18

490 23 0
                                    

"Hey Bram." sapa Eun dengan suara renyahnya.

Bram menganguk kemudian tersenyum menyambut ke datangan Eun.

"Aku tidak yakin berenang saat cuaca seperti sekarang." Eun tersenyum lagi, meletakkan tasnya ke salah satu meja di sana.

"Oh ya? Ku fikir tidak masalah. Dan yeah, ini akan seru Marena." Bram tertawa sambil membuka jaketnya.

"Sudah lama menunggu pak?" gurau Eun.

"Jangan panggil aku seperti itu, aku benar-benar merasa seorang guru tua yang mengajari muridnya." Bram mengedipkan matanya.

Eun tertawa lagi, "Memang begitu seharusnya." mereka tertawa.

"Kau selalu benar Marcena." aku Bram dengan guaraunya.

"Oke oke, kau bisa menungguku di kolam. Aku ganti baju dulu."

Bram mengulum senyum, "Perhatikan pakaianmu, jagan sampai kau membuatku sulit bernafas."

Eun tertawa melihat alis Bram yang naik turun, "Siap pak!" katanya sambil memberi hormat.

Eun tersenyum di lihatnya Bram sedang merasakan suhu air dengan telapak tangannya.

"Sedingin apa?" suara Eun membuat Bram menoleh.

"Ouh," Bram tidak menjawab pertanyaan Eun. Matanya tertuju pada tubuh yang hanya di baluti pakaian renang yang sangat terbuka dan ketat itu.

Melihat bentuk payudara Eun yang tampak bulat dan berisi berhasil membuat Bram tidak berkedip.

"Ini tidak akan selesai jika kau terus melongo seperti itu Bram." Eun mengerling, lalu berjalan melewati Bram.

Pinggul Eun yang seakan bergoyang itu membuat Bram merasa ingin meremasnya.

"Kau mau kemana,?" Bram seperti menyadari sesuatu.

"Berenang, eh. Maksudku menceburkan diri ke kolam. Karena aku tidak bisa berenang." Eun tertawa sambil bermain air sehingga berkecipak sana sini.

"Tentu kau tidak boleh melupakan pemanasan. Nanti badanmu bisa kaku." jelas Bram berusaha untuk tidak melirik bagian inti wanita itu. Meski pun tidak melihat ke arah payudara pinggul atau daerah inti Eun saja sudah membuat Bram menelan ludah.

"Kau yang memimpin." kata Eun lalu kembali ke pinggir kolam, dimana tempat biasa di pakai untuk pemanasan.

"Eh aku, aku sudah pemanasan. Kau sendiri saja. Sambil menunggumu aku akan ke lantai atas. Ada sesuatu yang perlu ku ambil." jelas Bram berbohong.

Eun hanya mengangguk.

Sebenarnya tidak ada barang apa pun yang Bram butuhkan, ini sejenis trik agar bisa melihat tubuh Eun tanpa di ketahui langsung oleh wanita itu.

Awalnya Bram takut-takut melirik, ia sendiri sebenarnya merasa malu dengan tingkahnya. Tapi bagaimana pun ia adalah pria normal, hingga saat ini matanya terfokus pada tubuh putih mulus dan berisi itu.

Saat Eun mencium lutut dengan posisi berdiri, manampakkan pinggulnya yang bergitu menggoda. Dan Bram mengutuk miliknya yang tiba-tiba mengeras. Celana renang yang ia kenakan terlihat sangat penuh.

"Sial." umpatnya.

"Hey Bram! Kemarilah aku siap untuk berenang." teriak Eun tiba-tiba, Bram terperanjat kemudian dengan kikuk ia mendekati Eun.

Pelajaran renang berlangsung cukup lama, Eun tampak menyukainya meski terkadang ia merasa tenggelam meskipun ia tahu bahwa air kolam itu tidak lebih dari tinggi tubuhnya.

"Lumanyan kan, kau akan bisa jika terus berlatih. Nanti kau bisa atur jadwalnya. Oke!" kata Bram sambil mengeringkan rambutnya yang basah.

"Bram, aku ganti baju. Tunggu sebentar ya." ucap Eun lembut. Bram menganguk senang.

Setelah selesai mengganti pakian Eun mencari Bram di kafeteria, barusan Bram mengirimi pesan bahwa menyuruh Eun segera ke sana.

Eun tersenyum saat melihat Bram yang sedang menatap ponselnya.

"Ehm." Eun berdehem seraya mengulaskan senyum tipis. Bram mendongak.

Kali ini Eun mengenakan jaket pink dan celana berbahan katun serta tak lupa sepatu yang selalu melekat di kakinya.

"Hamburger atau pasta?" tanya Bram.

"Aku mau spaghetti saja."

"Oke, akan ku pesankan."

"Setelah ini aku akan menghantarmu pulang," ucap Bram,

"Tentu, terima kasih pak guru." canda Eun.

"Marena." panggilan itu membuat Eun menoleh.

"Dale." ucap Eun lembut, "Apa yang kau lakukan disini?" tanya Eun.

"Aku mencemaskan mu, tidak apa jika kau tidak mau cerita tentang malam itu. Tapi jangan menjauhi ku seperti ini." ucap Dale dengan tatapan memohon.

Saat kejadian malam itu, Eun selalu menolak untuk bertemu dengan Dale. Karena ia tidak siap terlebihnya ia memang tidak mau menceritakan masalahnya dengan Katy.

"Ehh, aku.." Eun mengerang, wajahnya tampak sedih. Dale meremas pundaknya, "Jangan menjauh dari ku. Ayo kita pulang." ucap Dale setengah berisik.

Eun menyeka mata nya yang tiba-tiba saja berair.  "Bram aku harus pulang sekarang." Eun mengulaskan senyum tipis sebelum pergi dari sana.

Bram menatap dua punggung itu menjauh dengan prasaan yang sulit di jelaskan. Bahkan ia tidak mengerti mengapa ada rasa sepi dan kehilangan saat Eun pergi bersama pria bernama Dale itu. Dengan berat hati Bram menghela nafas panjang.

~ooOoo~

"Kau kedinginan? Aku akan menghangatkanmu." kata Dale. Saat ini mereka berada di apartemen Eun.

"Dengan apa kau mengahangatkanku?" tanya Eun berusaha tersenyum, namun sia-sia.

"Dengan pelukan." kata Dale tanpa ada keraguan sedikit pun.

"Aku..." Eun bergumam.

"Hmmm..." Dale menatap ke dalam bola mata Eun, di dalam sana tergambar jelas kesedihan bola mata cokelat itu.

"Kau lelah." kata Dale seraya manarik Eun ke pelukannya.

Eun menangis di pelukan Dale, ia  tidak ingin menangis tapi semuanya terjadi begitu saja tanpa bisa ia cegah.

Aku memejamkan matanya, ia menyadari ia merindukan sosok Dale. Meski hubungan mereka baru berjalan sebentar namun Eun tau ia menyayangi Dale.

"Aku fikir kau akan meninggalku." Eun berkata lirih.

"Kenapa kau berkata seperti itu sayang?"

Eun tersenyum, Eun bisa menerima dengan baik kata sayang yang di lontarkan Dale.

"Karena aku tidak menceritakannya kepadamu." lirih Eun.

"Aku tidak akan memaksa, jika kau sudah siap kau bisa menceritakanya padaku."

Eun mengerjap, "Terimakasih atas perngertianmu Dale."

"Bagaimana satu ciuman untuk mengobati kerinduan." usul Dale.

Eun mendongak, "Kau rindu padaku?"

"Tentu." Dale mengelus lembut bibir Eun dengan jarinya.

Eun menahan nafasnya, ada rasa senang perlahan menyusup ke dalam tubuhnya.

"Kau yang memulainya." pinta Dale tepat di telinga Eun, Eun seketika mengejang.

"Aku takut." bisik Eun.

"Tak apa."

Eun perlahan menatap bibir yang berwarna merah muda itu. Jantung Eun berpacu lebih cepat, ia tahu jika ia memulainya akan sulit untuk menghentikannya. Karena ia juga menginginkanya.

Perlahan Eun menempelkan bibirnya di bibir Eun, tak lama rasa hangat dari lidah Dale menjalar ke seluruh tubuhnya. Mereka berciuman panas, hingga satu tangan Dale meremas payudara Eun. Eun kaget tapi ia membiarkannya, dan satu erangan dari mulut Eun terbendung dalam ciuman itu.

~ooOoo~

Light Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang