Laughing Under The Stars

Hidden

Aneta's POV.

Aku merinding. Kenapa ya? Aku merasakan sesuatu. Tapi aku tak tahu apa. Aku mengecek ponselku. Tidak ada pesan dari Rie. Aku menjatuhkan diriku di tempat tidur dan membuang nafas. Perasaan yang tidak bisa diidentifikasi memenuhi dadanya. Tiba-tiba, pikirannya melintas pada Rin. Untuk lebih jelas, mata Rin.
Matanya berubah menjadi biru saat itu. Dan Aku tahu dengan jelas itu bukanlah sesuatu yang alami.
Dingin.
Itu yang aku rasakan juga saat Rin memarahiku.
Aku tahu ada sesuatu yang aku tidak tahu rentang kota ini. Tapi aku tahu sesuatu itu adalah rahasia besar.
Dan aku ingin mengetahuinya.

Third person's POV | Keito's House

"Selamat, kalian telah menemukan orangnya, Aneta...?" Keito membaca, wajahnya menunjukkan ekspresi kaget.

"Aneta?!" Sahut Rin. "Maksudmu, Aneta orangnya?"

"Aku... Juga tidak percaya."

Buku itu tiba-tiba terbuka pada halaman lain. Keito dan Rin mengamati dengan penasaran. Setelah bukunya berhenti, Keito mengambil bukunya dan membaca halaman yang terbuka.

"Kalung Kristal." Keito membaca. "Kalung ini memberikan aura dan kekutan yang besar bagi pemakainya. Di sarankan untuk tidak memakaikan kalung ini kepada seseorang yang beraura sedikit dan tidak berpengalaman."

"Aku rasa... Buku ini ingin kita memberikan ini kepada Aneta?" Ujar Rin.

"Mungkin saja." Keito mulai membalik-Balikkan halaman di buku.

"Kau cari apa?" Tanya Rin.

"Halaman tadi soal Aneta." Keito menelusuri seluruh buku, tapi tidak satu pun halaman disitu berisi tentang Aneta. "Aneh. Halamannya tidak ada."

"Apa?!" Sahut Rin. "Mana mungkin halaman itu bisa terhapus!"

"Itu mungkin saja." Kata Keito. "Bagi seseorang yang memiliki magis Waktu."

"Tapi Hana tidak mungkin melakukannya. Dan tadi kita melihat buku itu terbalik-balik sendiri." Bantah Rin.

"Tapi aku tidak pernah bilang itu ulah Hana." Kata Keito. "Pasti ada penjelasan mengenai semua ini."

"Atau ini takdir." Ucap Rin secara tiba-tiba.

"Takdir?" Gema Keito.

"Ya, takdir." Mulai Rin. "Kalau buku ini memang benar, jadi bisa saja takdir kita adalah membantu Aneta untuk menemukan kekuatannya."

Keito menatapnya. "Tapi bisa saja tidak."

"Kalau, Keito! Ini hanya 'kalau'" tekan Rin. "Tapi aku yakin buku ini magic."

"Ya, buku biasa tidak bisa hanya terbang dan bercahaya." Keito menyetujui.

"Mungkin kita bisa membicarakan ini dengan Hana?" Rin menyarankan.

"Baik." Keito mengambil kalung yang ada di tangan Rin. "Dan memberikan kalung ini kepada Aneta."

"Are you crazy?!" Teriak Rin. "Aneta tidak berpengalaman dengan penguasaan aura! Dia bahkan tidak tahu aura itu apa!"

"Tapi, tertulis disini 'untuk tidak memakaikan kepada seseorang beraura sedikit dan tidak berpengalaman.'" Keito mengulang. "Dan aura Aneta tidak sedikit."

"Baiklah, kita akan memberikan ini kepadanya besok." Rin akhirnya menyetujui. Keito tersenyum.

"Ini," Keito meletakkan kalungnya ke tangan Rin. "Kau yang memberikannya."

"Iya, oh Keito Sang Bijaksana." Jawab Rin dengan sarkastis.

"Anak pintar." Keito menyeringai.

Time skip | Next day at school

Aneta memasuki ruangan kelas. "Ohayo,min- aaah!"
Dua orang melesat dengan cepat di depan Aneta. Ryazu dan Zaru seperti biasa saling mengejar satu sama lain akibat permainan mereka. Tapi kali ini Ryazu punya sebuah senjata mematikan, yaitu Penggaris besi.

DUN DUUUUN [ahaha im not sorry]

"Aah! He's gonna kill me!" Teriak Zaru. Ryazu mengejar dari belakang, memperlihatkan semacam bloodlust. Ia menahan Zaru dari belakang dan menodong penggarisnya di depan wajah Zaru. Untuk sekejap, Aneta sempat berpikir Ryazu akan membunuh Zaru. Seperti mangsa ditikam predator.
"Get away from me!" Zaru mendorong Ryazu, membuat Ryazu terseret beberapa langkah menjauhi Zaru. 'Tapi bagaimana? Ryazu terlihat lebih berat dan lebih tinggi dari Zaru, jadi bagaimana itu mungkin?' Batin Aneta.

"Hei, Aneta? Aneta!" Panggil Hana.

"Oh, ya?" Aneta akhirnya sadar.

"Tidak. Kau terlihat melamun tadi." Ujar Hana.

Aneta melihat kedua laki-laki itu bermain. Ada yang tidak beres disini.