

Dito mengeleng pelan. "Duhh maaf-maaf, bukannya engga mau gabung. Kakak ke sini cuma mau beli sterofom buat tugas persentasi, mungkin kapan-kapan gabungnya ya?" tolaknya tak enak hati.

Haaa... selamett!!  Putri berlega-lega dalam hatinya. Sebenarnya saat ia menawarkan tempat kepada cowok yang berdiri di belakangnya ada kecanggungan yang tak di sadari oleh semua orang yang bergabung dalam satu meja tersebut.

Yahh pdkt gue gagal lagi deh. Rani kecewa.

"Btw hbd Ran. Sukses buat kedepannya. Doanya yang baik-baik." Dito dan yang lainnya masih menunggu respon Rani.

"Ohh. Haha thanks Kak," Rani merespon sang senior dengan tawa renyahnya. Tawa itu berhasil membohongi semua orang kecuali Putri.

"Yaudah gue dulun ya, sekali lagi sorry banget." Empat orang itu mengangguk singkat dan tersenyum simpul ke arah Dito yang membalikan badan dan mulai menjauh pergi. Menghilang ditelan belokan.

Detik dan Detak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang