tigaㅡencounter

6K 913 127
                                    

"Heh!! Goblin! Bangun lo!!"

Taehyung merasakan kepalanya semakin puyeng saat tubuhnya digoncang-goncangkan. Ia kenal dengan suara ini. Siapa lagi kalau bukan sahabat karibnya, playboy HYYH, Park Jimin.

"Bangsat, Jim. Gue hangover," gumam Taehyung masih memejamkan matanya dan mual. Mengumpulkan nyawanya yang memencar pergi jauh saat ia tertidur karena mabuk.

"Salah lo, Kupret! Minum nggak kira-kira!" Jimin beranjak dari sofa tempat Taehyung tidur semalam. "Ada sopir bokap lo tuh di depan. Bangke lah, pagi-pagi buta ginu udah ngetuk pintu."

Seketika rasa kesal mengisi tiap sudut hati Taehyung. Apa lagi kehendak ayahnya sekarang?

"Ck!" decaknya keras. Taehyung bangun dari posisinya. Memegang kepalanya yang masih pusing setengah mampus.

"Lo ada masalah sama bokap?" tanya Jimin setelah menenggak air mineral langsung dari botolnya.

Cowok itu memutar kedua bola matanya malas. Tanpa mendengar jawaban dari Kim Taehyung, Park Jimin sudah tahu. Temannya itu pasti dan selalu bermasalah dengan ayahnya.

"Mending lo pulang. Temuin bokap lo. Dari pada fasilitas lo dicabut. Gue sih udah paham sama ancaman kayak gitu." Jimin menepuk-nepuk pundak Taehyung pelan. "Buru, dah...."

"Males sumpah! Bos udah mulai sok-sokan ngatur gue semenjak Kak Taehee lahiran Sena, gue yang jadi target baru."

Jimin terkekeh sinis mendengar keluhan Taehyung.  Temannya ini memang sangat keras kepala.

"Emang lo bisa idup tanpa aturan dari bokap lo? Fasilitas yang dikasih bokap lo? Tae, itu kartu kredit sesuka lo pake sama Lambo yang lo parkir di bawah itu datang darimana? Dari lobang idung lo? Bokap lo, Man."

"Ah... Tai lo, Jim!" cibir Taehyung seraya berdiri dari duduknya. Meraih jaket yang tersampir di sandaran sofa. "Ceramah aja terus! Sekalian aja lo semedi di Gunung Jiri sono! Siapa tau lo jadi biksu! Jangan lupa gundulin itu kepala!"

Park Jimin terbahak keras. Merasa menang karena akhirnya dapat membujuk Taehyung untuk pulang. Jujur saja, jika ia terus-menerus membiarkan Taehyung seperti ini, bisa-bisa Kim Taewooㅡayah Taehyungㅡakan melakukan sesuatu yang merugikan temannya itu.

"Good luck!"

Taehyung memutar bola matanya. "Bacot! Balik dulu, Tet!"

"Bangsㅡ!"




°°°





"Kim Taehyung."

Taehyung tak menyahut. Hanya menatap ayahnya. Malas untuk bicara. Karena sejak kedatangannya di ruang kerja ayahnya, yang ia dengarkan hanyalah omelan ayahnya. Membosankan.

Taewoo melepaskan kaca matanya dan meletakkan koran yang sudah tak menarik lagi baginya ke atas meja kerjanya. Menatap Taehyung dengan mata lelah.

Taehyung menyadari bahwa ayahnya sudah semakin tua. Dilihat dari matanya yang lelah dan kulitnya yang sudah mulai keriput serta rambutnya yang memutih. Seketika hati sekeras batu Taehyung melemah. Sebenarnya, dari segala sifat dan sikap keras ayahnya, Taehyung tetap menyayangi orang tua tunggalnya tersebut. Apalagi jika mengingat setelah kematian sang ibu, ayahnya tak pernah mempunyai tanda-tanda untuk menggantikan posisi ibunya dengan wanita lain. Taehyung tahu, ayah masih sangat mencintai ibunya. Dan semoga akan selalu begitu.

"Besok malam kamu akan mengadiri pesta ulang tahun salah satu kolega perusahaan sebagai perwakilan keluarga kita. Papa nggak mau bikin repot kakakmu. Dia pasti capek ngurus Sena. Jadi kamu aja yang hadir. Kebetulan Papa sudah ada jadwal check up dengan Dokter Nam. Bisa kan?"

ENCHANTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang