Part 6

7.6K 312 8
                                    

Handphone Arya berdering. Lucy meneleponnya mengajak untuk pulang karena kondisinya yang belum terlalu membaik. Arya pun masuk ke tempat diadakan acara peresmian kantor cabang sahabat ayahnya tadi. Ia pun lantas menghampiri Lucy dan berpamitan kepada pemilik hajat. Lalu mereka pun keluar dari tempat tersebut dengan Arya mendorong kursi roda Lucy.

....
Hari pun terus berlalu, tiada yang berubah dari keadaan Zahra di rumah itu. Ia semakin merasa terasing dan tak dianggap keberadaannya bahkan kadang ia merasa hanya dianggap sebagai pembantu. Ya bagaimana tidak ia berfikiran seperti itu, karena ia hanya melakukan pekerjaan rumah tanpa diperhatikan layaknya perhatian seorang suami terhadap istrinya. Ya, mungkin Zahra lupa untuk apa ia berada di rumah itu. Tapi bukankah ia berhak mendapatkan apa yang Lucy dapatkan? Perhatian Arya. Ah rasanya bagai pungguk merindukan bulan, hampir mustahil.

Suatu hari Zahra membantu Lucy untuk latihan berjalan. Namun pada suatu ketika-karena mungkin ia terlalu lelah sehabis mengerjakan pekerjaan rumah-Zahra tidak mampu menopang badan Lucy sehingga Lucy hampir saja terjatuh. Dan pada saat itu Arya baru pulang dari kantor, ia yang melihat Lucy hampir terjatuh langsung berlari menolong Lucy-yang tanpa ia sadari ia mendorong Zahra hingga Zahra terjatuh dan tangannya menyenggol vas bunga kaca yang ada di meja dekat ia berdiri tadi. Vas bunga tersebut pun pecah dan pecahannya melukai lengan kanan Zahra.
"Kamu kalo ga niat ngerawat Lucy, ngomong! Jangan bikin dia hampir jatuh kayak tadi. Kamu ceroboh banget sih." Hardik Arya dengan nada bicara yang sangat dingin.

Zahra syok mendapati sikap Arya yang demikian. Selama ini dia masih mampu menahan air matanya atas sikap Arya yang tak memperdulikannya. Namun kali ini perasaannya benar-benar terguncang. Ia tundukkan kepalanya dari wajah marah suaminya itu sembari ia berkata
"Maaf mas, saya tidak sengaja." Dengan suaranya yang bergetar menahan tangis.

Dalam hatinya Zahra berkata lirih "Benarkah ia suami ku ya Allooh? Astaghfirullooh"
Dan setetes air bening pun jatuh di pipinya.

Seakan tanpa memperdulikan keadaan Zahra, Arya langsung membawa Lucy ke kamar. Ia perhatikan istri pertamanya itu dengan telaten. Sedangkan Zahra?

Zahra masih menahan pedih di hatinya. Ia pun membereskan pecahan vas bunga yang pecah tadi dan kembali lagi ke dapur.

Di dapur Zahra duduk di kursi disamping meja tempat ia biasanya menyiapkan bahan-bahan untuk masakannya. Dengan perlahan ia buka kancing gamisnya yang ada di pergelangan tangannya. Ia angkat sampai sesiku tangannya. Ia perhatikan lukan tersebut dengan seksama. Sakit.

Ia pun beranjak ke wastafel dan mengguyur lukanya dengan air yang mengalir. Perih. Ya, amat perih. Luka di tangannya-dan juga luka di hatinya.

Air mata tak dapat lagi ditahannya. Mereka menetes seakan ingin menunjukkan luka yang teramat dalam yang Zahra rasakan.

Kemudian Zahra pun mengambil kotak P3K untuk mengobati luka di lengannya. Karena teramat perih akibat alkohol yang mengenai lengannya yang terluka, tanpa ia sadari ia memanggil-manggil umminya.
"Ummii... Zahra rindu. Lengan Zahra sakit ummi... hiks. " Dengan air mata yang semakin deras menetes.

Manja. Zahra memang manja. Ia anak tunggal jadi perhatian kedua orang tuanya hanya padanya. Wajar 'kan jika ia merindukan umminya. Terlebih lagi ia yang dulu mendapatkan perhatian intens dari keluarganya, kini ia bahkan tak dianggap ada. Ya, Zahra juga butuh perhatian dari suaminya.

....
Di kamar, Lucy diam terpaku tak percaya dengan sikap Arya yang sangat kasar terhadap Zahra tadi.
"Aku ga kenapa-napa kok Ar." Jelas Lucy saat Arya menatapnya dengan tatapan khawatir.

"Tapi sayang, aku khawatir banget sama kamu." Sambung Arya

"Aku ga kenapa-napa Ar. Mungkin Zahra yang terluka sekarang, karena sikap kamu tadi."

"Tapi Luc..." Ucapan Arya terpotong oleh kalimat Lucy yang mengatakan

"Dia istrimu juga Ar. Temuilah dia. Lihat kondisinya sekarang!"

Deg

Mendengar apa yang Lucy ucapkan membuat Arya terhenyak. Ia tersadar akan satu hal, yaitu kini bukan hanya Lucy yang menjadi istrinya. Tapi juga ada Zahra.

Awalnya ia bimbang untuk memutuskan menemui Zahra atau tidak namun karena Lucy terus memaksanya maka ia pun terpaksa menemui Zahra.

Dan sesampainya Arya di dapur, betapa terkejutnya ia ketika mendapati gadis bermata teduh itu yang tengah menangis sesenggukan-dengan tangan yang menangkup mulutnya seakan meredam tangisannya agar tak ada yang dapat mendengarnya.

Samar-samar ia mendengar Zahra memanggil-manggil umminya. Arya mendekat ke Zahra & keterkejutannya pun bertambah ketika mendapati lengan Zahra yang terluka.

Dengan perasaan bersalah Arya semakin mendekat ke Zahra.

"Kita ke dokter ya?" Bujuk Arya

Zahra pun mengangkat kepalanya menatap pria yang berdiri di depannya.

Dengan cepat ia hapus air mata di pipinya dan merapikan kembali lengan baju gamisnya agar menutupi auratnya. Ya, Zahra masih tidak nyaman ketika auratnya harus terlihat oleh lelaki selain abbinya-walaupun kini Arya adalah suaminya.

"Takutnya tangan kamu kenapa-napa.... " Sambung Arya.

Zahra kembali menundukkan pandangannya, seakan lelaki yang di hadapannya ini adalah lelaki yang haram untuk dipandangnya lama-lama.

"Tidak usah mas. Saya tidak apa-apa kok. Cuma luka kecil kok, dikasih obat merah saja nanti juga sembuh. " Jawab Zahra

Ya, lukanya memang hanya luka kecil. Tapi luka hati yang mengiringi luka di lengannya yang teramat perih lagi baginya.

"Coba sini mas lihat!" Pinta Arya

"Tidak apa-apa kok mas. Bentar lagi juga baikan." Jawab Zahra menghindar dari Arya

Zahra mencoba berdiri dan hendak meninggalkan Arya. Namun Arya dengan gerakan cepat menarik tangan Zahra dan membawanya ke dalam dekapannya. Dipeluknya erat Zahra-istri keduanya itu seakan menyampaikan perasaan bersalahnya.

Arya merasakan gelenyar aneh di hatinya saat memeluk Zahra. Namun tidak dengan Zahra.

Pelukan tersebut seakan menyisakan perih di hatinya. Ia semakin merasa bahwa kehadirannya hanya akan mengusik kebahagiaan Lucy dan Arya.

Zahra mencoba melepaskan diri dari pelukan Arya, namun Arya justru semakin erat memeluknya.

Arya pun tak percaya dengan sikap spontannya tersebut. Ia menyadari bahwa dia tak seharusnya melakukan hal tersebut. Namun di sisi lain Arya pun enggan melepaskan pelukannya terhadap Zahra.

istri keduaWhere stories live. Discover now