Chapter 2

9.9K 922 77
                                    

Draco ikut ayahnya ke toko Borgin and Burkes di Knocturn Alley. Sang kepala keluarga--Lucius Malfoy--sedang ada bisnis dengan Mr. Borgin, sementara Draco melihat-lihat isi toko. Matanya tertuju pada sebuah tangan di atas bantal. Draco menginginkan tangan itu tetapi mendapat tatapan sinis dari ayahnya.

"Aku membesarkanmu bukan untuk memiliki benda itu. Benda untuk penjarah dan pencuri-- Kecuali dengan benda itu kau dapat mencuri sedikit nilai untuk mengalahkan anak perempuan kelahiran muggle itu."

Draco cemberut. Dia memang sering mengadukan tentang Hermione Granger pada orangtuanya. Mengatakan bahwa Hermione mendapat nilai sempurna di semua pelajaran--kecuali terbang tentu saja--padahal hanya seorang kelahiran muggle yang kebetulan memiliki bakat sihir. Tapi semua pengaduan itu bukan untuk dijadikan bahan sendiran pada dirinya.

Draco kembali melihat-lihat dan matanya tertuju pada sebuah lemari tua. Belum sempat ia menyentuh ganggang pintu lemari, ayahnya sudah memanggil untuk segera pergi. Draco mengurungkan niatnya lalu mengikuti ayahnya keluar toko.

Draco kembali ke Diagon Alley dan bertemu dengan Hermione di toko buku Flourish and Blotts. Hermione sedang berusaha melihat profesor Lockhard dari kerumunan dan Draco mencibirnya dari lantai atas.

"Kau belum pernah melihat penyihir terkenal ya, Granger?"
Hermione mendongak dan melihat Draco menatapnya dengan seringaian seperti biasa. "kasihan sekali,"

"Bukan urusanmu!" Hermione menatap kesal kemudian berpaling. Bocah pucat itu tidak suka diabaikan, dengan kesal dia menuruni anak tangga hendak melabrak Hermione, tapi dia berpapasan dengan Harry dan menatap bocah heroik itu sengit.

"Selalu terkenal, heh Potter?!"

"Jangan iri, Malfoy!" Tiba-tiba Ginny, si bungsu Weasley datang dan menghadang Draco.

"Wah...wah! Berambut merah, wajah berbintik, dan buku lusuh. Weasley, heh?" Lucius Malfoy menghampiri mereka dengan tatapan dingin, membuat wajahnya yang pucat semakin pucat.

"Dad!" Draco tersenyum.

"Ayo kembali, Nak! terlalu banyak hal-hal kotor yang tidak sepantasnya berada di sini. Muggle dan penghianat."

Hermione paham siapa yang disindir, apalagi Draco mencibir ke arahnya. Kebencian Hermione kepada Malfoy bertambah sepersekian persen di awal tahun kedua.

Di tahun kedua Draco bergabung tim Quidditch. Hal yang sudah ia idam-idamkan bahkan sebelum sekolah di Hogwarts, dia sudah berlatih dengan keras untuk hal itu dan akhirnya berhasil diterima sebagai Seeker. Untuk merayakannya, Draco meminta ayahnya membelikan seluruh anggota tim sebuah sapu balap keluaran terbaru, Nimbus 2001 tentu saja.

Draco menyombongkan diri atas semua pencapaiannya itu. Setidaknya ini saatnya ia yang diakui, bukan Potter dan Potter terus. Tetapi Hermione menghinanya sebagai tukang suap, bergabung tim Quidditch bukan karena kemampuan tapi karena dekingan orangtua.
Draco sangat marah sehingga kata paling buruk terlontar dari mulutnya. Dia menyebut Hermione sebagai 'Mud-Blood'.

Draco paham jika dia sudah keterlaluan, tapi gadis rambut semak itu jauh lebih keterlaluan. Dia tidak tahu apa-apa tentang terbang apalagi Quidditch tetapi berani menghina Draco seperti itu. Bahkan dia tidak tahu seberapa seringnya Draco berlatih. Gadis itu pantas mendapatkannya.

Sejak insiden itu, Hermione dan Draco resmi berperang. Bukan sekedar Hermione membela Harry tapi memang perperangan untuk diri pribadi, antara Hermione Granger dengan Draco Malfoy. Muggle-born versus pure-blood.

Draco mulai mengkhususkan kejahilannya kepada Hermione--juga kepada Harry tentunya. Seperti hari itu, Draco menempelkan permen karet ke rambut Hermione hingga sang gadis terpaksa memotong rambutnya yang terkena permen karet dan bersusah payah merapalkan mantra untuk menumbuhkan kembali rambutnya.

Just, SHUT UP! √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang