BAB V : JANGKAH AGYA

1.1K 104 8
                                    

Gunung Tolangi Balease, Perbatasan Sulawesi Selatan – Sulawesi Tengah, 10.00 WITA

"Busur, bukan hanya dipakai untuk serangan jarak jauh. Busur juga bisa dipakai menangkis dan menyerang dalam jarak dekat," Mappangaraja alias Adipati Karna langsung menunjukkan pada Mahesa aksinya menghantam satu-demi-satu batang-batang kayu pendek yang ia ikat di cabang sebuah pohon yang cukup rendah. Batang-batang kayu itu rata-rata berdiameter 3 cm dan Mappangaraja sedari tadi telah menggoyangkan kesemua batang-batang kayu itu ke segala arah dan segera mematerialisasi astranya yang berwujud busur panah warna emas untuk menangkis kedatangan batang-batang kayu itu.

Busur sejatinya bukan senjata jarak dekat, tapi karena material busur astra adalah logam, bukan hal sulit menggunakan busur itu sebagai senjata untuk menangkis serangan apalagi hanya sekedar ayunan batang-batang kayu semata. Mappangaraja mengayunkan busurnya menangkis satu batang kayu yang menghampirinya kemudian satu lagi , lalu dua batang kayu yang datang secara bersamaan. Tangkisannya membuat batang-batang kayu itu terlontar menjauh dan kembali lagi untuk kemudian ditangkis lagi oleh Mappangaraja. Pria paruh baya itu melakukan hal itu selama setidaknya 20 menit tanpa henti sementara di sudut lain seorang remaja yang tangan kirinya berupa lengan prostetik tampak memperhatikan semuanya itu dengan perhatian penuh.

Dua puluh menit kemudian, Mappangaraja menekuk lutut kirinya dan mengambil posisi agak merunduk sebelum akhirnya membuat gerakan putaran sambil menebas semua batang kayu itu dengan busur panahnya. Batang-batang itu kemudian luruh menjadi serbuk, terhantam oleh gelombang energi yang keluar dari dalam busur itu. Bahkan Mahesa pun nyaris terjungkal dari posisi duduknya ketika tenaga yang tak terlihat itu menerpanya dan menggoyangkan semua dedaunan dan dahan-dahan pohon di sana.

"Itu adalah cara lain menggunakan astra. Kamu dan saya tidak seperti Bayu atau Palgunadi yang senjatanya bisa berubah jadi rupa pedang dan busur, jadi kita harus punya trik khusus untuk pertarungan jarak dekat. Paham?"

"Saya mengerti Uwa Guru," jawab Mahesa.

"Bagus, sekarang kamu praktekkan ini," ujar Mappangaraja sambil menunjuk pohon lainnya yang sudah ia pasangi batang-batang kayu serupa dengan yang ia hancurkan tadi. Jumlahnya ada 10 buah.

"Kamu harus tangkis semuanya tanpa satu pun batang yang mengenai kamu. Lakukan itu sampai jam makan siang nanti. Paham?"

"Paham Uwa Guru," jawab Mahesa.

"Semangat Anak Muda!" ujar Mappangaraja sembari mengayunkan pahong – tinju kosong ke udara.

Maka Mahesa pun mendekat ke arah pohon tersebut dan mulai memukulkan Sarotama ke semua batang kayu itu. Mula-mula Mahesa hanya memukul dua dan dua itu berhasil ia tangkis. Aksinya menangkis dua batang kayu itu ia lakukan berulang-ulang, dan berulang-ulang ia mencoba membiasakan diri memutar busur panahnya dari posisi yang lazim digunakan yakni tali busur berada paling dekat dengan tubuh menjadi posisi lain di mana busur ia posisikan horizontal dengan tali busur terpampang bebas di udara dan bagian lengkungnya menghadap tanah yang ia pijak sehingga seolah membentuk huruf "U" lebar. Busur itu juga harus ia putar dalam berbagai sudut untuk menyesuikan arah datangnya batang-batang kayu itu.

"Baik Anak Muda! Tiga sekarang!" ujar Mappangaraja dari kejauhan.

Mahesa menurut dan mulai memukul batang kayu ketiga, sekarang tiga batang kayu bergantian berayun menjauhi dan mendekati Mahesa. Tingkat kesulitan tiga batang kayu ini sedikit lebih sulit daripada dua batang kayu dan jujur saja Mahesa mulai agak kewalahan ketika Mappangaraja mulai berseru kembali, "Tetap tiga tapi lebih cepat!"

Jadi sekarang ia mengayunkan busurnya sedikit lebih cepat daripada sebelumnya. Batang-batang kayu itupun berayun lebih cepat seiring dengan makin cepatnya mereka berbenturan dengan busur Sarotama.

Sang Awatara IV : Kali-YugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang