Sial! Kenapa harus ada lampu merah?! Mau-maunya manusia dikendalikan oleh lampu!Ryma merasa kesal karena angkot yang ia naiki tak kunjung berjalan seolah angkot itu adalah hamba dari lampu lalu lintas yang saat itu membuat panas kepala Ryma. Ryma sudah tidak sabar masuk sekolah baru karena minggu lalu ia baru saja menapaki kaki di kota metropolitan ini bersama keluarganya.
Akhirnya sampai juga di depan gerbang tinggi sekolah yang separuh terbuka karena jam pelajaran tak lama akan dimulai. Ryma bergegas menuju ruang kelasnya yang cukup jauh dari pintu gerbang, wajar saja karena sekolah ini bertaraf internasional.
Terlihat sedikit jelas dari kejauhan papan nama kelas "XI IPA 1", tak salah lagi itu adalah kelasnya. Ryma segera menuju kelasnya, sesampainya di depan kelas tiba-tiba terdengar suara yang tak asing di telinganya dari bangku depan kelas.
"Ryma!..."
"Hey! Fabian! Lo sekolah disini ternyata?" Sahutnya kaget setelah menengok ke kanan dan melihat pria yang sangat dikaguminya dan bahkan dicintainya.
Pria itu adalah Fabian, ia adalah teman sejak kecilnya hingga pada akhirnya setelah lulus SMP Fabian harus meneruskan sekolah di kota ini yang ternyata sekarang menjadi satu kelas dengannya. Segera ia duduk di sebelah Fabian yang kebetulan bangkunya masih kosong. Rasa bahagia tentu masih menguasai Ryma walaupun masih ada rasa malu yang ikut menguasainya.
"Iya Rym, gue sekolah di sini. By the way lo kenapa pindah?" Tanya Fabian kaget.
"Kata bokap gue sih dia naik jabatan di kantornya, gatau hubungannya apa sama pindah kota" Ryma tertawa karena ia merasa lucu mengapa ia tidak tahu masalah itu.
"Haha dasar lo mah dari dulu gak pernah punya rasa kepo sama hal yang dianggap lo sepele" Fabian tersenyum lebar mendengar perkataan Ryma barusan.
Tiba-tiba bel masuk jam pertama memotong pembicaraan mereka berdua yang masih hangat-hangatnya karena sudah setahun mereka tak bertemu.
"Eh udah bel, masuk ayo, Bi" Ajak Ryma seraya menarik tangan Fabian yang telah siap dijemput tangannya. Fabian hanya tersenyum menatap kagum wajah Ryma yang semakin cantik.
Ryma's POV
Aku tidak menyangka akan bertemu dengan Fabian setelah setahun lamanya kami berpisah. Aku masih menyimpan rasa itu, bahkan semakin dalam. Pertemananku dengannya memang tidak mulus, ada rasa cinta yang menjadi kerikil tajam persahabatan kami.
Mungkin ini kesempatanku untuk mengungkapkan semua perasaanku padanya, aku tahu aku wanita yang tak pantas untuk memulai, tapi aku masih punya malu, aku hanya akan seperti ini bila perasaanku memang sudah benar-benar mencintai, dan baru kali ini aku merasakan tulusnya mencintai seseorang.
Pandangan mataku selalu tertuju pada Fabian yang duduk di pojok depan walaupun jam pelajaran masih berlangsung. Aku masih bahagia, sungguh aku tidak menyesal pindah sekolah, dan aku harap perasaan itu tidak akan pernah hilang.
***
Bel istirahat pertama memanggil para siswa untuk menyerbu kantin sekolah ini. Sebuah kesempatan bagi Fabian karena dia tahu pasti Ryma tidak tahu arah jalan menuju kantin.
"Rym, ke kantin bareng gue yuk?" Ajak Fabian diikuti cubitan manja ke pipi Ryma.
"Fabian, sakit! Lo mah dari dulu sukanya jailin gue huu" Ryma sebal setengah meledek. Tapi sebenarnya dia senang diajak makan berdua dengan Fabian, bagaimana tidak? Virus cinta sudah memberikan bumbu diantara hubungan persahabatan mereka berdua.
"Ah manja lo, bilang aja lo pingin gue elus pipi lo, ya kan? Sini-sini gue elus" Fabian dengan genitnya mengelus pipi Ryma yang kesakitan.
"Modus Bi, udah yok ke kantin. Keburu masuk ntar" ajak Ryma sembari menarik tangan Fabian yang masih mengelus manja wajah Ryma untuk segera ke kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Will Not Return
RomanceHawa nafsu mengendalikanku untuk meraih jutaan bintang hingga diriku lupa pada sang rembulan yang telah lama berusaha menemani hari-hariku, meskipun ia tak sanggup melakukan itu di kala pagi hingga menuju senja. Dan pada akhirnya aku merasakan dingi...