Chapter 1

18.1K 1K 53
                                    

King's Cross peron sembilan tiga perempat, seorang bocah berkulit pucat dengan rambut pirang platina yang ditata klimis sedang dipeluk erat oleh ibunya. "Jaga dirimu baik-baik, my Drakie!" ucap lembut sang ibu.

"Ingatlah, Nak! jangan sembarangan berteman, kau bukan penyihir biasa, kau seorang Malfoy." Lelaki paruh baya yang mirip dengan sang bocah--terutama kulit pucat dan rambut pirang platina--menepuk pundak anaknya.

"Tentu, Dad! yang pasti aku akan menghindari muggle-born!" ucap sang bocah dengan bangga.

"Bagus." sang ayah tersenyum simpul.

Peluit Hogwarts Express berbunyi dan Malfoy junior bergegas menaiki kereta. Ketika sedang mencari kompartemen yang kosong, ia bertabrakan dengan gadis berambut coklat mengembang. Buku yang dibawa sang gadis berhamburan dan ia meringis. Sang bocah memandangnya sejenak kemudian membantunya mengumpulkan buku yang berserakan dengan ekspresi yang tidak ikhlas, "Lihat-lihat kalau jalan!" Ketusnya.

"Kau yang lihat-lihat kalau jalan!" Gadis itu menatap sengit dan sang bocah mendecih kesal.

"Minggir!" Bocah itu mendorong si gadis ke samping dan melanjutkan pencarian kompartemennya.

Semua itu adalah awal pertemuan Draco Malfoy dan Hermione Granger. Pertemuan pertama yang meninggalkan kesan buruk dan menjadi awal untuk pertemuan-pertemuan buruk lainnya.

Draco juga meninggalkan kesan buruk terhadap Harry ketika berada di dalam Hogwarts Express, sehingga, sejak saat itu dia resmi menjadi musuh Harry Potter. Draco juga jadi memiliki hobi menghina Harry dan membuat Hermione ikutan jengkel. Tidak aneh jika akhirnya Hermione menganggap Draco sebagai musuhnya. Mereka sesekali juga melempar hinaan apalagi sejak Draco tahu bahwa Hermione seorang muggle-born.

Draco menyadari bahwa, sejak awal musuh alaminya memang si Potter sok heroik, Wealey si miskin, dan tentu saja, Granger si muggle-born. Pertemanan mereka seakan menjadi paket kebencian bagi Draco. Semua tipe yang harus dimusuhinya ada pada mereka.

Pertengahan tahun pertama di Hogwarts, Hermione tidak sengaja bertemu dengan Draco di perpustakaan. Bocah platina itu sedang sibuk mengerjakan tugasnya, diapit oleh dua bodyguard raksasanya, Crabbe dan Goyle. Hermione pura-pura tidak mengenalnya dan duduk di bagian meja paling ujung--berjarak cukup jauh dari Draco--tapi bocah itu malah menghentikan pekerjaannya; merapikannya, berjalan mendekati Hermione, lalu bergumam dengan wajah jijik, "Udara di sini jadi terasa begitu kotor karena kehadiran muggle-born."

Hermione menatap horor ke arahnya. Sementara Draco menyeringai melihat perubahan ekspresi Hermione, tak lama kemudian ia pergi diikuti duo gorilla pengawalnya. Hermione mengepal dan matanya memerah.

"Malfoy sialan!" umpatnya.

Draco Malfoy memang paling tahu cara menyakiti Hermione tapi bukan berarti ia sengaja, hanya saja dia memang tidak suka berdekatan dengan gadis berambut kembang itu. Dia muggle-born, Draco tidak akan pernah mengakui bangsa yang seharusnya tidak diizinkan ada di Hogwarts.

Ayahnya pernah bilang, zaman dahulu muggle-born tidak diizinkan sekolah di Hogwarts, bahkan mereka yang campuran penyihir dan muggle saja dianggap penghianat. Lalu sekarang, Draco sang keturunan keluarga Malfoy yang berdarah murni dan terhormat harus belajar bersama seorang kelahiran muggle? Jangan bercanda!

Draco tidak suka.

