Bab 5

1.5K 162 11
                                    

       

Pasangan yang tidak resmi itu pun tiba di depan gerbang rumah berplat "Adachi". Dengan hati-hati, si sulung memarkirkan mobilnya di lahan yang sudah sempit itu. Tidak ada pagar yang melindungi kediaman tersebut, khas rumah di kawasan elit. Bangunan yang mereka tuju pun benar-benar mungil, seakan-akan yakin bahwa selamanya hanya akan ada tiga anggota keluarga yang akan menganggap tempat tersebut sebagai rumah.

Debar jantung Haru perlahan-lahan tak terasa, kalah oleh sakit di perutnya yang terlalu besar. Sesaat lagi ia harus menjelma menjadi penipu ulang dari manula-manula yang bahkan baru akan ia kenal. Meski Haru tidak percaya akan dosa, tapi ia tidak menyangkal akan adanya hukum karma. "Kau yakin kita akan turun sekarang?"

"Huh, tentu saja.. Kita sudah terlambat ini.. Kenapa? Kau tiba-tiba gugup?"

"Begitulah.. Meski dari ceritamu rasanya ayah dan ibumu adalah orang tua yang menyenangkan dan modern.. Tapi aku.. Ugh, yang paling penting, kau ada obat sakit perut, tidak!" seru Haru sembari meremas perutnya. Meski sudah dibalut oleh kepanikan, ia masih tetap ingin setia dengan misinya.

"Hei, jangan memaksakan diri.." Dengan lembut Ryosuke melepas sabuk pengaman yang menekan abdomen Haru. Dirangkulnya tubuh pasangannya yang memberontak itu. "Kalau kau tidak kuat hari ini, aku bisa minta mereka mengundurnya.."

Haru benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Bukankah apa yang baru saja ia lakukan itu seharusnya membuat siapa pun kesal? Ryosuke juga seorang yang sibuk.. Tapi demi hari ini ia rela mempersiapkan segalanya dengan matang. Dan Haru baru saja memberi sinyal 'membatalkan' semua usahanya itu!

"Kenapa kau bilang begitu.. Apa kau sendiri juga gugup akan bertemu dengan kedua orang tuamu?" tanya Haru masih dengan kepala tertunduk.

"..Kau tidak salah, sih, haha! Bohong jika kubilang aku tidak lupa semua skenario kata-kata yang akan kuutarakan pada mereka hari ini. Tapi lebih dari itu, kau tidak pantas sakit karena keegoisanku."

Pria bersurai coklat itu tak lagi dapat membendung rasa bersalahnya. Ia pun mendongak, berniat membalas kepedulian Ryosuke. "Adachi.. Aku- Astaga!"

Haru terpelanting ke kaca jendela di belakangnya ketika mendapati sosok perempuan berusia 50 tahunan berdiri di luar jendela milik Ryosuke. Bibirnya yang tipis terlukis datar dan matanya yang dihiasi bulu-bulu lentik itu menatap tajam Haru. Belum sempat, punggungnya yang lemas bersandar pada pintu di belakangnya, bunyi ketukan kaca dari arah punggungnya membuat Haru menjerit sekali lagi. Kali ini Adachi menangkapnya yang jatuh ke depan.

Lalu si sulung menjerit kesal, bukan pada Haru. "Ayah! Ibu! Berhenti bikin kaget!"

Jantung Haru telah melompat begitu tinggi bersama dengan kegugupannya tadi.

Lalu sang ayah yang berpakaian yukata santai hijau tua itu membuka pintu mobil. "Siapa yang bikin karet?"

"Kaget ayah.. Kaget," Adachi menggerutu, masih dengan Haru di dekapannya. "Muncul itu yang biasa saja, dong."

"Habisnya kalian tidak turun-turun dari mobil, makanya kita menjemput. Siapa tahu anak kita sendiri lupa jalan masuk ke dalam rumah saking lamanya tidak pulang," pria beruban itu terus mengoceh tanpa menyadari kecanggungan yang dialami oleh Haru sekarang ini. Ia terkunci dalam posisinya. Sudah terlambat baginya untuk berbalik dan memberi salam.. Tapi tetap dalam keadaan seperti ini pun tidak bisa!

Meski akan tampak aneh, aku harus bisa menghadapi ayah Adachi! Semuanya sudah terjadi, aku tidak bisa mundur lagi.

"A-Adachi-san-"

"Hei, kau punya tato ular?" Lagi-lagi bicara Haru terpotong oleh keisengan sang ayah. Karena kepanikannya barusan, kemeja Haru pun terangkat sedikit dari dalam himpitan jeans-nya. Tato di belakang perutnya itu mengintip, menyentuh titik rasa penasaran ayah dari pria yang dikencaninya. "Keren juga, padahal orangnya kagetan."

Parallel: Koi Ha Muzukashii [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang