"Jangan terluka karena diriku. Biar aku yang terluka demi dirimu."
---
Natcha sengaja keluar dari ruang kesehatan ketika sekolah sudah lumayan sepi. Satu alasannya, ia malas bertemu dengan Arllen apa lagi kalau harus pulang bersama manusia kasar itu. Ogah. Ia juga rela pulang terlambat setiap hari kalau untuk menghindari cowok itu. Pokoknya asal tidak bertemu dengan manusia bernama Arllen.
Melangkah menuju kelas, Natcha sesekali masih merasakan sakit pada lengannya. Lorong-lorong koridor yang dilewatinya sudah hampir sepi semua. Hanya beberapa kegiatan ekstrakulikuler yang meramaikan area sekitar lapangan sekolah. Natcha memperlambat langkah kakinya ketika hilir angin menyapa wajahnya dengan lembut. Kemudian ia dibuat tertegun oleh langit yang mulai dipenuhi gumpalan awan gelap. Menyadari hujan akan segera turun Natcha mempercepat langkahnya.
Arllen berdiri di depan pintu kelas dengan tas ransel berwarna merah marun digenggamannya. Ia sedang menunggu sang pemilik tas muncul dari persembunyiannya. Ia tahu gadis itu tengah menghindarinya. Dan senyum disudut bibir cowok itu terukir kecil ketika seseorang yang ditunggunya akhirnya datang.
"Natt."
Natcha menatap sinis hingga rona benci jelas tersirat dari mimik wajahnya. "Satu-satunya orang yang saat ini gak pingin aku lihat itu kamu! Tapi kenapa kamu harus ada disini sih! Nyebelin tau gak!" ungkapnya dengan geram.
"Aku minta maaf, Nat..."
Natcha tak menanggapi ia malah membuang mukanya angkuh. Arllen tahu ia pantas mendapatkan itu dari Natcha. Kesalahannya sudah sangat fatal kali ini. Dadanya berdenyut sakit ketika matanya melihat perban yang terpasang di pergelangan tangan Natcha. Pasti sakit 'kan? Seperti apa sakitnya?
Dengan tatapan penuh penyesalan cowok itu menghampiri Natcha.
"Mau ngapain lagi kamu? Jangan mendekat Arllen!" teriak Natcha begitu geram.
"Maaf, Nat, pasti sakit ya? Maaf—aku minta maaf..." Lagi-lagi Arllen membuat hatinya merasakan perasaan yang tak menentu. Apa-apaan setelah menyakitinya sekarang ia dengan sok sedihnya meminta maaf dan meniup-niup pergelangan tangannya yang diperban. Lucu. Pakai bahasa aku-kamu lagi. Apa sih maunya?
"Jangan sentuh aku, Arllen!" Natcha menjauhi tangannya dari Arllen. Memalingkan wajahnya ke samping, ia tidak ingin bertatap wajah dengan cowok itu.
"Nat, maaf aku—
"Ya. Aku maafin. Siniin deh tas aku. Mau pulang nih." sela Natcha ketus.
"Aku menyesal."
Natcha berdesis sebal, "Iya tau. Sini tas aku!"
"Maafin aku, Nat...tangan kamu pasti sakit 'kan?"
"Yaiyalah sakit. Pakai nanya lagi!"
"Supaya adil, supaya kamu maafin aku," Arllen berjalanan kembali ke arah pintu kelas lalu ia mengangkat tangan kirinya dan dengan kencang ia hempaskan hingga terbetur mengenai ujung kusen kayu yang tajam. Hingga luka memar membekas di sana. Natcha yang menyaksikan itu kian tercekat, sangat tidak berpikir kalau Arllen akan melakukan hal gila seperti itu.
"Impas," gumam Arllen menyunggingkan senyumannya.
Astaga. Natcha hampir menganga dibuatnya, bahkan ingin berkata pun tak bisa. Bagaimana bisa Arllen terlihat baik-baik saja? Itu pasti sakit 'kan?
"Ayo kita pulang," ucap Arllen kemudian. Melenggang pergi dengan santai serta senyum yang masih melengkung di bibirnya tanpa sedikit pun ia terlihat kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY POSSESSIVE PRINCE √
Teen FictionHanya fiksi semata, ambil baiknya buang buruknya. Natasya Affrani (Natcha) tak pernah mengira takdir mempertemukannya dengan Arllen Atthala Naufal si cowok famous di sekolahnya. Ia tak tahu apa pun mengenai cowok yang terkenal karena ketampanan waj...