Part 18

8.1K 375 80
                                    

Hari ini ummi Zahra sedang berkunjung ke rumah Zahra. Mereka pun mengobrol dan sedikit bercanda dengan Azwar. Umminya pun akhirnya menyadari ada yang berbeda dengan kondisi Zahra saat ini, wajahnya Nampak pucat dan sering mual-mual.

“Kamu ga kenapa-napa kan Zahra?”

“Ga kok mi, emangnya kenapa mi?”

“Ummi merasa kok kayaknya ada yang beda sama kamu.”

“Beda kayak gimana ummi?”

“Kamu mual-mual terus. Kamu ga lagi hamil kan?”

Zahra tersenyum sejenak.
“Anak kan anugerah dari Allooh mi. Ga ada salahnya kan kalau Zahra hamil, mi?”

“Astahgfirullooh, Zahra proses kelahiran Azwar itu kamu sampai pendarahan hebat nak. Kenapa kamu tidak menundanya dulu Zahra?” Umminya berkata dengan suara bergetar menahan tangis teringat proses kelahiran Azwar yang mengerikan.

“Ini rezeki ummi, masa mau ditunda apalagi ditolak?” Zahra pun tersenyum hambar

Disaat itu pula, Arya baru pulang dari kantor. Ia kecewa mendengar berita kehamilan Zahra yang lagi-lagi ia bukan orang yang pertama tahu tentang kehamilan Zahra. Ia merasa Zahra seakan menyembunyikan kehamilannya tersebut, padahal Zahra hanya belum sempat memberi tahu Arya dikarenakan Arya yang akhir-akhir ini sering lembur.

Dengan sigap Zahra pun lantas merapikan tas kerja Arya dan mengambil sepatu dan Jaz kerja Arya lalu menyimpannya ditempat penyimpanannya.

Melihat Arya yang telah pulang, ummi Zahra pun berpamitan pulang. Ada sedikit kekcewaan di hati umminya karena Arya seakan tak memperdulikan Zahra yang malah membiarkan Zahra kembali hamil setelah proses kelahiran Azwar yang mengerikan.

Zahra telah menyiapkan makan siang yang dibantu bi Imah, pembantunya. Sudah menjadi terbiasa kini jika Arya makan siang bersama Lucy tanpa Zahra. Zahra merasa tidak pernah nyaman dengan kehadirannya diantara Arya dan Lucy. Setelah makan siang Arya akan mengantarkan Lucy kembali ke kamar karena kondisi Lucy yang masih kurang baik.

Zahra kini ada di kamar sedang menyusui Azwar. Tak lama kemudian Zahra dikejutkan oleh kehadiran Arya di kamarnya. Zahra pun meletakkan Azwar yang sudah tidur ke dalam box bayi.

Arya pun lantas menghampiri Azwar dan membelai lembut kepala anak pertamanya itu.

“Kenapa mas harus selalu tahu kabar kehamilan mu setelah orang lain Zahra? Apa mas tidak pernah sedikitpun menjadi prioritas kamu?” Tanya Arya dengan suara datar namun sarat akan kemarahan

“Maaf mas, saya hanya ingin…” Suara pelan Zahra terpotong

“Ingin apa Zahra? Mas selama ini tidak pernah bisa tahu apa yang kamu inginkan.”

“Bukan begitu maksud Zahra mas…”
“Jadi maksud kamu apa? Apa kamu tidak yakin dengan kehamilan kamu?”

Zahra terdiam.
“Kamu istriku Zahra, dan kamu juga hamil anak ku kan? Bukan anak orang lain?”

Kali ini dada Zahra serasa sesak. Hatinya kembali terluka atas pertanyaan tak berdasar dari Arya. Tanpa ia sadari setetes air mata mengalir di pipinya.

“Apa kamu tidak pernah sedikit pun memikirkan perasaan mas?” Tanya Arya

“Apa kamu tidak pernah sedikit pun memikirkan perasaan ku mas?”Bathin Zahra

“Apa hanya Lucy yang menjadi prioritas kamu?” Sambung Arya dengan emosi yang semakin menjadi-jadi

“Apa hanya Lucy yang menjadi prioritas kamu, mas?” Bathin Zahra kembali

“Bukan mas, Zahra?” Kini suara Arya memelan namun tak urung juga masih menunjukkan kemarahannya

“Bukan Zahra, mas?” Bathin Zahra pun mulai menjerit.

Air mata semakin deras mengalir di pipi Zahra. Arya berbalik arah memunggungi Zahra.

“Jawab pertanyaan mas, Zahra. JAWAB!!!” Bentak Arya

Dengan sekuat tenaga Zahra meredam emosinya, namun kali ini ia merasa sudah tak mampu lagi menahannya. Hingga terucaplah satu kata yang membuat Arya tercengang dan membalikkan tubuhnya menghadap Zahra.

“Iya.” Satu kata yang akhirnya lolos dari mulut Zahra

“Maksud kamu?” Tanya Arya

“Semua yang saya lakukan hanyalah demi kebaikan mbak Lucy. Karena apa? Karena saya sadar diri mas… saya ini siapa?” Zahra terdiam sejenak, menarik nafas dalam.

“Mas juga menikahi saya juga demi mbak Lucy kan? Mas juga tidak menginginkan kehadiran saya di rumah ini kan? Mas juga tidak menginginkan kehadiran azwar kan? Saya sadar kalau saya hanya…” Zahra terdiam menahan sesenggukan tangisnya. “ Saya hanya… istri kedua mas. Saya hanya sekedar membantu merawat mbak Lucy dan juga mas. Saya harus sadar dengan hal itu mas.”

Kali ini Arya tertegun mendengar apa yang baru saja Zahra ucapkan. Matanya serasa panas mengingat betapa kejamnya ia selama ini kepada seorang wanita yang telah amat baik padanya dan rela mengorbankan segalanya demi hidup bersamanya. Sedangkan dia justru masih sibuk dengan keegoisannya.

“Maafin mas, Zahra…” Kalimat itulah yang hanya mampu lolos dari bibir Arya

Zahra kini mulai terisak. Ia tidak menyangka jika semua kegundahan di hatinya bisa ia ungkapkan saat itu. Dan karena begitu depresinya ia terhadap apa yang baru saja ia rasakan, Zahra pun mengalami pendarahan. Arya pun segera membawa Zahra ke rumah sakit. Dan sesampainya di rumah sakit dokter pun segera menangani kondisi Zahra serta menyatakan jika Zahra keguguran.

Setelah mendapat penanganan dari dokter, kondisi Zahra semakin membaik. Bahkan besok ia sudah diperbolehkan pulang.

Keesokan harinya, Arya menemani Zahra untuk beristirahat. Dilihatnya Zahra telah terlelap ia pun keluar dari ruang rawat Zahra. Setelah sampai di depan ruang rawat Zahra, Liza-mamanya Lucy-telah ada di sana siap dengan segala kemarahannya.

“Apa-apaan ini Arya. Bagaimana bisa Zahra hamil lagi? Kenapa tidak kamu bunuh saja Lucy dari pada kamu terus-terusan menyakiti perasaannya. Yang ada dia bukan malah sembuh tapi malah semakin menderita.” Liza benar-benar emosi sampai ia tidak sadar jika sedang di rumah sakit.

“Maaf ma, Arya bukan bermaksud untuk menyakiti Lucy. Tapi Arya pun tidak bisa menghindar dari ini semua ma.”

Tanpa mereka sadari, di dalam ruang rawatnya Zahra mendengar semua pembicaraan mereka. Ia semakin merasa bersalah dengan kehadirannya di rumah Arya. Ia merasa bukannya membantu Lucy justru malah membuat kondisinya semakin memburuk.

Dan Arya semakin merasa terpojok dengan semua keadaan yang kini tengah dialaminya yang membuatnya seakan tak bisa memilih, malah yang ada kini mereka saling menyakiti.
Semakin hatinya ingin lebih dekat dengan Zahra semakin sakit pula hatinya ketika menyadari jika kini ia harus membagi cintanya yang dulu hanya untuk Lucy.

Begitu pula Zahra, semakin Arya ingin mendekat padanya maka semakin menjauh ia dari Arya. Semakin ia ingin mencintai suaminya semakin ia menyerah dengan keadaan rumah tangganya.
Dan semakin hari, semakin besar pula jarak antara Zahra dan Arya.

Assalamu'alaykum...
Aku update lagi nih.

Maaf ya kalo part yang sebelumnya kurang dapet feelnya, apalah daya penulis yang penuh dengan kekurangan ini.
Halah lebay ya...

Oke, selamat membaca aja deh yaaa
Jangan lupa vote dan komennya.
Dan semoga feelnya kali ini dapet ya.

Oh iya, mampir ke cerita ku yang satu lagi donk...
Masa readernya masih dikit banget.
Kan sedih akunya. Hiks.

Hehehe...
Becanda loh ya.

Oke deh, cekidot...

istri keduaWhere stories live. Discover now