Enam

66 15 2
                                    

"Rindu ini terus memberontak, saat dilawanpun ia malah menertawakan."

**

"Kamu jangan tinggalin aku yah, soalnya aku gak punya temen lain."

Ucap anak perempuan itu yang kini tengah duduk diayunan dengan tatapan yang tertuju pada sepatunya seolah olah tidak ada yang lebih menarik yang dapat ia lihat.

"Aku tidak akan pernah pergi, sekalinya kamu nimggalin aku aku akan mencari kamu!"

Kata kata yang diucapkan oleh anak lelaki yang duduk diayunan sebelahnyapun berhasil membuat anak perempuan itu mendongak. Wajah yang sedari tadi tersembunyi dibalik rambutnya yang tergerai, kini terlihat jelas.

"Iya kamu sangat lucu, dan aku suka ini."

"Isshh, hentikan jangan menertawakanku seperti itu."

Selalu begitu saat anak perempuan itu ditertawakan seperti ini pasti dia langsung dihadiahi pukulan pukulan kecil di lengannya, yang lumayan sakit.

"Aduhh, adaw, sakit tau."

"Abisnya nyeselin sih."

"Oh ya?"

Gadis itupun spontan mencubit pinggang anak lelaki itu, hingga membuat lelaki itu meringis kesakitan.

"Iya, kamu sepertinya senang sekali yah menyiksa aku?"

Ucap anak lelaki itu yang kini tengah berdiri dihadapan anak perempuan yang sedari tadi duduk diayunan.

"Rasakan ini, ahaha, apa kau berani menyiksaku lagi, haha."

"Ahaha, hentikan ini sangat haha, geli aku mohon hentikan."

Tak berhenti disana, kedua anak kecil itu terus bercanda dengan bermain main sewajarnya anak kecil yang masih 6 tahun.

"Ehem." suara deheman Vian akhirnya menyadarkan Lia yang sedari tadi menatapnya. Vian tak masalah, dia sudah terbiasa dengan tatapan kagum para sisiwi. Tapi, kali ini Vian agak sedikit risih ditatap oleh gadis dihadapannya itu. Bahkan itu membuat napsu makannya hilang.

Ada apa Rei, itu yang dapat mendeskripsikan tatapan Lia yang ditujukan pada sahabatanya sekarang.

"Lu, lu ngiler." jawab Rei sepelan mungkin sambil menatap Lia dengan tatapan yang sulit diartikan.

Sedangkan Lia entah ekspresi apa yang ditunjukannya sekarang, yang jelas ini benar benar memalukan. Liapun menggerakan tangannya dan yaps.

"Gila, gue bener bener ngiler. Ditaro dimana muka gue?" maki Lia pada dirinya sendiri.

"Ahh,untungnya gak nyampe jatoh, isshh untung gimananya coba ini benar benar ngiler Lia." lanjutnya dalam hati.

Dan sekarang Lia melirik satu persatu 3 orang yang berada satu meja dengan dirinya. Pertama dia melirik Vian yang sedang menatapnya jijik dengan tangan kanannya yang terus mengaduk aduk teh yang dipesannya tadi. Lia yakin dia sudah tidak napsu makan kali ini.

Kemudian ia melirik Dika, saat Dika menyadarinya dia hanya cengir kuda.

Terakhir ia melirik sahabatnya, bukan melirik tapi lebih kepada tatapan membunuh.

Sedangkan orang yang ditatapnya menatapnya balik dengan tatapan penuh tanya, kenapa? apa yang aku lakukan? aku tak melakukan apapun. Itu yang dapat mendeskripsikan tatapan Rei saat ini.

"Em, oh iya em, gu, gue ke, kesana sebentar."

Bahkan ucapan Lia terpotong potong seolah ia sulit berkata apapun saat ini. Setelah berhasil mengucapkan satu kalimat Liapun langsung ngacir dari kantin entah lari kemana yang jelas Lia harus menyembunyikan wajahnya.

"Eh Li tunggu."

Sekarang Vian dan Dika hanya cengo melihat Lia yang ngacir gitu aja dan diikuti oleh Rei dibelakang Lia.

"Gila, ternyata Lia kelepek kelepek sama Lo. Haha."

"Gue tarik ucapan lo satu minggu yang lalu. Mana ada cewe sejorok dia ditaksir banyak cowo."

"Gue juga jadi gak yakin. Hehe."

Ucap Dika yang berhasil membuat Vian meliriknya sekilas.

"Kalau aja lo gak ngajak gue duduk bareng mereka, sekarang perut gue bahagia karena dia udah diisi maka, gila! Ini gila!"

"Lo kenapa Vian? Hah? Siapa yang gila?"

"Astaga."

"Astaga, astaga apaan? kamu kenapa? siapa yang gila? Coba cerita sama aku."

Dika langsung memegang kedua pipi Vian sambil menatapnya penuh kekawatiran.

Namun Vian langsung menyingkirkan tangan Dika dari pipinya.

"Sinting Lu, gue masih waras bego! Mereka berdua yang gila."

Dikapun langsung sadar ketika ia melihat kedua mangkuk yang berisi mie ayam plus dua gelas jus jeruk yang ditunjuk Vian.

"Gitu aja histeris, tinggal dibayar lah." Ucap Dika enteng..

"Pala Lu cungkring."

**
"Ppsst, Lia, Lia."

"Eumm, apa sih Rei. Gue masih ngantuk."

Brukk!

"Gempa." Teriak Lia.

Suara gebrukan meja berhasil membuat mata Lia membulat sempurna bahkan sekarang rasa kantuknya benar benar hilang.

Suara riuh murid murid dikelasnya pun mulai terdengar, mereka tertawa kala melihat Lia seperti itu. Tak dipungkiri bahkan Reipun ikut tertawa.

"Gempa gempa. Kalau kamu mau tidur bukan disinih tempatnya! Dan kalian semua Diaam!"

Sontak semua murid yang berada dikelas itu langsung terdiam. Begitupun Lia yang hanya menunduk, kali pertamanaya ia dimarahi seperti ini oleh seorang guru. Tapi untungnya Bu Diana yang pastinya guru Sejarah Indonesia itu kalau hari ini marahin murid ehh pas ketemu udah lupa sama amarahnya.

"Karena kamu tidak memperhatikan saya sekarang kamu,"

Teng! Teng! Teng!

"Selamat." batin Lia.

"Baiklah, pembelajaran kali ini selesai. Kalian boleh pulang. Kita lanjutkan minggu depan."

Semua muridpun langsung membereskan alat tulis yang berserakan diatas meja masing-masing. Begitupun dengan Lia dan Rei. Setelah selesai merekapun berjalan menuju parkiran sekolah.

"Sial banget hari ini Lo."

"Rese banget coba hari ini. Entah gimana ceritanya gue yang tiba tiba ngiler didepan cowo itu. Gue yang biasanya bisa mempertahankan mata gue yang hampir mati akibat dengerin penjelasan masa lampau ehh sekarang jadi gak kuat. Pokonya gue gak mau inget kejadian hari ini, sial banget gue."

"Yakin Lu gak bakal inget kejadian hari ini?mantan aja masih diinget inget."

Plakkk!!

"Ada nyaamuk."

"Liaa! sini lo jidat gue lo tapok seenaknya, gue gak bakal biarin lo selamat."

Teriak Rei sambil berlari mengikuti Lia yang langsung ngacir, takut ditapok balik oleh Rei.

Love??BullshitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang