36

320 17 1
                                    

"Kau kelihatan tak bersemangat Baby, ada apa?" Dale bertanya, menuangkan teh melati yang hangat ke cangkir Eun.

Eun menggeleng, tersenyum kecut. Bukankah ia selalu tidak bersemangat beberapa bulan terakhir. Atau Dale tidak menyadarinya?

Eun menatap wajah Dale, bekas luka di mata kirinya belum juga hilang. Mungkin tidak akan pernah hilang.

"Kau mau apa sayang? Tolong bicaralah." Dale membujuk Eun, ia selalu bersikap berlebihan saat hubungan mereka kembali.

Eun menggeleng pelan, menyesap tehnya dengan perlahan.

"Hmm, setelah menghabiskan teh bagaimana kita ke pusat perbelanjaan? Atau ke Hyde park? Bunga sedang bermekran di sana." ujar Dale.

Eun hanya mengiyakan.

Setelah mereka menghabiskan teh, Eun dan Dale menuju pusat perbelanjaan. Sepertinya Dale ingin membelikannya sesuatu. Entah apa, yang pasti Dale sangat antusias.

"Pelan-pelan sayang, jalannya licin." Dale meggenggam tangan Eun saat hendak menaiki beberapa tangga kecil. Dale dengan sikap meraih tas Eun, membiarkan dirinya yang membawa tas merah mencolok itu. Ia benar-benar memanjakan Eun.

Eun mendesah, ini terlalu berlebihan. Dale terlihat aneh dengan tas merahnya, tapi ia tidak berkomentar, nanti juga Dale bilang 'Aku saja yang membawanya, nanti kau lelah.'

Mereka tiba di sebuah toko pakaian, benar Dale sepertinya ingin membelikan sesuatu untuk Eun.

Dale meminta penjaga toko untuk melepas dress hijau muda yang berada di manekin. Sejenis gaun musim semi, bahannya tipis dan Eun yakin pasti terasa dingin saat memakainya, sangat cocok dengan udara yang hangat.

Dale meriah dress itu, dengan senyum mengembang ia memberikan itu kepada Eun. "Kau suka?" tanyanya penuh semangat.

Eun terdiam sejenak, menganguk pelan. Dress itu cantik, Eun menyukainya, namun perhatiannya teralihkan saat ia tak sengaja menangkap sosok Bram yang tak jauh dari sana sedang melihat ke arahnya.

Eun menelan ludah, Bram dengan sigap mengalihkan pandangannya ke arah lain, seolah tidak melihat Eun. Bram beringsut dari sana.

Eun mendongak, "Aku ke tiolet sebentar Dale." kata Eun terburu-buru. Dan langsung pergi dari sana sebelum Dale mengiyakan.

Eun celingak-celinguk, sosok Bram menghilang begitu cepat, "Kemana dia?" Eun bergumam, matanya semakin jelalatan, beberpa menit kemudian Eun mendesah kecewa, sepertinya Bram telah pergi.

Baru saja Eun  hendak berbalik, Bram muncul. Eun mendadak kaku menatap sosok yang ia rindukan selama ini, Eun fikir ia akan mengatakan bahwa ia merindukan Bram, tapi lidahnya mendadak kelu. Terlalu takut untuk berkata.

"Eun, Mana Dale-mu?" Bram menatap kesekeliling, mencari Dale.

Eun mendesah kesal dalam hati, kenapa Bram menanyakan Dale, bukankah lebih baik jika mereka bertegur sapa atau bertukar kabar?

"Dia sedang berada di sebuah toko." Bodoh! Itulah kata yang Eun tujukan pada dirinya. Seharusnya ia tidak menjawab pertanyaan Bram mengenai Dale.

Bram mengangguk pelan, lalu tersenyum tipis. Ia menatap tubuh Eun yang mengenakan mini Dress, ia sangat merindukan Eun. Tapi sepertinya akan lebih baik jika ia memendamnya, Bukankah Eun telah bahagia dengan Dalenya. Jadi untuk apa ia mencurahkan rasa rindunya? Hanya akan membuatnya merasa sakit?

"Hmm, sampaikan salamku kepada Dale. Aku harus pergi." Bram berbalik, melihat wajah Eun membuat rindunya kian menumpuk. Ia tidak bisa bertahan lama menatap gadis itu, membuat batinnya tersiksa, apalagi jika harus menyakiskan Eun bersama Dale, tapi Bram mencoba tegar. Ia mencoba memahami dan mengerti bahwa cinta tidak selalu saling memiliki.

Eun dengan sigap mencekal lengan Bram, dengan ragu ia mendongak mencari wajah Bram. Eun menelan ludah, bahkan tanpa ia sadari rindunya lebih besar dari yang kira. Mereka bersitatap cukup lama, hingga Eun merasakan ada kejanggalan, mata frost milik Bram tidak lagi berkilat-kilat melainkan terlihat sayu, dan wajahnya juga tampak sendu. Ada apa dengan Bram? Fikir Eun.

Bram membelai rambut Eun dengan tangan sebelahnya, lembut, perlahan, bahkan Eun merasakan kesedihan dalam sentuhannya.

Oh, God! Eun mengerang dalam hati. Ingin sekali ia menghambur ke pelukan Bram, merasakan otot-otot keras dan kehangatan dari dada bidang Bram. Dan menjerit sekeras-kerasnya, bahwa ia sangat merindukan Bram, dan membisikkan pengakuan bahwa ia menyukai Bram.

Namun itu hanya keinginan semata, nyatanya Eun masih terpaku menatap wajah Bram, tidak memiliki keberanian. Terlebih lagi, ia takut jika Bram tidak merasakan prasaan yang seperti ia rasakan.

Eun akan mengeluarkan suara, namun Dale tiba-tiba datang dan mengagetkan mereka berdua. Bram spontan melepaskan cekakan tangan Eun. Bram tersenyum sopan kepada Dale.

"Hay Dale, aku bertemu pacarmu barusan, sudah lama tidak bertemu. Aku harap kau tidak salah paham, kau tahu kan aku Dan Eun seperti guru dan murid." Bram berkata begitu santai. Tersenyum hangat kepada Dale, tapi Bram mengabaikan wajah kebas Eun.

Eun tercekat mendengar perkataan Bram, semuanya sudah jelas. Bram tidak memiliki prasaan apa pun kepadanya, oke tidak masalah. Eun yakin ia akan baik-baik saja setelah mengetahuinya. Tapi... Tapi kenapa hatinya begitu nyilu dan seakan tidak terima dengan ucapan Bram. Ia menginginkan Bram mengatakan kepada Dale bahwa ia adalah milik Bram.

Eun menggeleng pelan, tangan Dale merengkuh pundaknya.

"Tidak masalah Bram." balas Dale tak kalah santai.

Bram menatap sekilas Eun yang terpaku, "Aku pergi dulu." ucap Bram akhirnya.

Dale menganguk senang, tanpa ia sadari wanintanya tidak rela jika ia membiarkan Bram pergi.

Eun menangis dalam hati.

~ooOoo~

Light Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang