Macau, Republik Rakyat Tiongkok, 20.00 CST (China Standard Time)
Pesawat Air Asia yang ditumpangi Kadek beserta Markus mendarat tepat pukul 9 Waktu Macau. Setibanya di bandara mereka dengan tidak sabar segera memanggil taksi yang langsung mengantar mereka ke sebuah hotel kelas backpacker di pusat Macau.
"Nanti malam, kita berdua pakai ini," ujar Kadek saat membongkar koper miliknya di kamar hotel dan menyerahkan satu stel pakaian resmi kepada Markus.
"Bisa jelaskan lebih rinci lagi soal rencana kita?" tanya Markus.
"Kita akan masuk ke sebuah kasino di pusat Macau, aku akan jadi si orang kaya mau berjudi, kamu jadi pengawal saya. Sejumlah anggota DPR RI akan main judi juga di sana. Target kita ada di antara mereka!"
"Dan target kita ketua DPR yang juga sebenarnya adalah ... Sengkuni?" tanya Markus lagi.
Kadek mengangguk, "Dan untuk operasi kali ini, Pak Kepala tidak keberatan jika kita membuat kehebohan. Target operasi kita cuma satu! Bunuh Sengkuni!"
******
Carmela Leong Casino and Hotel, 20.00 CST (China Standard Time)
Sebuah mobil sport warna biru mengkilap tampak menurunkan dua penumpangnya di depan sebuah kasino bernama Cotai Strip. Seorang dari penumpang itu langsung berdiri di belakang satu penumpang yang penampilannya paling beda sendiri : dengan jas manset abu-abu, topi fedora dan tangan yang dihiasi cincin-cincin bermata berlian, tamu yang dikawal seorang pria kekar itu tak dinyana pastilah seorang yang punya duit. Petugas kasino yang menyambut tamu tersebut langsung membungkuk hormat, dan ia membungkuk lebih dalam lagi ketika tamu bermanset abu-abu itu menunjukkan sebuah kartu berwarna dominan hitam mengkilat dengan garis-garis emas kepada petugas tersebut.
"[Silakan menuju Ruang 4-B, Tuan Kadek! Kami sudah mempersiapkan segalanya untuk Anda!]," ujar petugas itu dalam bahasa Inggris berdialek Macau.
"[Terima kasih!]" jawab Kadek yang langsung berjalan melalui mesin-mesin judi slot yang dipenuhi para penjudi kelas teri dan pengunjung hotel yang iseng mencoba keberuntungan, menaiki eskalator kemudian melalui meja-meja rulet dan meja permainan tebak kartu menuju ke sebuah ruangan yang interiornya serba putih dan dikhususkan untuk para pemain poker.
Seorang yang tidak asing wajahnya bagi Kadek dan pengawalnya tengah duduk di sebuah kursi menghadap meja poker tersebut. Di tangannya tergenggam lima lembar kartu, mimik wajahnya serius tapi juga menyiratkan kepercayaan diri akan memenangkan permainan ini.
"[Selamat malam]," Kadek duduk di satu kursi yang tersisa dari enam kursi yang ada di meja tersebut sambil menunggu ronde baru yang akan dimulai.
Para pemain yang lain mengangguk sopan kecuali pria Indonesia yang tak lain dan tak bukan adalah orang yang sempat dikawal Janggala dahulu – Bonifasius Tejakusuma. Wajahnya langsung sedikit pucat ketika menyadari siapa yang ada di hadapannya. Namun ia dengan cepat kembali mengontrol ekspresinya seolah tak terjadi apa-apa.
******
Ronde permainan itu dimenangkan oleh Teja. Ia merampas habis semua chip poker milik lawan-lawannya. Setelah itu ronde permainan yang baru dimulai yang mana Kadek ikut serta di dalamnya.
Bandar mulai membagikan lima kartu kepada para pemain. Ketika Kadek membuka kartunya ia mendapati kartunya berupa satu as wajik dan tiga kartu lainnya merupakan kartu-kartu angka yang tidak sama tipenya dan tidak berurutan : dua cengkeh, tiga wajik, dan tujuh sekop.
Sementara di sisi lainnya, Teja mulai melemparkan dua dadu ke udara, "Untuk keberuntungan!" begitu kata dia kepada si bandar dan pemain lain.
Kadek menyeringai, dua dadu berbentuk balok panjang berornamen itu sebenarnya bukan dadu biasa. Itu adalah semacam astra hanya saja fungsinya lain daripada astra kebanyakan. Dadu Sengkuni adalah astra yang memastikan pemiliknya memenangkan setiap pertaruhan. Dadu yang sama juga pernah digunakan Sengkuni di masa lampau untuk memenangkan pertaruhan judi dengan para Pandawa. Pertaruhan yang sebenarnya adalah jebakan, sebab jika Pandawa menolak bertaruh maka seluruh kerajaan Pandawa wajib diserahkan kepada Kurawa, namun jika Pandawa datang dan kalah sekalipun, Kurawa akan membiarkan mereka memiliki Indraprashta – kerajaan para Pandawa – sebab Yudhistira masih terhitung keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Awatara IV : Kali-Yuga
Science FictionSekuel dari Sang Awatara III - Triwikrama. Syailendra menarik seluruh agen Dakara ke Bali untuk mengkonsolidasi segala elemen yang tersisa dari Dakara dan BIN, sementara Presiden baru mulai melakukan perburuan serta penindasan pada setiap pihak yang...