"Pancawala?" dahi Markus mengernyit, "tapi bukannya Pancawala harusnya ada lima orang?"
"Yah, seharusnya saya memang lima," jawab Kadek yang volume suaranya sekarang satu oktaf lebih rendah daripada saat dia bicara dengan Syailendra.
"Tapi karena masalah kehamilan dan jatah makan serta jalinan karma yang rumit," suaranya sekarang berubah setengah oktaf lebih tinggi daripada sebelumnya.
"Jadinya kami berlima sekarang ada dalam satu tubuh," lagi-lagi nada suaranya turun, kali ini seperempat oktaf.
Baik Markus maupun Janggala hanya bisa bengong mendengar suara tiga orang dari satu mulut itu. Tiga suara itu jelas-jelas berbeda satu sama lainnya, dan tidak, kesan yang mereka dapatkan kali ini bukan suara yang dihasilkan ahli suara perut macam Ria Enes dan boneka Suzan, ini sudah seperti ada tiga orang berbeda berbagi satu tubuh yang sama.
"Jadi sekarang tugas apa lagi yang harus kami lakukan, Kolonel Syailendra?"tanya Ali.
"Gus Ali, saya butuh Gus di sini," kata Kadek, kali ini menggunakan suara normalnya namun dengan irama bicara yang amat cepat, "Oh maaf, saya lupa, sebentar!"
"Jangan terlalu paksa Kadek keluarkan kepribadiannya yang lain, nanti bisa jadi masalah besar," kata Syailendra.
"Oke ... jadi kita harus apa setelah ini Kolonel?"
"Sebenarnya ada tiga tugas yang harus kita lakukan. Yang pertama kita harus menyusup ke markas Satyawati Corp dan memasang bug pada server mereka untuk memantau tingkah laku Wapres yang sekarang jadi Presiden kita. Yang kedua kita harus ke Macau, dan bunuh satu tokoh penggerak Laskar Pralaya di sana. Yang ketiga kita harus ke Gunung Biru dan selamatkan Panglima TNI dari sana sebelum Laskar Pralaya atau lebih tepatnya Presiden membunuhnya," ujar Syailendra.
"Presiden kita itu aslinya Duryodhana, sulung dari Seratus Perkasa Wangsa Kuru, kalau kalian masih bingung," sambung Kadek.
"Kolonel?" Janggala menggeleng-gelengkan kepalanya karena kesal dan lelah dengan segala aksi ini, "Kalau Kolonel sudah tahu kalau dia Duryodhana kenapa kita tidak bunuh saja dia dari kemarin-kemarin?"
"Bodohnya saya, saya juga tidak tahu kalau dia Duryodhana. Selama ini saya dan ayah-ayah kalian dahulu sudah membunuhi 14 Kurawa tapi tak satupun dari mereka itu Duryodhana. Kami pernah bentrok dengan satu Kurawa yang amat kuat yang kami duga itu Duryodhana tapi ternyata dugaan kami salah. Aku sendiri baru tahu kalau Wapres sialan kita itu Duryodhana setelah Gempar berhasil meretas email pribadi Wapres kita dan ada tulisan ini," Syailendra lantas menampilkan layar holografik dari arlojinya yang isinya antara lain :
KEPADA K-KA-G PR--U D-RY-D-ANA.
KE-AL- BIN SUDAH –BE—SK--. DAKARA ----- D-INFILTRA-I. P--BERSIHAN TE-G-H ME-UJU TA--P AK-IR.
"Emailnya korup," komentar Markus.
"Ya, enkripsinya 2x512 bit, enkripsi rumit yang butuh supercomputer untuk memecahkan seluruhnya. Ada sekitar 500 email di kotak masuk email tersebut dan Gempar berusaha sebaik yang dia bisa untuk mendeskripsi sebanyak mungkin email di sana. Tapi jelas bahwa Duryodhana tengah mengincar kita, dia tahu kita ada, dia tahu BIN curiga padanya. Dan satu orang lagi yang tidak suka dengan dia adalah Panglima TNI kita. Anehnya, Panglima TNI kita malah dia kirimkan ke Gunung Biru, Tamanjeka, Poso. Katanya untuk menumpas Laskar Pralaya. Tapi kenapa harus Panglima TNI langsung? Jelas itu jebakan dan Panglima TNI kita sudah tahu itu jebakan, maka dia minta saya untuk menjemputnya dari sana. Karena itu prioritas kita adalah selamatkan Jendral Mandatjan dari Gunung Biru."
"Dan yang lainnya? Itu jadi tugas Bayu dan Mahesa?"
"Untuk urusan Satyawati Corp. aku akan kirim Mandala dan saya sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Awatara IV : Kali-Yuga
Science FictionSekuel dari Sang Awatara III - Triwikrama. Syailendra menarik seluruh agen Dakara ke Bali untuk mengkonsolidasi segala elemen yang tersisa dari Dakara dan BIN, sementara Presiden baru mulai melakukan perburuan serta penindasan pada setiap pihak yang...