Selain itu, semenjak awal tahun pertama di Hogwarts, semua perhatian tertuju pada si 'anak lelaki yang bertahan hidup' Harry Potter. Ayahnya bilang, biarkan saja anak itu, dia hanya sedang menikmati keberuntungan atas hasil bertahan hidup dari you-know-who. Tapi hal itu membuat Draco merasa tersaingi. Harusnya dia yang dielukan karena merupakan pewaris tunggal kekayaan Malfoy yang berdarah murni.

Draco tidak suka.

Lalu jangan lupakan si penghianat Weasley. Si miskin berdarah murni tapi pemuja muggle. Menjijikkan.

Draco itu hidup dengan segala prinsip kebangsawanan penyihir darah murni yang kaya raya. Mungkin kedengarannya sombong, tapi menurut ayahnya, semua itu hanya untuk menjaga kehormatan penyihir murni seperti mereka. Itu sangatlah wajar dilakukan. Jadi, tidak salah jika Draco membenci orang seperti mereka.

Suatu malam, Draco mendapati Harry dan kedua sahabatnya itu sedang menyelinap ke gubuk Hagrid, Draco menjadi penasaran dan mengikuti mereka. Awalnya ia ingin segera melaporkan mereka pada Profesor McGonagal atau Mr. Filch, tapi ia malah makin penasaran dan mengintip mereka dari luar gubuk dan yang benar saja, di dalam sana ada naga yang baru menetas!

Draco segera melapor dengan maksud agar Harry dan kawan-kawannya mendapat hukuman, tapi malah dia juga ikut terkena detensi. Sudah jatuh tertimpa tangga, mungkin itu yang ia rasakan saat mendapat detensi malam itu.

Draco merasa jadi pengecut, dia makin kesal saat Hermione menjadikan hal itu sebagai ejekkan untuknya. Padahal, wajar saja dia takut, selama ini Draco hidup di Malfoy manor dengan segala fasilitas dan perlindungan, lalu tiba-tiba dia disuruh berkeliaran di hutan terlarang yang dari namanya saja sudah terlarang untuk di datangi, apalagi malam hari.

Sesampai di rumah nanti, Draco pasti akan mengadukan semua itu.

Di kelas ramuan profesor Snape, Gryffindor bertemu dengan Slytherin dan entah kenapa Hermione harus duduk di depan Draco, sungguh sial. Bocah pucat itu terus saja mendengus dan berbisik-bisik pada temannya. Hermione tahu apa yang mereka bisikkan, apalagi kalau bukan hinaan pada Harry ataupun padanya.

"Diamlah, Malfoy! Kau mengganggu konsentrasiku!" Hermione jengah.

Bisikan mereka tepat di belakangnya dan suara itu mengalahkan suara profesor Snape yang sayup-sayup tak sampai.

"Urus urusanmu sendiri, muggle-born!" sinis Draco.

Hermione menggeram dan memutar bola matanya. Dia jengkel, sangat jengkel. Bagaimana dia bisa bertahan jika setiap hari harus bertemu dengan bocah pucat menyebalkan itu.

Setiap hari? Iya! Hampir setiap hari mereka pasti berpapasan, di lorong, di perpustakaan, di depan aula besar, dan bahkan di luar Hogwarts. Terkadang mereka memang hanya sekedar berpapasan lalu berlagak saling tak mengenal. Yah ... kecuali Draco yang tidak pernah berhenti menatapnya jijik. Namun terkadang mereka akan berhenti, saling berhadapan, lalu saling mengumpat. Aaaargh! Hermione bahkan selalu siap untuk menonjok wajah pucat itu.

Begitulah tahun pertama yang mereka jalani, di tambah dengan keheroikan Harry Potter dan dua sahabatnya itu hingga Gryffindor mengalahkan Slytherin yang kala itu sudah merasa di atas awan. Draco kecewa sekaligus kesal, mereka melanggar peraturan tapi malah mendapat hadiah?!

Di perjalanan pulang, Draco sempat berpapasan dengan Hermione ketika hendak membeli cemilan dari trolli makanan. Bahkan saat terakhir di tahun pertama pun mereka bertemu dan saling melempar tatapan tidak suka. Selera makan Hermione saja langsung hilang hanya dengan melihat seringaian bocah pucat itu.

TBC

Just, SHUT UP! √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang