Part 6

4K 381 6
                                    

Note: Paragraf bergaris miring menandakan flashback (kejadian masa lalu) dan POV dari seseorang.

...

.

.

.

.

.

...

Years: 2005

Sebuah kamera berlensa teropong di atas salah satu rak belajar Chanyeol itu, selalu menarik perhatianku. Aku tak pernah melihat ia menggunakan kamera tersebut. Apa itu sengaja dipasang untuk sekedar pajangan saja? Sangat disayangkan kalau kamera teropong yang terlihat mahal dan terlihat sama dengan yang biasa dipakai fotografer itu, hanya digunakan sebagai perias lemari saja.

"Apa kau tertarik dengan itu?"

Aku tersentak dari pengamatanku di depan rak belajar, menerima sepasang lengan yang tiba-tiba melingkari bahuku dari belakang, suara berat Chanyeol yang seharusnya terdengar biasa itu malah membuat tengkuk-ku menjadi geli.

"Kalau kau mau, aku bisa memberikan kamera itu padamu."

Aku menggeleng. "Aku tak tertarik dengan fotografi." Tanganku bergerak meraba punggung tangan Chanyeol di depan dadaku. Penyakit jantung yang selalu kualami saat melakukan kontak fisik dengan Chanyeol bukan lagi jadi masalah bagiku, aku malah sangat menikmati debaran jantung ini.

"Apa tak ada hal lain yang membuatmu tertarik selain berkelahi?" tanyanya sambil menyandarkan dagunya di atas kepalaku.

Dia jelas sedang menyindirku. Aku mempoutkan bibirku kesal sebagai jawabannya. "Apa itu pandanganmu tentangku? Anak yang suka berkelahi?" Aku mendesah. "Asal kau tahu saja. Bukan aku yang memulainya, mereka saja yang sok dan sering menantangku."

"Mereka tidak mungkin menantangmu kalau bukan kau duluan yang menyombongkan diri."

Dia benar mengenai itu, jadi aku tak bisa membalasnya dan hanya bisa mengerecutkan bibirku makin kesal sambil bergumam menyebalkan.

"Jangan terlibat dalam perkelahian lagi."

Aku berhenti bergumam sendiri, menoleh ke samping sambil mendongak. Melihat Chanyeol yang masih memelukku dari belakang.

"Apa?"

"Aku serius dengan ucapanku Baekhyunie, jangan terlibat dalam perkelahian lagi. Aku tak mau melihat kau terluka lagi."

"Memangnya kapan aku terluka?"

"Ujung bibirmu yang berdarah waktu itu."

"Itu bukan luka parah."

"Tetap saja kau terluka."

"Jangan terlalu berlebihan Yeolie."

"Jangan keras kepala. Aku tak akan segan memberimu hukuman lagi kalau kau terlibat dalam perkelahian yang sama."

Aku mendengus. "Apa kau akan menyuruhku membersihkan toilet sekolah lagi?"

"Ani," ia menggeleng singkat. "Aku akan menyuruhmu untuk membersihkan tubuhku saja."

"A-apa?! YACH!"

Aku merona. Dia malah tertawa. Membuatku dengan kesal melepaskan rangkulannya ngambek. Tapi Chanyeol menarik lenganku, memutar tubuhku dan kembali memeluk pinggangku dari depan. Ia menurunkan wajahnya, aku dengan gugup memundurkan kepalaku. Mataku sedikit mengerjap sambil memandang wajahnya yang sangat dekat. Bibirnya berkedut, lalu melengkung membentuk sebuah senyuman manis sambil memandangku lekat tampak bahagia.

Dangerous ChanyeolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang