"Merasa tak ada rasa."
**
"Oyy bangun!"
"Iya, dia sekelas sama kita."
"Ni anak bukannya bangun malah ngomong kagak jelas."
"Takk...!"
"Adaww." Liapun langsung bangun dan melihat Rei yang sekarang tengah berdiri sambil memasang wajah datar.
Namun Lia saat ini tak ingin membalas kelakuan keji Sahabatnya dan bertanya ngapain Rei pagi pagi mengganggu tidurnya dan membangunkannya tidak sopan. Untuk saat ini Lia hanya ingin memastikan apakah Naura yang pindah sekolah dan sekelas dengan Lia itu benar benar nyata?
Itu benar atau cuma mimpi?
"Lia ih malah bengong lagih, buruan gih mandi!" perintah Lia sambil menggoyang-goyangkan tubuh Lia yang sekarang masih melamun.
"Rei, dikelas kita ada anak baru gak?" Tanya Lia sambil menatap Rei yang sekarang tengah duduk dikasurnya.
"Gak ada! sanah ih buruan mandi!"
Sekarang Rei benar benar geram dengan Lia, diapun langsung menarik Lia menuju kamar mandi.
"Mau mandi aja susah banget sih."
Teriak Rei saat berhasil memasukan Lia kekamar mandi."
Ta sempat beberapa detik Lia membuka pintu kamar mandi dan menampakan kepalanya.
"Tapi beneran gak ada anak baru kan?"
Rei berbalik menatap Lia dengan geram, tangannya sudah gatal ingin sekali menjambak rambut Lia yang kusut.
"Wah gawat nih." Batin Lia saat melihat Rei mendekat kearahnya dengan ekspresi wajahnya yang garang.
"GA ADA LIA...!
Bugghhh....
Berbarengan dengan Rei yang semakin dekat kearahnya dan berteriak Lia langsung menutup pintunya kembali dengan cepat.bSedangkan Rei saat ini hanya bisa tabah sambil menetralkan emosinya.
Dan saat itu juga Lia sekarang yakin bahwa Naura pindah dan sekelas dengannya hanyalah mimpi.**
Setelah Rei berhasil membuat bobo pagi Lia berantakan, akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke kedai kopi yang tak jauh dari rumahnya Lia.
Sejak tadi Rei terus mengoceh dengan terus menampakan senyum sumringah miliknya, Rei menceritakan kejadian semalam bahwa dia dan Dika Bersatu kembali.
Lia tidak kaget, dia sudah menduga bahwa cepat atau lambat mereka pasti jadian lagi. Tetapi Lia juga ikut senang bahkan sesekali dia menggoda sahabatnya itu.
Hening sebentar,
"Em, Li?"
"Ya?"
"Semalam lo gak papa kan?"
"Ohh, gak papa nyantai aja."
"Bagus deh, gue takut lo ngamuk-ngamukan dijalan. Hee."
"Uhh, lo kira gue apaan."
"Ya gue kan, bentar Li." Rei menggantungkan ucapannya saat ponselnya berdering.
"Halo."
"Iya."
"Iya, sekarang ko."
"Li gue duluan yah." Pamitnya sambil memasukan ponselnya kedalam tas.
Sedangkan Lia hanya memanyunkan bibirnya tanda dia keberatan.
"Penting soalnya Li."
"Iya sonoh, pasti mau ketemu si Dika kan?"
"Yey lumah bukan, nyokap gue nyuruh gue pulang soalnya paman gue kerumah. Lo baek baek yah disinih."
"Iya, iya sanah ihh, gak usah toel-toel." Ceritanya ngambek.
"Ya udah see you. Muahh."
"Rei ihh jijik tau gak!" Ucap Lia sedikit berteriak namun Rei tak menggubrisnya.
Lia hanya bisa berdecak kesal.Hening itu yang dapat mendeskripsikan suasana saat ini, kedai kopi yang biasanya ramai dihari libur kini tidak terlalu. Mungkin mereka malas keluar rumah atau bahkan mereka terlalu sibuk dengan urusannya masing masing.
Lia yang memang berada dimeja paling ujung, dia dapat melihat dengan jelas jalanan diluar sanah.Sambil menyesap ice kopi yang sedari tadi dianggurkannya sesekali dia memerhatikan orang orang yang berada diluar dan lalu lalang kendaraan.
Hari ini langit sedikit redup, senyuman mataharipun tertutup oleh mendungnya awan.
Ting..
Berbarengan dengan suara yang menandakan ada orang yang datang, saat itu juga awan menumpahkan keluh kesahnya. Tak terlalu deras namun hujan ini membawa sejuk dan menciptakan harum tanah yang selalu menciptakan kenangan.
"Gue boleh duduk disinih?"
Lia kaget, perasaan dia tadi tidak melihat dia masuk.
"bolehkan?" Lelaki itu memastikan bahwa dia boleh duduk disinih karena saat ditanya Lia malah bengong.
"Eh iah." Lia gugup, detak jantungnya kembali berdisko, dia tak tau apa yang harus dia katakan saat lelaki itu bertanya secara tiba-tiba.
Selang waktu lelaki itu memesan kopi .
Lia tak ingin memulai percakapan, akhirnya keheningan itu pecah saat Vian bertanya pada Lia.
"Semalam lo kenapa?"
"Ah,kenapa?" Lia yang sudah tau arah pembicaraannya tak tau harus menjawab apa. DIa dengan refleks bertanya kembai.
"Semalam lo kenapa? ko tiba tiba pulang?"
Saat Lia ingin menjawab pertanyaan Vian, dia melihat Vian dan ternyata Vian saat ini sedang menatapnya. Manik mata mereka bertemu, dengan cepat Lia mengalihkan pandangannya.
"Gue, gue disuruh nyokap pulang katanya paman gue dateng, iah gituh." Akhirnya Lia bisa menjawabnya, walaupun dia sedikit copas kata kata Rei tadi.
"Tapi kata temen lo, semalam lo sakit perut?"
"Aisshh mampus nih."
"Ah, iah emang gitu, em maksudnya gue pulang karena ada dua alasan dan alasan yang kedua ya itu."
Sedangkan Vian hanya ber Oh tanda mengerti.
"Soal Naura sorry yah."
Saat mendengar kata kata itu Lia langsung menatap Vian sambil menautkan alisnya.
"Maksudnya?"
"Gak, gue takut lo kesinggung gituh. Dia bukan siapa-siapa gue."
Jawaban Vian benar-benar membuat Lia makin heran.
"Ya terus hubungannya sama gue apa? guekan bukan siapa-siapa lo. Maksudnya gue bukan ayah lo atau ibu lo." Jawaban Lia sedikit emosi, apa urusannya coba dengan Lia.
"Ya gue tahu, tapi apa salah gue minta maaf?Sorry kalau kata-kata gue gak enak. Tapi, Iya, sebenarnya,"
Dengan refleks Lia memotong perkataan Vian saat Lia mendengar bahwa Vian tadi memanggilnya dengan sebutan Iya.
"Iya? Ko lo gak biasanya nyebut nama gue?apalagi ini dengan sebutan Iya, sebenarnya lo siapa sih?" Tanyanya sarkastik.
Sedangkan Vian saat ini terlihat biasa saja,seolah tidak ada yang aneh dengan sebutan Iya.
"Ya emang salah gituh? terus emangnya kenapa kalau gue panggil lo?" Vian kini berbalik bertanya sambil menatap mata Lia yang terlihat berkaca kaca.
Lia bangkit dari tempat duduknya, sekilas dia memejamkan matanya lalu dia menatap wajah Vian yang sedari tadi memperhatikannya.
"Lo gak berhak panggil gue dengan panggilan tadi!"
Lia langsung meninggalkan Vian yang sekarang tengah memejamkan matanya mencerna kata kata Lia tadi.
Lo benar gue gak berhak!
Garing yah,,, :(
KAMU SEDANG MEMBACA
Love??Bullshit
Teen FictionSaat Rasa berubah menjadi cinta saat itu juga hatiku direnggut olehnya.Hatiku hilang,dia tersesat,saat aku mencarinya pada yang lain tetap saja hatiku tak kutemukan.Aku lelah,aku ingin berhenti,cukup!aku tak ingin mencari hatiku yang direnggutnya. R...