27

334 20 0
                                    

Bram menggelengkan kepalanya, "Kau tau katak bukan? Nah nanti setelah pulang kau perhatikan kaki katak saat beranang, Oke?" Bram menarik tangan Eun menyuruh gadis itu berdiri, Eun tersenyum meski nampak jelas matanya habis menangis.

"Jadi, cara kerja kakinya seperti katak ya?" Eun mengusap wajahnya dari air.

Bram tersenyum, masih mengengam tangan Eun sekarang mereka sedang menaiki tangga kolam berenang tersebut. "Kau benar, kau yakin bukan bisa berenang?" Bram tertawa kecil, memberikan Eun handuk.

Eun bersedekap, badannya menggigil, dingin. Meski musim dingin hampir tiba di ujungnya namun tetap saja rasanya menusuk hingga ke tulang.

Bram baru saja akan meninggalkan Eun untuk berganti pakian, namun urung ketika di lihatnya Eun masih berdiam di tempat dengan badan bergemetar dingin.

"Kau kedinginan?" tanya Bram dengan suara yang lembut dan prihatin.

Eun mengangguk, suara bergemelutuk dari giginya terdengar jelas.

Bram menghela nafas lalu tersenyum menatap Eun, "Setelah ini kita akan menikmati cokelat panas, kau mau?"

Eun menganguk, Bram menyibak rambut Eun yang menutup matanya kemudian menyelipkannya ke daun telinga gadis itu.

Eun mendongak, matanya bersitatap dengan mata Frost Bram. Tiba-tiba suasana itu muncul lagi, sama persis saat pertemuan di toko parfum itu. Rasa kagum yang menyelusup.

Cukup lama mereka bertatapan, hingga Bram dengan ragu mendekatkan bibirnya ke bibir Eun.

Eum memejamkan matanya, menunggu, meski detak jantungnya mendadak berdetak lebih cepat-namun ia coba tak memperdulikan itu.

Bibir Bram terasa hangat, perlahan kehangatan itu mengusir rasa dingin di bibir Eun. Mereka berpangutan, cukup lama. Darah mereka berdesir menikmati kehangatan itu.

Eun merasakan kerinduan yang teramat ia inginkan selama ini, seolah kebahagiannya dulu terasa jelas dalam lumatan itu.

Bram juga merasakan sensasi yang sama, lidah kecil nun panjang milik Eun membuatnya terbuai.

Baru saja Eun akan tengelam dalam kenikmatan itu, tiba-tiba suara teriakan terdenger.

Mereka melepaskan ciuman, menatap ke arah searah seoarang pria patuh baya yang memaki agar mereka tidak berciuman di depan umum.

Hey? Ini London, disini bebas bukan! Kenapa orang tua itu malah melarangnya.

Bram dan Eun berpisah sejenak untuk beganti pakain.

Setelah selesai mereka berjanji akan menikmati cokelat panas di sebuah cafe yang tak jauh dari tempat mereka sekarang.

Eun berjalan santai, ia mengenakan baju hangat dan tak lupa syal yang melilit di lehernya. Ia sangat cantik, selalu tampil cantik.

Setelah sampai di cafe, mereka langsung mengambil posisi duduk dan mengobrol ringan.

"Sudah merasa hangat bukan?"

Eun mengangguk kecil, "Eh, bagaimana kabar adik-adikmu?" tanya Eun, asal mencomot topik.

"Mereka semakin hari semakin tumbuh besar, nakal juga cerdas, lain kali berkunjunglah ke rumah orang tuaku Marcena, anak-anak pasti menyukaimu."

"Kau benar, aku harus mengunjunginya bukan? Oh ya apa kabar pasangan Milios?"

"Kedua orang tuaku baik-baik saja Marcena, hanya saja ayahku sering pulang larut akhir-akhir ini." Bram tersenyum, sungguh menyenangkan menatap wajah cantik di hadapannya.

"Bram, kau tahu aku ingin segera menikah. Sebentar lagi kuliahku selesai. Aku ingin cepat berkeluarga Bram." mendadak Eun menganganti topik, wajahnya muram, suaranya terdengar sedih.

Bram hampir terlonjak, fikiran Eun akan menikah membuatnya sulit bernafas, "D-dengan Dale?" ucapnya ragu-ragu, takut jika Eun mengiyakan.

Eun mengeleng, "Aku belum yakin dengan Dale, aku tidak tahu apa pria itu mencintaiku atau tidak, hmm lihat saja kedepannya." ucap Eun menarik keaimpulannya.

Bram menghela nafas lega, tanpa sadar ia tahan sejak menunggu jawaban dari Eun, "Kau harus memikirkan kembali Marcena, menikah bukan hal yang mudah. Kau harus memilih suami yang benar-benar mencintaimu, agar kau bisa bahagia nantinya." entah kenapa perkataan Bram seakan menunjuk dirinya sendiri, setidaknya begitu pendapatnya.

Eun menganguk kecil, tak lama ia tersenyum miring, "Tapi pagi kau bilanh hendak memanggilku Eun?" Eun menaikkan alisnya dengan senyum tipis yang tersinggung di bibirnya.

Bram tertawa, "Aku lupa, sebaiknya aku harus melatih lidahku terlebih dahulu."

~ooOoo~

"Pesta itu surga dunia." Dale meneguk winenya sekali lagi, irama musik Disco seakan menambah sensasi menyenangkan.

Katy tertawa, "Aku tidak mengerti apa itu surga." uapnya, badannya menari lincah seperti belut, bergoyang seirama dengan tempo cepat.

Dale meraih tangan Katy,  berniat mengajak untuk bergoyang bersama, Katy seolah mengerti memberi jemarinya hingga tangan mereka berpautan.

Katy tersenyum, bibirnya yang berwarna rebel sangat tidak kontras dengan warna rambutnya yang sekaraang telah di cat warna hijau muda, berbagai make up mata berwarna mencolok semakin memperjelas tampilan flamboyan. Belum lagi bando mickie mouse di kepalanya membuatnya seakan seperti orang gila.

Tapi Dale tampak tak mempermasalhkan hal itu, ia melepasakan bra yang di kenakan Katy hingga wanita Flamboyan itu hanya mengenakan celana dalam G-sting berwarna oranye, lengkap sudah penampilannya bukan?

Mereka berpangutan sesaat.
"Ku fikir tidak akan semenyenagkan ini Kat." Dale tertawa.

"Ya,  semua ini tidak gratis Dale. Kau harus membayarnya dengan wanita bodoh itu." Katy terdengar sarkasme.

"Tentu saja Katy sayang."

~ooOoo~

Light Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang