Sembilan

65 13 0
                                    

"Aku dan kamu itu ibarat ikatan kovalen sama sama saling membutuhkan. Kalau begitu kenapa kita tidak bersatu saja? Agar kita bisa saling melengkap.."

____________________________________

"Untung gak diculik."

Ucap seseorang pria yang datang dari arah kanan Lia. membuat Lia tersadar dari lamunannya. Dengan segera Lia mengahapus air matanya. Sadar akan tatapan Lia yang seolah bertanya ngapain lo disinih, pria itupun hanya memasang wajah datar sambil mengeratkan jaketnya dan berkata.

"Gue abis dari minimarket."

"Terus?" tanya Lia.

"Terus? Terus apanya?" Tanya pria itu yang membuat Lia gereget.

"Terus apa hubungannya minimarket sama lo disini?" Jawab Lia sedikit gereget.

"Oh, em itu ah gue. Rumah guekan deket sinih, pas gue jalan dan lewat sinih eh ada lo. Yaudah kan lo em temen gue masa gue gak nyapa. Hee." Ucap pria itu sedikit gugup.

"Biasanya juga gak pernah nyapa kalau diluar kelas." gumam Lia.

"Labil." Lanjutnya.

"Siapa yang labil?" tanya Jo sambil menatap Lia dengan menautkan kedua alisnya.

Tatapan mereka sekarang bertemu. Lia, entah kenapa saat sedang ditatap Johan jantungnya seakan berdisko ria, susah dinetralkan. Lia selalu gugup saat ditatap seperti ini oleh Jo. Tapi, ini juga berlaku saat Lia ditatap Vian.

Walaupun begitu Lia merasakan sesuatu yang berbeda antara Vian dan Johan mereka sama sama bisa membuat Lia meleleh. Namun Lia sama sekali tak paham dengan hal itu ia hanya menganggap hal itu biasa saat seorang wanita ditatap oleh pria. Tapi, Lia tak sadar ada rasa yang berbeda saat berada di dekat Vian dan Johan.

Padahal Lia pernah merasakannya dulu, namun sekarang Lia seolah tidak mengerti bahwa hatinya sudah jatuh kepada salah satu pria itu. Bahkan rasa ini lebih besar dari rasa yang dulu namun tetap saja Lia yah Lia memaksa agar hatinya tak ikut campur.

Tak berselang lama merekapun mengalihkan tatapan mereka. Keduanya merasa gugup malah si Jo sekarang berdehem abis itu.

"Ingus lo tuh." Ucap Jo santai yang membuat Lia gelagapan sambil mengambil tisu ditasnya.

"Jorok amat jadi cewe."

"Bodo amat."

Sesaat terjadi keheningan diantara mereka berdua.Hanya hembusan angin yang menemani mereka saat ini. Jalanan dekat sinih lumayan sepi hanya ada satu atau dua orang kendaraan atau manusia yang lewat. Kalau hantu mana ane tau? Haha banyak kali. Ini tidak biasanya padahal ini malam minggu, tapi yasudahlah biarkan mereka berdua malam ini wkwk.

"Ngapain?" tanya Lia gugup tanpa berani menatap Jo. Tapi sepertinya orangnya gak peka dia malah mengangkat alisnya sebelah tanda tak paham. Seolah paham Liapun bertanya kembali dengan melengkapi kata katanya.

"Ya, ngapain lo masih disinih?"

"Nemenin Lo." Jawabnya santai tanpa melirik Lia yang sekarang tengah menatap jalanan.

"Abisnya ngapain lo malam malam ginih keluyuran dipinggir jalan, kan gak baik. Kalau ada yang nyulik gue juga yang repot. Repot kalau hati gue gundah gara-gara gak liat lo nantinya gue kangen"

Sambung Johan.

Deg,,,

"Ya Rab, dasar Johan receh. Please jangan bilang gitu lagi jo jangan main main dengan jantung gue."

Batin Lia.

"Receh."

Tanpa disadari Lia, Johan sekarang tengah menatap Lia dan tersenyum ia berhasil membuat Lia blushing.

"Lo menggigil gitu. Dingin banget pasti." Ucap johan sambil mengeratkan jaketnya.

"Yaelah dikira mau ngasih jaketnya sama gue kaya diftv ftv gitu inih malah keenakan sendiri." Maki Lia.

"Lucu banget lo, kaya bebek bibirnya pake dimonyongin kaya gitu." Ucap Johan sambil terkekeh.

"Abisnya lo biarin gue kedinginan." Jawab Lia cuek.

Tanpa sadar kalimat itu membuat Johan tersenyum. Saat itu juga Johan melepas jaketnya dan memakaikannya pada Lia. Sedangkan Lia hanya cengo.

"Habisnya disentuh aja biasanya gak mau, apalagi pake jaket aku em maksudnya pake jaket gue."

"Gue anterin pulang,gak baik udah malam." Ajak Johan.

"Eh, gak usa, ehh mau kemana?"

Lia tak berdaya menolak ajakan Jo, mana mungkin bisa nolak. Sekarang Lia ditarik paksa menuju depan minimarket yang tidak jauh dari tempat tadi.

"Ayo naik." Perintah Jo.

"Ta, tapi."

"Pegang pundak gue." ucap Jo sambil memegang tangan kanan Lia dan mengarahkannya kepundaknya.

Setelah Lia berhasil duduk dimotor hitamnya Jo, diapun memakai helmnya. Sebelum Jo melajukan motornya tiba tiba Lia bertanya yang membuat Jo gelagapan.

"Tadi lo bilang jalan kaki, ko ada motor lo disinih."

"Itu, itu ahh gak usah dipikirin."

Jawab Jo sambil melajukan motornya dengan kecepatan siput.Kecepatan siput?Yah lah lemot amat.

**
Sesampainya dikamar, aku langsung merebahkan tubuhku dikasur. Malam ini rasanya sangat lelah. Untungnya ada si Jo. Eh kenpa aku jadi mikirin dia sih bibir pake senyum segala lagih.

"Sebel banget coba."

"Vian eeks,blo sama aja kaya si Fajar udah mukanya sama kelakuannya juga sama."

Tapi tunggu kenapa aku marah,sebel kaya ginih padahalkan Vian bukan siapa siapanya aku.

Akupun mencoba memejamkan mataku,namun kejadian tadi membuatku susah tidur. Mana ini udah tengah malam. Namun dengan susah payah akhirnya perlahan mataku mulai terpejam.

FLASHBACK ON

"Cie, yang pada tatap tatapan."

Goda Dika yang membuat Lia dan Vian salting.

"Ehh, gak papa lanjut ajah."

Sambung Rei yang kemudian membuat Dika dan Rei terkekeh.

"Em, gue ketoilet dulu." Ucap Lia dan Vian berbarengan yang membuat mereka saling pandang sebentar kemudian memalingkan wajahnya. Hal itu justru membuat Dika dan Lia tertawa.

"Udah sonoh ketoilet barengan." Usir Dika disela sela tawanya.

Namun Vian hanya diam sambil sesekali melirik Lia yang sama gugupnya.

"Gue ketoilet dulu."

Akhirnya Lia bisa menyelamatkan dirinya tapi sayang jantungnya terus loncat-loncat. Setelah agak lama ditoilet Liapun kembali namun dia melihat perempuan yang sepertinya seuumuran dengannya tengah tersenyum kearah Vian begitupun sebaliknya.

Mereka terlihat bahagia seolah sudah lama tak bertemu. Liapun menajamkan pendengarannya.

Dan apa yang terdengar olehnya, membuat Lia meneteskan air matanya namun dengan segera Lia menghapusnya kembali.

Love??BullshitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang